visitaaponce.com

Kemenangan Perlahan Palestina dari Israel

Kemenangan Perlahan Palestina dari Israel
Polisi Kota New York menangkap Olga Fedorova, seorang anggota media yang dipercaya oleh negara, di antara para demonstran pro Palestina.(AFP/Alex Kent)

PELAN tapi pasti, Palestina meraih kemenangan dalam konflik yang jauh dari kata seimbang melawan Israel yang didukung persenjataan termutakhir Amerika Serikat (AS). Palestina tidak mendapatkannya dalam bentuk penguasaan kembali wilayah yang dicaplok Israel sejak 1948.

Namun Palestina mendapatkan kemajuan dari sisi diplomatik dan pengakuan warga dunia. Sejak 1988, 139 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Masyarakat dunia, khususnya dari kalangan mahasiswa, juga mulai banyak yang mendukung hak-hak warga negara yang dirampas Israel sejak didirikan Inggris pada 14 Mei, 75 tahun lalu.

Setelah veto AS menggagalkan upaya Palestina menjadi anggota penuh PBB, majelis umum akan membahas rancangan resolusi terbaru yang dapat memberikan hak tambahan di badan global tersebut, pada Jumat (10/5). Jika proposal yang diajukan Uni Emirat Arab ini diadposi, ini akan menjadi kemenangan simbolis yang telah membuat Israel kesal.

Baca juga : Keraguan dan Ketidakpastian Nasib Gencatan Senjata di Gaza

Ketika Israel melancarkan invasi di Gaza bulan lalu, Palestina mengajukan keanggotaan penuh PBB untuk mengakhiri status negara pengamat nonanggota. Agar berhasil, inisiatif ini memerlukan lampu hijau dari dewan keamanan dan dua pertiga suara mayoritas anggota PBB di majelis umum.

Namun AS, salah satu dari lima anggota pemegang hak veto sekaligus sekutu terdekat Israel, memblokir proposal Palestina tersebut pada 18 April. Kini upaya memberikan kesetaraan bagi Palestina dilakukan dengan jalur lain, mengajukan rancangan reolusi tersebut melalui majelis umum. Para diplomat dan pengamat mengatakan resolusi yang menyerukan keanggotaan penuh mereka di PBB kemungkinan akan mendapat dukungan mayoritas.

Rancangan resolusi tersebut, yang diperkenalkan oleh Uni Emirat Arab, menyatakan negara Palestina memenuhi syarat untuk menjadi anggota PBB sesuai dengan Pasal 4 Piagam dan oleh karena itu harus diterima. Mereka menyerukan kepada dewan keamanan untuk mempertimbangkan kembali masalah ini dengan baik.

Baca juga : Prancis Setop Dana Pengungsi Palestina, Ikuti Amerika dan Inggris

Namun, AS kemungkinan besar akan kembali menghalangi Palestina menjadi anggota penuh PBB. Pasalnya AS menentang pengakuan terhadap negara yang tidak memiliki hubungan bilateral dengan Israel. "Anda dapat mengalami semacam lingkaran malapetaka diplomatic saat majelis berulang kali menyerukan kepada dewan untuk memberikan keanggotaan kepada Palestina tetapi AS selalu memvetonya," kata seorang analis di International Crisis Group Richard Gowan.

Rancangan resolusi tersebut memberikan hak dan keistimewaan tambahan kepada Palestina akan dimulai pada sesi Majelis Umum berikutnya, September. Teks yang sudah diajukan tersebut secara eksplisit masih melarang Palestina dipilih untuk duduk di dewan keamanan atau memberikan suara di majelis umum.

Namun hal ini akan memberikan hak bagi Palestina mengajukan proposal isu apa pun dan amendemen secara langsung, tanpa harus melalui negara lain, seperti yang terjadi saat ini. Hal ini juga akan memberi Palestina hak untuk duduk di antara negara-negara anggota berdasarkan urutan abjad.

Baca juga : Saat Palestina Dijajah, Blinken Bahas Normalisasi Israel dengan Saudi

"Ketika Anda membangun gedung, Anda membangunnya satu per satu. Jika beberapa orang menganggapnya simbolis, bagi kami ini penting karena kami bergerak maju menuju hak alami dan hukum kami untuk menjadi anggota penuh PBB," kata Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansou, di New York, pada Kamis (9/5).

Simbolisme ialah yang terpenting, kata Gowan, resolusi ini merupakan sinyal yang sangat jelas bagi Israel dan AS bahwa sudah waktunya untuk menganggap serius status negara Palestina.

Israel mengkritik inisiatif tersebut, dan duta besarnya, Gilad Erdan, mengatakan bahwa inisiatif tersebut akan memberi Palestina hak bernegara secara de facto dan melanggar Piagam PBB dengan melewati dewan keamanan. Senada dengan tuannya, AS juga menyatakan keberatannya. "Kami prihatin dengan preseden yang ditimbulkannya," kata Wakil Duta Besar AS Robert Wood.

Rancangan resolusi keanggotaan Palestina sebelumnya lebih tidak jelas. Namun, versi kali ini sejalan dengan piagam PBB, kata Duta Besar Slovenia Samuel Zbogar, yang saat ini duduk di Dewan Keamanan. "Hal ini memperjelas hak-hak tambahan yang akan diperoleh Palestina sebagai pengamat, tetapi tidak menyentuh elemen-elemen yang hanya dimiliki oleh para anggota," tambahnya.

Hingga Desember tahun lalu, 153 negara dari 193 negara mendukung seruan gencatan senjata segera atas invasi Israel di Gaza, 10 menentang, termasuk AS, sementara 23 lainnya abstain. (France24/Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat