visitaaponce.com

Penyintas Genosida Nazi Menentang Pembantaian Israel di Gaza

Penyintas Genosida Nazi Menentang Pembantaian Israel di Gaza
Dr Gabor Mate.(Dok drgabormate.com.)

GABOR Mate dulu seorang pemuda Yahudi yang tumbuh besar di Budapest dan seorang bayi yang selamat dari genosida Nazi. Kini Dr Gabor Mate menjadi pembicara terkenal dan penulis buku terlaris. Ia menulis di blog-nya yang mengkritisi sepak terjang Israel terhadap Palestina.

"Di Gaza saat ini kita menemukan cara untuk membenarkan pengeboman rumah sakit, pemusnahan keluarga saat makan malam, pembunuhan anak-anak praremaja yang sedang bermain sepak bola di pantai. Di Israel-Palestina, pihak berkuasa telah berhasil menggambarkan dirinya sebagai korban, sementara mereka yang terbunuh dan cacat menjadi pelakunya," tulisnya sejak Juli lalu yang diberi judul Mimpi Indah Israel telah Menjadi Mimpi Buruk.

Gabor mengutip alasan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan itu. "Mereka tidak peduli dengan kehidupan. Kami peduli."

Baca juga: Surat Cinta Tawanan Ibu Yahudi kepada Pejuang Gaza

Kontan saja Gabor menampik alasan Netanyahu. "Anda yang dengan sangat teliti membantai orang-orang tak berdosa, baik muda maupun tua, Anda yang dengan kejam memblokade Gaza selama bertahun-tahun, membuat Gaza kekurangan kebutuhan pokok, Anda yang merampas tanah, air, hasil panen, pepohonan milik warga Palestina. Anda peduli dengan kehidupan?"

Tidak ada yang bisa memahami Gaza di luar konteksnya, lanjutnya, seperti roket Hamas atau serangan teroris yang tidak dapat dibenarkan terhadap warga sipil. Konteks tersebut ialah operasi pembersihan etnis yang paling lama berlangsung dalam beberapa abad terakhir dan sekarang. Ini menjadi upaya berkelanjutan untuk menghancurkan bangsa Palestina.

Baca juga: G7 Serukan Huthi Hentikan Ancaman terhadap Pelayaran Internasional

"Orang Palestina menggunakan terowongan? Begitu pula para pahlawan saya, para pejuang Ghetto Warsawa yang bersenjata buruk," tegasnya. 

Berbeda dengan Israel, Palestina kekurangan helikopter Apache, drone berpemandu, jet tempur dengan bom, dan artileri berpemandu laser. Karena pembangkangan mereka yang tidak berdaya, mereka menembakkan roket-roket yang tidak kompeten, menyebabkan teror bagi warga Israel yang tidak bersalah tetapi jarang menyebabkan kerugian fisik. Dengan adanya ketidakseimbangan kekuasaan yang begitu besar, menurut dia, tidak ada kesetaraan dalam kesalahan.

"Israel menginginkan perdamaian? Mungkin saja. Namun, seperti yang diungkapkan jurnalis veteran Israel, Gideon Levy, mereka tidak menginginkan perdamaian yang adil," urainya. 

Pendudukan dan aneksasi yang meluas, blokade yang tidak manusiawi, penghancuran kebun zaitun, pemenjaraan ribuan orang secara sewenang-wenang, penyiksaan, penghinaan terhadap warga sipil setiap hari, penghancuran rumah. Semua ini bukanlah kebijakan yang sesuai dengan keinginan untuk mencapai perdamaian yang adil. Di Tel Aviv, Gideon Levy kini berpindah-pindah dengan pengawalnya, harga dari menyuarakan kebenaran.

"Saya telah mengunjungi Gaza dan Tepi Barat. Saya melihat keluarga-keluarga Palestina dari berbagai generasi menangis di rumah sakit di samping tempat tidur orang-orang yang terluka, di kuburan orang-orang yang meninggal. Mereka bukanlah orang-orang yang tidak peduli dengan kehidupan. Mereka seperti kita--orang Kanada Yahudi--seperti orang lain yang merayakan kehidupan, keluarga, pekerjaan, pendidikan, makanan, kedamaian, kegembiraan. Dan mereka mampu membenci, mereka bisa menyimpan dendam di dalam hati, sama seperti kita."

Menurutnya, kita bisa berdebat secara detail, historis, dan terkini, bolak-balik. Sejak masih muda Zionis dan, kemudian, sebagai anggota Yahudi untuk Perdamaian yang Adil, ia sudah sering melakukan hal tersebut. Ia dulu percaya bahwa jika orang mengetahui fakta sebenarnya, mereka akan terbuka terhadap kebenaran. Itu juga naif. Masalah ini terlalu bermuatan emosi. Ini seperti yang diungkapkan oleh guru spiritual Eckhart Tolle, akumulasi rasa sakit bersama di Timur Tengah sangatlah akut. Sebagian besar masyarakat terpaksa melakukan tindakan tersebut dalam siklus perbuatan dan pembalasan yang tiada akhir.

"Pemimpin-pemimpin bangsa adalah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan, sehingga mereka yang dipimpin menjadi bingung," kata-kata nabi Yeremia yang dikutip Gabor. Suara keadilan dan kewarasan tidak diindahkan. Netanyahu punya alasan sendiri. 

"Dan apa yang harus kita lakukan, kita orang biasa? Saya berdoa kita dapat mendengarkan hati kita. Hatiku berkata bahwa slogan tidak akan pernah lagi bukanlah milik satu suku; pembunuhan kakek-nenekku di Auschwitz tidak membenarkan perampasan hak milik warga Palestina yang sedang berlangsung; keadilan, kebenaran, perdamaian bukanlah hak prerogatif suku. Hak untuk membela diri Israel, yang pada prinsipnya tidak dapat dibantah, tidak membenarkan ada pembunuhan massal."

Ia pun bercerita pernah bertemu dengan salah satu teman dekatnya, seorang kawan dari masa Zionis dan sekarang menjadi profesor emeritus di satu universitas Israel. Mereka membicarakan segalanya kecuali kebiadaban sehari-hari yang tergambar di layar TV kami. Keduanya takut akan timbul dendam.

Namun, saya ingin mengatakan kepada teman saya, "Tidak bisakah kita bersedih bersama atas mimpi lama yang indah tentang penebusan orang Yahudi yang telah terwujud? Tidak bisakah kita berduka atas kematian orang yang tidak bersalah? Saya sedih hari ini. Bisakah kita setidaknya berduka bersama?" (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat