visitaaponce.com

Ledakan Depo Bahan Bakar di Nagorno-Karabakh

Ledakan Depo Bahan Bakar di Nagorno-Karabakh
Total 68 orang tewas akibat ledakan depo bahan bakar di di luar ibu kota regional Stepanakert.(AFP)

PULUHAN orang tewas dan ratusan lainnya terluka dalam ledakan dan kebakaran depo bahan bakar di Nagorno-Karabakh. Penduduk di wilayah itu tengah melakukan eksodus usai dikuasai Azerbaijan.

Jumlah korban tewas akibat ledakan itu bertambah menjadi 68 orang pada Selasa (26/9), kata kantor ombudsman Karabakh. Sementara setidaknya 105 orang hilang dan 290 lainnya luka-luka.

Ledakan itu terjadi di luar ibu kota regional Stepanakert yang disebut Khankendi oleh Azerbaijan pada Senin (25/9) malam. Depo tersebut digunakan untuk mendistribusikan bahan bakar kepada mereka yang ingin meninggalkan wilayah tersebut dengan mobil.

Baca juga: 19 Ribu Orang Eksodus dari Karabakh, Azerbaijan Sisir Separatis Armenia

Ratusan orang berkumpul di sana saat ledakan terjadi. Serangan minggu lalu terjadi setelah blokade Azerbaijan selama berbulan-bulan di wilayah tersebut yang menyebabkan kekurangan pasokan penting.

“Akibat ledakan tersebut, Azerbaijan menyiapkan rumah sakit terdekat dan memulai negosiasi mengenai evakuasi korban luka, namun perwakilan warga Armenia di Karabakh tidak menerima usulan ini,” kata koresponden Al Jazeera Osama bin Javaid.

Baca juga: Utusan Azerbaijan dan Armenia Bertemu Bahas Pengungsi

Pengumuman jumlah korban tewas terjadi ketika ribuan orang terus meninggalkan wilayah tersebut, di mana Armenia mengatakan 28.120 etnis Armenia telah memasuki negara itu. Pemerintah juga mengatakan akan menyediakan akomodasi bagi semua yang membutuhkan.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Adrienne Watson, mengatakan AS mendesak akses kemanusiaan ke wilayah tersebut.

“Kami sedih dengan berita bahwa sedikitnya 68 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam ledakan di depo bahan bakar di Nagorno-Karabakh dan menyampaikan simpati yang mendalam kepada penduduk Nagorno-Karabakh dan semua yang menderita,” katanya.

Pihaknya mendesak kelanjutan akses kemanusiaan ke Nagorno-Karabakh bagi semua yang membutuhkan. Samantha Power, kepala Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), mengatakan AS akan mengirimkan bantuan kemanusiaan senilai US$11,5 juta.

Militer Azerbaijan menyerang Nagorno-Karabakh pada 19 September, 24 jam kemudian mengumumkan bahwa mereka telah menguasai daerah kantong tersebut. Serangan tersebut memaksa otoritas etnis Armenia di wilayah tersebut untuk setuju untuk meletakkan senjata dan memulai perundingan “reintegrasi”, berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang ditengahi oleh kekuatan tradisional regional, Rusia.

Pihak berwenang Azerbaijan berjanji untuk menghormati hak dan keamanan warga Armenia yang tinggal di wilayah tersebut. Namun berita tentang reintegrasi mereka ke Azerbaijan menimbulkan kepanikan dan kekacauan di kalangan etnis Armenia yang khawatir bahwa sejarah panjang kebencian dan kekerasan di antara keduanya akan membuat segala bentuk hidup bersama menjadi mustahil.

Dalam perjalanan menuju Armenia, tampak semakin banyak warga dari wilayah tersebut yang berusaha keluar. “Ini adalah arus orang yang stabil, kami telah melihat bermil-mil antrian orang yang mengantri untuk pergi,” kata bin Javaid.

“Rakyat hidup dengan apa saja yang mereka bisa, dengan kendaraan apa pun yang bisa mereka temukan, namun mereka tetap ingin keluar meskipun ada jaminan yang diberikan oleh pihak berwenang Azerbaijan,” tambahnya.

Di sebuah pusat pengungsi di Goris, Valentina Asryan, 54 tahun dari desa Vank yang melarikan diri bersama cucu-cucunya, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa saudara iparnya tewas dan beberapa orang lainnya terluka akibat tembakan Azerbaijan.

Perselisihan yang panjang

Nagorno-Karabakh telah diperebutkan selama lebih dari tiga dekade, dengan Baku dan Yerevan bersaing untuk menguasai wilayah tersebut. Wilayah ini diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, namun banyak dihuni oleh etnis Armenia.

Setelah runtuhnya Uni Soviet, kelompok separatis di Nagorno-Karabakh mendeklarasikan kemerdekaan mereka dengan tujuan bersatu kembali dengan Armenia. Hal ini memicu perang berdarah pada tahun 1990an yang berakhir dengan penguasaan orang-orang Armenia atas daerah kantong tersebut dan beberapa distrik di sekitarnya.

Ratusan ribu orang mengungsi akibat konflik tersebut. Perang kedua meletus pada 2020 ketika Azerbaijan merebut kembali wilayah di dalam dan sekitar daerah kantong tersebut.

Setelah 44 hari pertempuran, Rusia menjadi perantara gencatan senjata dan menempatkan hampir 2.000 pasukan penjaga perdamaian di Nagorno-Karabakh. (Aljazeera/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat