visitaaponce.com

Wujudkan Mimpi Membangun Ekonomi dari Udang Vaname

Wujudkan Mimpi Membangun Ekonomi dari  Udang Vaname
Reno, Ketua Kelompok Pembudidaya Vaname Multazam menunjukkan benih yang sudah ditebar di tambak, Jumat (8/9/2023)(MI/Yoseph Pencawan )

RENO terlihat gembira saat menunjukkan isi tambaknya. Begitu jaring kecil diangkat, beberapa udang kecil bercorak putih muncul. Reno akan tenang pikirannya bila udang-udang itu sehat dan terus bertumbuh sehingga uang panen Rp160 juta akan masuk ke kantongnya.

Udang vaname yang dibudidayakan oleh Reno sudah lama dikenal masyarakat. Udang bernama latin Litopenaeus vannamei ini mulai dibudidayakan di Indonesia pada 2001 setelah keluarnya izin dari Menteri Kelautan dan Perikanan SK Nomor 41 Tahun 2001.

SK tersebut diterbitkan setelah udang windu mengalami penurunam produksi sejak 1996. Setelah tiga tahun SK Iitu keluar, produksi udang vaname tumbuh pesat di Indonesia dan global.

Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat produksi udang vaname pada 2016 mencapai 53% dari total produksi jenis-jenis udang yang dibudidayakan secara global.

Udang pun kini menjadi salah satu komoditas perikanan dengan tingkat permintaan yang tinggi. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan udang saat ini tampil sebagai komoditas ekspor terbesar dibandingkan dengan komoditas perikanan lainnya.

Volume eskpornya mencapai 239,28 juta kilogram dengan nilai US$2,04 miliar pada 2020. Reno dan kawan-kawan tidak sampai bersandar dari fakta-fakta statistik di atas untuk membuka tambak.

Namun hanya dengan kalkulasi sederhana bahwa budidaya udang vaname dapat mendatangkan keuntungan yang menjanjikan dengan skala usaha mereka. Meski terdengar seperti bercanda, Reno juga berujar pilihannya membuka tambak udang karena muncul dalam mimpinya. "Memang mimpi. Mimpi budidaya vaname ini," ungkapnya, Jumat (8/9).

Tambak Reno berlokasi di Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatra Utara. Budi daya udang vaname relatif belum banyak dilirik warga di desa itu untuk menjadi sumber ekonomi.

Menurut Reno, baru ada sekitar 10 tambak vaname di sana, termasuk miliknya bersama teman-teman. Mayoritas warga masih mengandalkan perkebunan.

Kabupaten Batubara belum tergolong daerah penghasil udang. Meskiv memiliki garis pantai sepanjang 119 kilometer, tetapi udang belum menjadi primadona hasil kelautan dan perikanan di Batubara, apalagi dari hasil budidaya.

Belum populernya budidaya udang vaname di daerahnya membuat Reno dan kawan-kawan mencari sendiri informasi dan pengetahuan dari berbagai sarana. Mulai dari membaca buku, mengunjungi daerah penghasil, hingga belajar dari media sosial.

baca juga: Yudha Bertahan di Sisi Bara Tradisi Jaga Kualitas

Awalnya, Reno dan teman-temannya melakukan budi daya vaname secara terpisah atau sendiri-sendiri dengan luas kolam tambak yang relatif sama, sekitar 440 meter persegi. Namun pada 2022 mereka membuat keputusan besar.

Mereka menggabungkan tambak mereka yang terdiri dari empat kolam dan membentuk Kelompok Pembudidaya Vaname Multazam dan Reno menjadi ketuanya. Kelompok yang kini berjumlah delapan orang itu mengawali usaha budi daya udang dengan modal sekitar Rp100 juta sampai dengan panen pertama.

Diproyeksikan, modal tersebut sudah aman untuk membudidayakan 150.00 ekor vaname dan biaya operasional hingga panen. Namun ternyata modal tersebut belum memadai. Sebanyak 80% dari modal sudah tersedot untuk pembelian benih dan pakan, sedangkan mereka masih membutuhkan berbagai perlengkapan tambak yang memadai.

Hingga kemudian, Reno menyebutnya atas seizin Tuhan teman yang lain datang. PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, memberi dukungan ke Kelompok Multazam dengan program CSR atau TJSL (Tanggung jawab sosial perusahaan atau tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan).

Kini kelompok pembudidaya vaname itu sudah dua kali mendapat bantuan dari Inalum. Kali pertama, mereka mendapat bantuan beberapa bulan setelah membuka tambak, berupa kincir angin, pompa air, jaring dan alat panen.

Bantuan kedua datang beberapa bulan lalu dengan ragam alat yang serupa dan bernilai lebih banyak. Hingga dirasa Reno dkk sudah sangat memadai untuk menopang tambaknya.

Menurut Reno, semua perlengkapan tersebut memang sesuai dengan yang mereka butuhkan. Dia melihat hal itu tidak lepas dari proses pemetaan yang dilakukan manajemen Inalum dalam penyaluran bantuan.

Sebelum bantuan disalurkan, pihak Inalum terlebih dahulu bertanya kepada mereka perlengkapan apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung operasional tambak. Kemudian semua yang disalurkan Inalum sesuai dengan yang diminta oleh Kelompok Multazam.

Kini sebanyak tiga unit pompa berkapasitas tiga liter per detik menjaga sirkulasi air di tambak udang Kelompok Multzam. Sirkulasi air merupakan aspek vital untuk pertumbuhan udang vaname. Mereka bahkan sudah mempunyai genset untuk mengantisipasi kemungkinan listrik padam.

Inalum mencatat, bantuan kepada Kelompok Multazam merupakan bagian dari 125 mitra binaan yang menjadi sasaran CSR perusahaan. Mahyaruddin Ende, Corporate Secretary Inalum mengungkapkan perseroan telah mengucurkan dana CSR hingga Rp141 miliar dalam lima tahun terakhir.

Pada 2023, Inalum mengalokasikan dana CSR sebesar Rp25 miliar dengan kriteria sasaran mitra yang masih sama. Yakni memiliki visi dan misi yang sejalan dengan Sustainability Development Goals 2030 dan Sustainability Pathway yang dimiliki oleh Grup Holding.

Mitra sasaran CSR juga merupakan organisasi, lembaga atau usaha yang diketahui pemerintah setempat. Tidak kalah penting, program yang
diajukan bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat dalam bentuk kebermanfaatan yang berkelanjutan.

"Bahkan tidak sedikit dari mitra binaan yang sudah menjadi pemasok, penyuplai atau penyedia jasa dari kebutuhan industri kita," ujar
Mahyaruddin.

Bukan hanya bantuan perlengkapan yang diterima. Menurut Reno, Inalum juga memberi pendampingan dan mengajak mereka mengikuti pelatihan-pelatihan pembudidayaan udang.

Dari situ, Kelompok Multazam juga dapat menciptakan kiat khusus yang dapat meningkatkan hasil produksi, yakni dengan penggunaan bahan herbal. Seperti temu lawak, jahe merah, kunyit dan lainnya. Bahan-bahan herbal tersebut diolah sedemikian rupa dan digunakan untuk campuran pakan.

Udang vaname yang mereka buddayakan memiliki tiga siklus dalam setahun. Itu artinya, setiap tahun mereka mendapat tiga kali panen dengan rentang waktu empat bulan.

Jika tidak ada persoalan yang berarti Kelompok Multazam bisa memperoleh hasil panen sebanyak dua ton udang. Dengan harga per kilonya sekitar Rp80.000, mereka dapat mengantongi hasil penjualan sebesar Rp160 juta.

Sebelum beranjak meninggalkan kolam, dia juga menuturkan kegembiraan yang lain saat panen tiba. Bukan hanya soal hasil panen. Namun sudah menjadi kebiasannya sejak awal membuka tambak, menyisihkan udang hasil panen untuk dibagi-bagikan kepada warga sekitar.

"Bukan soal banyaknya bang, tapi bisa jadi ada tetangga kita yang jarang makan udang karena ekonominya sulit dan lainnya," tutur dia.

Dari penuturannya juga diketahui Kelompok Multazam selama ini selalu memberi cangkang udang (bekas pergantian kulit udang) ke peternak bebek yang berada di sekitar tambak, secara cuma-cuma. Cangkang udang itu sangat bermanfaat bagi tetangga peternak mereka karena digunakan sebagai campuran pakan bebek.

Hari sudah mendekati senja. Reno kemudian menutup gerbang kolam dibantu dua pegawai tambak yang merupakan warga setempat. Si pemimpi itu yakin esok ia masih akan terus diiringi teman-teman membangun ekonomi dan mewarnai lingkungan sekitarnya dengan vaname.(N-1)

 

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat