Pajak Hiburan 40 di DKI Tetap Berlaku Meski Ada Judicial Review
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta tetap mengundangkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), di mana menetapkan kenaikan tarif pajak hiburan menjadi 40%. Hal ini diketahui dari siaran resmi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta yang diterima Media Indonesia pada Senin (22/1).
Dasar penetapan Perda 1/2024 mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Padahal saat ini, terdapat uji materi atau judicial review terhadap UU tersebut di Mahkamah Konstitusi. Uji materi dilakukan kalangan pengusaha karena kenaikan tarif pajak dinilai terlalu tinggi dan dikhawatirkan akan membuat iklim usaha tidak kondusif.
Baca juga: Bamsoet Harap Pemerintah Berdialog dengan Pengusaha Terkait Kenaikan Pajak Hiburan
"Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah merancang dan menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," kata Kepala Bapenda DKI Jakarta Lusiana Herawati dalam keterangan resmi.
Pajak hiburan di DKI masuk dalam jenis Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). PBJT juga mencakup jasa perhotelan, jasa parkir, tenaga listrik, dan makanan atau minuman. Tarif PBJT ditetapkan sebesar 10%.
Baca juga: Ini Pertimbangan Pemda Berikan Insentif Pajak Hiburan
"Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 40%," jelas Lusi.
Khusus tarif PBJT atas Tenaga Listrik untuk konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan sebesar 3%. Sementara konsumsi tenaga listrik dari sumber lain oleh selain industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam ditetapkan sebesar 2,4%.
"Konsumsi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan sebesar 1,5%," imbuhnya.
Lusi menyatakan dengan telah berlakunya perda tersebut merupakan ketentuan utama dalam pemungutan dan pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah di wilayah DKI Jakarta yang diharapkan dapat membawa dampak positif pada penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). (Z-3)
Terkini Lainnya
Pakar: Hampir Tidak Ada Celah untuk Gagalkan RUU MK
MK Tolak Usulan Parpol Bisa Langsung Dibubarkan
Ketua MK Ingatkan Calon Advokat untuk Kuasai Hukum Acara
Sidang Uji Materi di MK, Para Notaris Minta Usia Jabatan Hingga 70 Tahun
Luhut Dukung Pengusaha Gugat Aturan Pajak Hiburan ke MK
Kuartal I, Penerimaan Pajak Daerah di Cianjur Capai 25,09%
Uji Ketentuan Pajak Hiburan, Pengusaha Minta Karaoke Keluarga Dikecualikan
Belum Ada PHK Efek Kenaikan Pajak Hiburan di DKI Jakarta
Bamsoet Harap Pemerintah Berdialog dengan Pengusaha Terkait Kenaikan Pajak Hiburan
12 Ribu Terapis Spa di Bali Terancam bila Pajak Tempat Hiburan Diberlakukan
Kenaikan Pajak Hiburan Dikhawatirkan Bawa Gelombang PHK di Ibu Kota
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap