visitaaponce.com

Sindikat Kejahatan Pornografi Anak Menyasar Kerentanan Keluarga

Sindikat Kejahatan Pornografi Anak Menyasar Kerentanan Keluarga
Ilustrasi(Freepik)

SEPEKAN publik diramaikan dengan dua peristiwa ibu kandung yang mencabuli dan merekam adegan asusila bersama anaknya di bawah umur. Pelecehan seksual dan adegan asusila yang mengarah pada pornografi anak tersebut terjadi di Kabupaten Bekasi Jawa Barat yang melibatkan seorang ibu berinisial AK (26).

Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menangkap dan menetapkan R (22), seorang ibu asal Tangerang Selatan, sebagai tersangka karena terbukti mentransmisikan video asusila berkonten pornografi dan pelecehan seksual kepada anak kandungnya, MR (4).

Melalui hasil penyidikan, R terpaksa membuat video itu karena diiming-imingi uang Rp 15 juta atas permintaan sebuah akun Facebook yang diduga predator anak bernama Icha Shakila Begitupun AK yang diduga juga masuk dalam perangkap predator pornografi anak karena tergiur iming-iming uang. Polisi hingga saat ini masih mencari keberadaan pemilik akun Icha Shakila.

Baca juga : Anak-anak PAUD hingga SMA Rentan Jadi Korban Pornogarfi Anak

Program Manager END Child Prostitution, Child Pornography & Trafficking of Children for Sexual Purposes (ECPAT) Indonesia, Andy Ardian menyebutkan Indonesia diduga telah menjadi lokasi penyimpanan konten pornografi anak. Menurutnya, anak laki-laki tidak terlepas dari kerentanan menjadi korban kekerasan seksual di ranah daring.

“Tahun 2017 pernah terjadi kasus pornografi terhadap anak laki-laki dengan perempuan dewasa, Ibu si anak terlibat membawa dan mengarahkan anak dalam pembuatan video tersebut. Meskipun Materi Kekerasan Seksual Pada Anak (MKSA) atau Pornografi Anak lebih banyak korban anak perempuan, tapi tingkat keparahan pornografi anak yang dibuat itu juga didapati pada korban anak laki-laki,” ujarnya kepada Media Indonesia pada Minggu (7/6).

Merujuk laporan CyberTipline - NCMEC, sebuah lembaga yang menerima aduan laporan tentang konten eksploitasi seksual anak online secara global dari 2019 - 2023. Tercatat insiden eksploitasi seksual anak atau pornografi anak yang terjadi pada ranah daring di Indonesia pada tahun 2023 berjumlah 1,9 juta kasus.

Baca juga : 1,9 Juta Konten Pornografi Anak Telah Diturunkan

Menurut Andy, terjadinya fenomena pornografi anak yang dilakukan orangtua atau ibu kandungnya merupakan bentuk dari ketidakpahaman orang tua mengenai batasan-batasan dan bentuk kekerasan seksual. Dikatakan bahwa ketika anak di-abuse secara seksual melalui video secara daring dianggap tidak berbahaya lantaran tidak ada luka ataupun potensi kehamilan.

“Ini pola asuh yang salah dipahami orang tua karena mereka menganggap anak sebagai objek yang bisa menghasilkan secara seksual. Pelaku kini tidak hanya dari kalangan laki-laki atau suami tapi sudah merambah kepada perempuan atau Ibu, karena adanya kerentanan ekonomi keluarga yang muncul,” jelasnya.

“Di sisi lain, suami juga tidak bertanggung jawab dan abai terhadap kondisi ekonomi keluarga sehingga perempuan mengambil kesempatan yang ada untuk menghasilkan uang,” lanjutnya.

Baca juga : 5,5 Juta Anak Jadi Korban Pornografi, Indonesia Duduki Peringkat 4

Lebih lanjut, Andy mengungkapkan bahwa pada kasus Ibu yang menjadi pelaku pornografi anak karena diimingi-imingi bayaran tersebut menjadi bukti bahwa pola pelaku sindikat kejahatan kekerasan seksual anak saat ini sudah memunculkan motif baru dengan memanipulasi keluarga lewat perempuan atau sosok ibu.

“Predator memanfaatkan ketidakpahaman orang tua sehingga mereka terlibat dan pelaku bisa dengan mudah menghilang, perlu upaya kepolisian juga untuk mengungkap siapa yang meminta video ini karena sering kali kita hanya fokus kepada yang membuat video (si ibu) sementara pelaku akan mencari keluarga, anak atau orang lainnya untuk membuat konten-konten kekerasan seksual lainnya,” ungkapnya.

Untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus pornografi anak, Andy menekankan pentingnya percepatan pengesahan kebijakan berupa Rancangan Peraturan Presiden mengenai Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan sebagai acuan bagi kementerian lembaga dalam upaya melindungi anak di internet.

Baca juga : Peran Media Penting Pencegahan kekerasan Seksual Terhadap Anak dan Perempuan

Selain itu, ia juga mendorong pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informasi sebagai leading sector untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Perlindungan anak melalui Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Aturan tersebut nantinya akan mengatur kewajiban para PSE atau penyedia layanan internet dan media sosial untuk ikut berperan secara khusus dalam melindungi anak dari konten pornografi.

“Perlu ada lembaga yang menjadi lead dalam upaya perlindungan anak di internet, mengingat pornografi anak saat ini sangat mudah ditemukan dan didistribusikan di internet). Direktorat anak di Bareskrim juga perlu menjadikan kasus kejahatan seksual anak terkait internet (termasuk materi kekerasan seksual anak) menjadi bagian yang harus ditangani di dalamnya,” jelasnya.

Adopsi Teknologi Pemberantasan Pornografi

Selain itu, Andy mengungkapkan bahwa UU Pornografi perlu direvisi mengingat teknologi saat ini sudah sangat berperan dan banyak modus baru dalam pembuatan, perekrutan, pendistribusian dan jual beli materi kekerasan seksual anak. Teknologi itu meliputi perangkat lunak parental controls, pengaturan khusus sistem operasi, DNS filtering, dan lain sebagainya.

“Mekanisme pendeteksian konten kekerasan seksual anak sudah diterapkan oleh beberapa lembaga internasional. Namun, Indonesia belum menggunakan teknologi ini meskipun sebenarnya dari microsoft teknologi hashes (photo DNA) sudah disumbangkan untuk upaya mencegah pendistribusian konten kekerasan seksual anak,” jelasnya.

Selain itu Andy menjelaskan pemerintah bisa mengadopsi sistem data base kasus pornofrafi anak yang dimiliki interpol sebagai kumpulan data digital untuk mencegah keberulangan pendistribusian konten. Hal itu merupakan upaya untuk mengenali lebih awal unggahan pengguna internet ke platform digital.

“Sebagian besar PSE menggunakan database ini untuk mendeteksi konten seksual anak yang diupload pengguna. Pemerintah tidak perlu khawatir filtering atau penapisan ini akan berpotensi melanggar hak asasi manusia, karena mekanisme penapisan ini bagian dari peran negara untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan di ranah daring,” ujarnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPPA) Nahar menyatakan komitmennya dalam melindungi anak-anak dari berbagai ancaman di ranah daring melalui penyusunan regulasi yang diperlukan untuk mengatasi tantangan kekerasan dan eksploitasi terhadap anak-anak yang meningkat seiring perkembangan teknologi.

“Sepertiga penduduk Indonesia adalah anak-anak, yang membuat isu perlindungan mereka menjadi prioritas utama. Anak-anak menghadapi berbagai kerentanan, terutama dengan meningkatnya penggunaan internet. Meskipun internet memberikan banyak manfaat seperti kemudahan akses informasi dan hiburan, risiko seperti bullying, eksploitasi seksual, dan kecanduan juga meningkat,” jelas Nahar.

Nahar menjelaskan bahwa RPerpres PARD saat ini masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Ia menyatakan bahwa RPerpres PARD adalah salah satu bentuk kehadiran negara untuk melindungi anak-anak yang sangat rentan menjadi korban kekerasan di ranah daring (internet).

“Saat ini rancangan peraturan presiden tentang peta jalan perlindungan anak di ranah daring dalam tahap harmonisasi, ranahnya di Kemenkumham. Peraturan ini dibuat demi merespons kriminalitas seperti kekerasan, pornografi, pelecehan seksual, dan perundungan anak-anak di ranah daring yang semakin gencar,” ujar Nahar.

Selain melengkapi regulasi, pemerintah melalui Kemenko Polhukam dan beberapa K/L juga akan membentuk satuan tugas (satgas) untuk menangani permasalahan pornografi anak. Sinergi penanganan dilakukan mulai dari tahap pencegahan, penanganan, penegakan hukum, dan pasca kejadian. Diketahui saat ini, Satgas tersebut masih berpores, lantaran pemerintah masih fokus pada satgas pemberantasan judi online.

“Satgas ini akan memberikan edukasi dan sosialisasi terhadap bahaya pornografi anak. Pembentukan Satgas masih dalam proses persiapan oleh Kemenko PMK selaku Ketua GTP3 dan Kemenko Polhukam selaku Ketua GT PPTPPO, karena terdapat beberapa irisan pada kasus-kasus eksploitasi di ranah daring dalam bentuk pornografi adalah korban TPPO,” tandasnya.

Terpisah, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kawiyan mengatakan, kembali terjadinya kejahatan seksual kepada anak-anak yang dilakukan orang terdekat atau bahkan orangtua sangat memprihatinkan. Menurutnya, pelaku perlu diperiksa kondisi kejiwaannya oleh psikiater. Sedangkan anak harus diselamatkan dengan dilakukan pendampingan psikologi, pendampingan sosial, dan pemulihan fisik, psikis dan mental.

“Kasus tersebut menjadi bukti bahwa orangtua (ayah atau ibu) dan orang terdekat lainnya sering menjadi pelaku kekerasan terhadap anak sendiri, baik berupa kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan seksual,”

Berdasarkan catatan KPAI 2023, ada 2.656 pengaduan terkait kekerasan pada anak dengan jumlah korban 3.658 jiwa. Dari jumlah kasus itu, 358 kasus di antaranya merupakan kejahatan seksual. Dari kasus kejahatan seksual itu, 262 kasus atau 9,6% kasus kekerasan pada anak dilakukan oleh ayah kandung dan 153 kasus atau 6,1% dilakukan oleh ibu kandung. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat