visitaaponce.com

Tiga Dekade Upaya Perdamaian Utama Palestina-Israel

Tiga Dekade Upaya Perdamaian Utama Palestina-Israel
Bangunan yang tersisa di Bandara Internasional Yasser Arafat yang hancur dan sepi di Jalur Gaza, kota Rafah.(AFP/Said Khatib.)

DALAM tiga dekade sejak para pemimpin Israel dan Palestina menandatangani Perjanjian Oslo, berbagai upaya perdamaian telah dilakukan. Sayangnya, sebagian besar gagal untuk menjadi perantara perdamaian abadi di Timur Tengah.

AFP meninjau kembali inisiatif utama yang bertujuan menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

1991: Konferensi Madrid 

Pemerintahan Presiden AS Ronald Reagan membuka dialog dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada 1988. Ini setelah pemimpin PLO di pengasingan, Yasser Arafat, setuju mengakui hak Israel untuk ada.

Tiga tahun kemudian, pada akhir 1991, Washington dan Moskow bersama-sama menyelenggarakan konferensi perdamaian Israel-Arab di Spanyol.

Baca juga: 30 Tahun Perjanjian Oslo, Palestina makin Sulit Akses Air

Israel menolak partisipasi langsung PLO. Namun warga Palestina masuk dalam delegasi Yordania sehingga menjadikan konferensi Madrid untuk pertama kali perwakilan Israel dan Palestina duduk bersama di meja perundingan.

Pembicaraan tersebut dilakukan di tengah pemberontakan Palestina pertama atau intifada.

1993: Terobosan di Oslo 

Konferensi Madrid membuka jalan bagi pertemuan langsung, meskipun rahasia, antara pejabat Israel dan PLO Arafat di Oslo pada 1993. Dalam suatu terobosan, Israel setuju untuk mengizinkan pemerintahan mandiri Palestina secara terbatas dan mengakui PLO sebagai perwakilan rakyat Palestina.

Baca juga: Sekolah Ditutup saat Tentara Israel Buru Tersangka Penembakan

Perjanjian Oslo, yang menyatakan bahwa kedua belah pihak akan berusaha untuk hidup berdampingan secara damai, ditandatangani pada 13 September 1993 dengan jabat tangan bersejarah antara Arafat dan perdana menteri Israel Yitzhak Rabin di Washington. Ini terjadi dalam upacara yang diselenggarakan oleh presiden AS Bill Clinton.

Pada Mei berikutnya, kota Jericho di Tepi Barat yang diduduki dan Jalur Gaza menjadi wilayah otonom Palestina pertama. Arafat kembali ke wilayah Palestina dua bulan kemudian, setelah menghabiskan 27 tahun pengasingan, dan membentuk Otoritas Palestina.

Pada September 1995, Oslo II memperluas otonomi Palestina di Tepi Barat. Pada 4 November, seorang ekstremis sayap kanan Israel yang menentang perjanjian tersebut membunuh Rabin.

2000: Pembicaraan di Camp David 

Pada Juli 2000, Clinton menjadi tuan rumah pembicaraan di Camp David, di luar Washington. Namun mereka tersandung pada status Jerusalem--yang diklaim oleh kedua belah pihak sebagai ibu kota--dan hak untuk kembali bagi pengungsi Palestina.

Intifada Palestina kedua meletus dua bulan kemudian.

2002: Inisiatif Saudi 

Pada Maret 2002, negara-negara Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi mengusulkan hubungan diplomatik dengan Israel sebagai imbalan atas penarikan Israel dari seluruh wilayah yang diduduki sejak Enam Hari Perang Pada 1967, yaitu Tepi Barat dan Jerusalem Timur, Gaza, dan Dataran Tinggi Golan.

Keesokan hari, Israel melancarkan serangan militer besar-besaran menyusul serangkaian serangan bunuh diri yang mematikan dari rakyat Palestina.

2003: Peta jalan berumur pendek 

Pada April 2003, Kuartet Uni Eropa, Rusia, PBB, dan Amerika Serikat menerbitkan dokumen yang dijuluki sebagai peta jalan menuju negara Palestina. Resolusi ini menyerukan penghentian serangan Palestina dan perluasan pemukiman Israel.

Kedua belah pihak berkomitmen menerapkannya pada Juni 2003. Namun peta jalan itu segera runtuh di tengah berlanjutnya aktivitas penyelesaiannya.

2007: Pertemuan Annapolis 

Pada November 2007, setelah bertahun-tahun mengalami kebuntuan, Presiden George W. Bush berupaya menghidupkan kembali proses perdamaian dengan menjadi tuan rumah pembicaraan antara Israel dan banyak negara Arab di Annapolis, Maryland.

Namun upaya baru ini digagalkan oleh ketidaksepakatan mengenai pembangunan permukiman Israel, kekerasan di Gaza, dan perpecahan di antara warga Palestina.

Otoritas Palestina menghentikan perundingan ketika Israel melancarkan serangan besar-besaran di Gaza pada akhir 2008.

Pada Juli 2013, Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengumumkan peluncuran perundingan baru. Ini kemudian ditangguhkan setelah partai Fatah pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan perjanjian persatuan dengan kelompok Islam Hamas.

2017: Kegagalan baru AS 

Kredibilitas Washington sebagai perantara perdamaian terpuruk ketika Donald Trump berkuasa pada 2017.

Trump pada Desember tahun itu memutuskan hubungan dengan komunitas internasional dengan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel dan memutuskan untuk memindahkan kedutaan AS ke sana dari Tel Aviv.

Pemerintahannya yang berasal dari Partai Republik juga menjadi perantara kesepakatan penting dengan beberapa negara Arab untuk mengakui Israel yang membuat Palestina merasa dikhianati.

Setelah Presiden Joe Biden, seorang Demokrat, menjabat, Kuartet yang sebagian besar tidak aktif menyerukan dimulainya kembali negosiasi yang bermakna.

Namun kekerasan yang terus-menerus, yang meningkat sejak tahun lalu, dan keengganan untuk kembali ke meja perundingan membuat perdamaian tampak semakin sulit dicapai. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat