visitaaponce.com

Pembangunan Embung Era Ganjar Lebihi Target, Ini Dampaknya

Pembangunan Embung Era Ganjar Lebihi Target, Ini Dampaknya
Salah satu embung yang dibangun di Banyumas, Jawa Tengah.(MI/Lilik Darmawan)

SELAMA ratusan tahun, Desa Karangtalun Kidul, Kecamatan Purwojati, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) hanya dapat panen sekali dalam setahun. Ketika musim kemarau datang, tak dapat dihindari bencana kekeringan. Sawah-sawah di wilayah setempat juga merupakan tadah hujan, sehingga dibiarkan saja selama musim kemarau.

"Dari cerita nenek moyang saya, tidak pernah ada cerita di Desa Karangtalun Kidul dapat menanam padi hingga dua tahun. Paling setahun sekali. Selebihnya sawah dianggurkan. Kadang ditanami palawija, namun jarang juga, karena sulitnya mendapat air. Memang, air menjadi masalah
bagi kami," kata Rikam, perangkat Desa Karangtalun Kidul kepada Media Indonesia pada Senin (28/11).

Kisah sawah yang mengalami kekeringan dan hanya dapat tanam sekali setahun dalam kurun ratusan tahun berakhir pada 2018 lalu. Saat embung di desa setempat rampung dibangun. "Pada 2018 lalu, embung dibangun di desa kami. Sehingga dalam tiga tahun, petani di sini sudah dapat menanami padi sawah dua kali dalam setahun. Benar-benar sangat berubah, karena sebelumnya hanya sekali setahun," ungkap Rikam.

Petani desa setempat, Kartim, 53, mengaku bahagia karena berkat embung, dirinya bisa menanam dua kali dalam setahun. "Selama hidup saya, baru tiga tahun terakhir dapat menanam padi dua kali setahun. Hasilnya juga  bagus. Saya memiliki lahan 0,5 hektare (ha) dan mampu menghasilkan 2,5 ton. Sehingga sekali panen dapat menghasilkan Rp10 juta, karena harga gabah kering panen (GKP) kisaran Rp4 ribu per kg," jelasnya.

Kepala Desa (Kades) Karangtalun Kidul, Darso, mengungkapkan embung yang dibangun Pemprov Jateng itu luasannya mencapai 10 ribu meter persegi (m2). Embung membuka harapan baru petani, karena setahun dapat panen dua kali dalam tiga tahun terakhir. "Embung dibangun lewat biaya APBD Jateng senilai Rp1,1 miliar dan mampu mengalirkan air bagi 30 ha areal sawah di desa ini," kata Kades.

Kalau hitung, rata-rata per ha mampu menghasilkan 5 ton GKP, maka ada tambahan produksi GKP sebanyak 150 ton. Jika harga gabah Rp4 ribu, maka ada tambahan penghasilan hingga Rp600 juta setiap tahunnya.

Manfaat embung juga dirasakan oleh warga Desa Kalibagor, Kecamatan Kalibagor. Embung Songgom yang berada di sekitar perbukitan desa setempat menyulap areal yang sebelumnya gersang menjadi kawasan perkebunan yang produktif. Daerah sekitar embung menjadi lokasi penanaman kelengkeng. Selain itu, embung juga menjadi tempat wisata terutama pagi dan sore hari.

Perangkat Desa Kalibagor, Manto, mengatakan embung yang memiliki luas sekitar 0,5 ha dan menampung 8 ribu lebih kubik air tersebut mampu mendongkrak penghasilan warga. "Setelah embung dibangun, kami juga mendapatkan dana CSR dari Bank Jateng senilai Rp1,1 miliar untuk
pengembangan sentra kelengkeng di sekitar embung. Dalam beberapa tahun terakhir, pohon kelengkeng sudah menghasilkan buah," katanya.

Manto mengatakan dengan adanya embung, maka dapat mengairi pohon kelengkeng yang ditanam pada areal seluas 15 ha. Ada sekitar 2.500 pohon kelengkeng yang saat sekarang menghasilkan buah. "Masing-masing pohon, mampu memproduksi 10 kg kelengkeng. Harga kelengkeng bervariasi antara Rp35 ribu hingga Rp40 ribu per kg. Dalam satu pohon bisa menghasilkan Rp350 ribu hingga Rp400 ribu. Sehingga 2.500 pohon minimal mampu mendapatkan hasil hingga Rp875 juta hingga Rp1 miliar," ujarnya.

Surplus Pangan

Banyumas menjadi salah satu daerah sentra padi di Jateng. Bahkan, setiap tahunnya mengalami surplus pangan. Apalagi, dengan adanya program pembangunan embung yang dicanangkan semasa pemerintahan Gubernur Ganjar Pranowo, maka daerah-daerah yang sebelumnya kering, kini ada solusinya.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dinpertan KP) Banyumas Jaka Budi Santosa mengakui dengan pembangunan embung, maka berdampak pada wilayah di sekitarnya. "Misalnya saja di Desa Karangtalun Kidul, Kecamatan Purwojati. Di desa setempat, sebelumnya dalam setahun hanya sekali masa tanam dan panen, saat sekarang sudah dua kali. Tentu saja, hal ini akan menambah produksi padi di Banyumas," katanya.

Jaka mengatakan dengan produksi padi rata-rata 5,82 ton setiap ha, jumlah produksi tahun 2020 lalu mencapai 371 ribu ton gabah kering giling (GKG) atau 237 ribu ton lebih beras. Kemudian pada 2021 lalu, produksi padi mencapai 376 ribu ton lebih GKG atau 240 ribu ton lebih beras. "Sedangkan pada 2022 diproyeksikan mencapai 376 ribu ton lebih GKG atau 240 ribu ton lebih beras. Kalau dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi padi di Banyumas hampir sama," jelasnya.

Dengan asumsi konsumsi beras per kapita per tahun sebanyak 111,58 kg, maka dengan jumlah penduduk 1,77 juta jiwa membutuhkan beras sekitar 200 ribu ton per tahun. Sehingga jiak dibandingkan dengan jumlah produksi yang mencapai 240 ribu ton, maka masih ada surplus hingga 40 ribu ton.

Dalam kesempatan terpisah, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan pada saat awal menjabat, pemerintahannya menargetkan pembangunan 1.000 embung di provinsi setempat. “Apakah cukup ditangani Pemprov Jateng sendiri? Jelas tidak. Maka kita gandeng pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, perusahaan sampai vilantropis untuk turut serta memperkuat program itu," kata Ganjar.

Gubernur mengatakan sampai sekarang, ternyata embung yang ada di Jateng telah mencapai 1.135 embung atau melebihi target. "Alhamdulillah sampai sekarang sudah 1.135 embung kita bangun dan melebihi target. InsyaAllah pembangunan ini tidak akan berhenti untuk kemandirian petani. Semakin masifnya pembangunan embung yang kita lakukan, memberi dampak positif bagi petani. Bahkan, bisa menambah hasil panen. Jika sebelumnya dua kali menjadi tiga kali," katanya.

Ganjar mengatakan salah satu dampak positif yang dirasakan dari pembangunan embung adalah naiknya produksi khususnya padi di Jateng. Bahkan, tahun 2019 Jawa Tengah berhasil jadi produsen padi terbesar Tanah Air dengan produksi 9,6 juta ton GKG. Tahun 2020 ketika terjadi
pandemi, produksi 9,4 juta ton GKG. Maka kita genjot pada tahun 2021 dan kembali produksi 9,61 juta ton GKG. Tahun 2022, akan melebihi, sebab sampai Oktober kemarin tercatat capaiannya sudah 9,57 juta ton GKG. Harapannya bisa tembus sampai 9,8 juta ton GKG.

Ganjar berharap dengan semakin banyaknya embung yang dibangun, maka kuantitas dan kualitas produksi bakal meningkat."Dari sinilah cita-cita kemandirian pangan kita wujudkan. Karena persoalan pangan adalah persoalan hidup matinya sebuah bangsa," pungkasnya. (OL-13)

Baca Juga: Peralihan Fungsi Lahan Picu Banjir Bandang Di Banyuwangi

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat