visitaaponce.com

DPRD Depok Desak Kadisdik Jabar Pecat Kepsek SMA-SMK Pelaku Pungli

DPRD Depok Desak Kadisdik Jabar Pecat Kepsek SMA-SMK Pelaku Pungli
SMKN 1 Depok tengah menjadi sorotan karena kasus pungli.(Dok. SMKN 1 Depok )

DPRD Kota Depok, Jawa Barat (Jabar) mendesak Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Jabar Wahyu Mijaya setop pungutan sekolah berkedok uang pembangunan di SMA-SMK Negeri Kota Depok.

Desakan dilontarkan DPRD melalui Wakil Ketua DPRD Kota Depok Hendrik Tangke Allo saat menerima keluhan para orangtua murid yang mendatangi DPRD Kota Depok, Rabu (20/9).

Politisi PDIP itu meminta agar pungutan-pungutan yang dibebankan pihak sekolah kepada anak-anak mereka disetop.

Baca juga: Ombudsman Pertanyakan Sumbangan Jutaan Rupiah di SMA-SMK Depok

Hendrik mengaku sejak awal September hingga ini, orang tua murid yang mengadu ke DPRD menolak pungutan pembangunan sekolah terus mengalir. 

"Kami menerima keluhan-keluhan pungutan-pungutan dari para orang tua," ujarnya.

Baca juga: Wali Murid SMA-SMK Negeri di Depok Keluhkan Uang Pungutan Sekolah Rp2,8-3 Juta

Ia pun berharap Kadisdik Jabar agar turun ke Kota Depok dan melihat langsung kasus ini. Selain itu katanya, DPRD juga berharap pihak sekolah tidak mengucilkan serta mengeluarkan anak-anak yang menolak membayar uang pungutan berkedok sumbangan yang telah ditentukan besaran nominalnya.

“Tentunya kami berharap agar anak-anak tersebut tidak mendapat perlakuan yang tidak baik, " ujarnya.

Ia menyampaikan akan melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan meminta Kadisdik memecat langsung kepala sekolah jika hal tersebut terus dibiarkan.

“Pecat oknum-oknum guru yang seperti itu, masih banyak kok guru dan kepala sekolah yang memiliki integritas. Disdik Provinsi harus menghentikan ini, segera ambil tindakan,” tegasnya.

Dikatakan, pungutan liar tidak benar dimana guru dan komite sekolah mengadakan rapat serta memutuskan siswa maupun orang tua siswa akan dikenai sumbangan sukarela untuk kegiatan ekstra seperti uang gedung, pagar, buku, tour, berenang, kegiatan pramuka dan lainnya di luar sekolah.

Hendrik mengeklaim, sumbangan sukarela menjadi kedok pungutan liar yang direstui oleh guru dan komite sekolah. Jika sumbangan itu tidak diberikan, maka ada rasa khawatir dari orang tua siswa terhadap prestasi anaknya di sekolah.

“Sehingga dengan terpaksa mereka harus mengikuti itu, walaupun tidak semua orang tua siswa memiliki uang. Ini kan sekolah negeri, tentu tidak boleh ada pungutan, baik mengenai buku, uang gedung dan lainnya,” ujarnya.

Ada lagi para siswa disuruh nonton futsal di salah satu GOR, jika tidak datang nilainya enggak bagus, ini kan enggak benar. 

"Maka kami minta seluruh pungutan-pungutan agar dihentikan,” paparnya.

Salah satu orangtua siswa, Aslinda Pama mengatakan, tidak akan mundur dan akan tetap menolak pungutan yang melebihi dari swasta sebesar Rp2,8-Rp3 juta per siswa itu.

" Sekolah swasta yang tidak ditanggung pemerintah hanya Rp1 juta uang pungutan pembangunan. Ini sekolah negeri yang dibiayai pemerintah melalui dana BOS dan BOP malah memungut dana pembangunan dan lain-lain dengan nominal yang lebih besar, ini aneh sekali, " pungkasnya (KG/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat