visitaaponce.com

Ketika Harga Air Lebih Mahal dari Beras dan Gas Elpiji

Ketika Harga Air Lebih Mahal dari Beras dan Gas Elpiji
Bantuan Sumur Bor di Malang, Jawa Timur.(MI/Bagus Suryo)

PAGI itu, siswa SDN 01 Tegalrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, bernyanyi sembari mencuci tangan di halaman sekolah. Mondi, Saka, Dani dan Nazril turut menyambut kegembiraan.

Seusai belajar di perpustakaan dengan ditemani guru kelas 6 Antina Tri Mupida, mereka bermain bersama teman-temannya.

Mereka sumringah menyambut hadirnya air bersih kala kemarau. Air mengalir deras memenuhi tandon air terhubung langsung dengan sumur bor yang menyatu dengan areal kebun karet dan cengkeh di Kebun Pancursari PTPN XII.

Baca juga : Kasus Kekeringan di Indonesia 2013-2023

Di kebun peninggalan Belanda itu, suasana keceriaan anak-anak  terbilang langka. Pasalnya, baru kali ini siswa bisa bermain air dari sebelumnya selalu merasakan kekeringan.

Begitu berharganya air kala kemarau selama bertahun-tahun sampai tak ada ruang boros air seperti hari ini. Kini, air dari sumur bor telah memberikan manfaat bagi warga. Meski air belum mengalir sampai jauh merambah seluruh pelosok dusun, tetapi bantuan itu nyata memberikan manfaat.

Baca juga : Doa dan Tata Cara Salat Istisqa untuk Meminta Hujan, Sesuai Sunnah Rasulullah

"Penerima manfaat 750 kepala keluarga, sekolahan dan tempat ibadah," tegas Manajer Kebun Pancursari PTPN XII Wibi Rikananto, Rabu (23/8).

Wibi mengatakan bantuan dua sumur bor berkapasitas 2 ribu liter per jam. Bantuan diserahkan untuk warga bersama Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana sejalan menanam 2 ribu pohon sengon di kebun setempat.

Desa Tegalrejo selalu kekurangan air saat kemarau. Jangankan untuk mandi, memenuhi minum saja terbilang kurang. Ketika kemarau tiba, warga biasanya mengandalkan air yang tersisa di sumur, sumber dan sungai. Bila sudah mengering, mereka merogoh kocek kian dalam terpaksa membeli air yang dikirim melalui truk tangki dari luar desa.

Kepala SDN 01 Tegalrejo dan SMPN 5 Sumbermanjing Wetan Supriyadi mengatakan Desa Tegalrejo kini masih ada air karena kemarau belum begitu parah. Bila kemarau memasuki bulan September-Oktober biasanya pasti kekeringan. Air pun menjadi langka.

Di desa lainnya, yaitu Desa Sumbermanjing Wetan, warga selalu kekurangan air tiap hari sekalipun tidak musim kemarau. Di desa tempat tinggal Supriyadi itu sumur tidak keluar air, sungai maupun sumber pun tak ada airnya. Bahkan, tidak ada layanan PDAM. Warga harus membeli air untuk keperluan rumah tangga.

"Saya warga asli Sumbermanjing Wetan. Setiap harinya beli air untuk kebutuhan empat orang, yaitu saya, istri dan dua anak, sebulan habis Rp240 ribu," tuturnya.

Saban hari, para penjual air melayani warga. Pengusaha meraup untung dari keadaan krisis air di desa-desa Malang selatan.

"Air jadi kebutuhan pokok. Warga bisa mengurangi beras untuk makan, tetapi kebutuhan air tidak bisa dikurangi," katanya.

Sampai kini, warga mengeluarkan biaya hidup selain untuk makan dan kebutuhan lainnya juga membeli air. Padahal, air bersih dan sanitasi merupakan urusan wajib pemerintah daerah. Pemerintah bisa digugat bila gagal memenuhi standar kebutuhan pokok air minum setidaknya 10 meter kubik/kepala keluarga/bulan atau 60 liter/orang/hari.

Faktanya, sejak zaman kolonial Belanda sampai sekarang, warga merasakan krisis air bersih. Warga bukannya berpangku tangan, tapi mereka sudah lama berusaha dan berupaya. Pernah berkali-kali mengebor sumur tapi tidak keluar airnya. Pernah pula mengajukan ke Pemkab Malang dan Pemprov Jatim, namun belum ada solusi.

Tokoh Masyarakat Kecamatan Sumbermanjing Wetan Haji Abdurrahman akrab disapa Abah Dur menyatakan sekarang sudah memasuki kemarau berimbas debit air di sumur milik warga mulai berkurang. Karena itu, masyarakat membutuhkan air.

Biasanya, warga membeli air seharga Rp150 ribu sampai Rp170 ribu per tangki lantaran pemerintah tak bisa diandalkan dalam
memasok air bersih saban hari.

Menurut Abah Dur, warga yang saban harinya kekurangan air berada di Desa Sumbermanjing Wetan, Harjokuncaran, Ringinkembar, Ringinsari dan Tegalrejo. Sejauh ini, layanan air bersih PDAM tak kunjung sampai pelosok dusun kendati warga sudah menunggu layanan itu selama bertahun-tahun.

"Air kebutuhan utama, warga selain mengantre untuk mendapatkan air di sumber juga membeli air," ungkapnya.

Begitulah keadaan warga setiap kemarau tiba. Padahal, warga kebanyakan bekerja buruh tani dengan penghasilan Rp40 ribu per hari atau Rp1,2 juta per bulan.

Di daerah itu, air menjadi kebutuhan pokok yang harus dibeli seperti beras. Bahkan, harga air lebih mahal ketimbang beras dan gas elpiji. Para buruh tani tak bisa mengandalkan pemerintah kendati uang mereka habis untuk membeli air.

"Kami berharap, subsidi jangan hanya berupa beras, tetapi air juga harus disubsidi. Saya juga berharap program air bersih dari PDAM sampai pelosok dusun yang kerap mengalami kekeringan," pungkasnya. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat