visitaaponce.com

Ombudsman Pertanyakan Sumbangan Jutaan Rupiah di SMA-SMK Depok

Ombudsman Pertanyakan Sumbangan Jutaan Rupiah di SMA-SMK Depok
Kantor Ombudsman RI.(Dokpri.)

OMBUDSMAN Republik Indonesia atau ORI mempertanyakan uang pungutan terutama yang berkedok sumbangan di lingkaran SMA-SMK Negeri Kota Depok, Jawa Barat (Jabar).

"Tidak ada cerita yang namanya minta sumbangan untuk kepentingan, seperti pembangunan gedung sekolah, membangun gedung tingkat dari dua tingkat menjadi tiga atau empat tingkat, serta pembangunan pagar sekolah. Tak ada pula sumbangan seperti study tour, kumpul-kumpul uang sumbangan guru, uang infak, pembelian sampul rapor, hingga uang perpisahan. Itu namanya bukan sumbangan sukarela lagi tetapi pungutan liar (pungli)," kata Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan Laporan (Riksa) 7 ORI Ahmad Sobirin, Kamis (14/9).

Ini disampaikan Sobirin menanggapi keluhan wali murid SMA-SMK dan berita-berita media, baik media lokal maupun nasional. "Kegiatan pungutan merupakan malaadministrasi yang dilakukan oleh pejabat publik atau penyelenggara pelayanan publik. Masyarakat dapat melakukan pengaduan pada Ombudsman RI sebagai lembaga negara diberi wewenang oleh UU 37/2008 untuk menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan malaadministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik," katanya.

Baca juga: Wali Murid SMA-SMK Negeri di Depok Keluhkan Uang Pungutan Sekolah Rp2,8-3 Juta

Menurut Sobirin, murid beserta orangtuanya tidak perlu lagi dimintai biaya oleh pihak sekolah karena sudah ada anggaran pendidikan yang cukup besar, yakni Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Lagi pula yang namanya sumbangan ialah alakadarnya bukan dipatok jutaan rupiah. Dengan demikian, proses kegiatan belajar-mengajar antara murid dan guru seharusnya bisa berjalan maksimal dengan kucuran dana BOP dan BOS tersebut.

Selain itu, pihaknya berharap kepada seluruh jajaran sekolah SMA-SMK dan Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan tidak menyalahgunakan dana BOP dan dana BOS tersebut. Dana dari pemerintah itu harus digunakan untuk kebutuhan fasilitas belajar-mengajar dan kepentingan sekolah.

Baca juga: Kasus KDRT Putri Balqis Chairunisyah Mulai Disidangkan di PN Depok

Untuk memperketat pengawasan, Kejaksaan harus memantau aliran dana BOS dan BOP agar tepat sasaran serta memeriksa kepala sekolah dan dalang yang melegalkan pungutan tak resmi ini. "Jika ada oknum guru ataupun jajaran KCD Pendidikan yang melakukan pungli, agar diusut tuntas," tegasnya.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, lanjutnya, harus memberi tindakan tegas berupa sanksi yang telah diatur Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. "Disdik Provinsi Jabar perlu bersikap dan melakukan investigasi perihal informasi pungutan tersebut, apakah pungutan tersebut punya dasar hukum atau tidak," tegasnya.

Dugaan pungli di SMA-SMK Kota Depok mencuat ke permukaan setelah pihak sekolah membeber kebutuhan ke siswa dan wali murid. Kebutuhan tersebut oleh sekolah dibebankan ke masing-masing siswa dan orangtuanya. Sekolah meminta Rp2,8 juta hingga Rp3 juta lebih.

Satu SMA dan SMK di Kota Depok memiliki 1.000 siswa lebih. Jumlah SMA-SMK di Kota Depok ada 19 yang terdiri dari 15 SMA dan 4 SMK. Jika dikalikan 19.000 x Rp3 juta hasinya Rp57 miliar.

NA, 41, salah satu wali murid kelas X salah satu SMA, mengaku keberatan tetapi takut anaknya dikucilkan dan menjadi bahan gunjungan di sekolah. Kata dia, anaknya bisa sekolah di SMA karena lewat afirmasi.

Wali murid itu menyesalkan masih ada pungutan yang memberatkan orangtua siswa di sekolah negeri. Apalagi pungutan tersebut mengatasnamakan komite sekolah. Padahal masih ada wali murid yang tergolong kurang mampu, tetapi terpaksa tetap harus membayar iuran pembangunan gedung Rp3 juta. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat