visitaaponce.com

Penyintas Berdialog Dengan Kanker Agar Hidup Terus Berlanjut

Penyintas Berdialog Dengan Kanker Agar Hidup Terus Berlanjut
Akademisi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Jawa Timur, Dyah Widodo dam Ganif Djuwadi menunjukkan tips semangat hadapi kanker(MI/Bagus Suryo)

PAGI itu, ibu-ibu larut dalam suasana keceriaan. Nyaris tak terlihat sebagai penyintas kanker payudara. Mereka berbagi cerita untuk saling menguatkan dan memotivasi bersama psikolog dari Rumah Sakit Jiwa dr Radjiman Wediodiningrat Lawang dan akademisi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kemenkes di Malang, Jawa Timur.

Rini kini berusia 49 tahun. Warga Kota Malang, Jawa Timur bercerita sempat terdiam ketika didiagnosis menderita kanker. Benjolan kecil di buah dada membuat mulut ibu dua anak ini tercekat.

"Ada benjolan di payudara dari hasil medical check up pada 2018 lalu," tegas Rini, Sabtu (7/10).

Saat itu, ia seakan tak menerima kenyataan, bisa dibilang menghakimi takdir. Meski berusaha tegar, tetapi batinnya terus bergejolak. Kerisauan amat sulit disembunyikan. Dalam benaknya, mengapa begitu cepat hidup ini akan berakhir. Sementara sang anak masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang.

Saking paniknya, ia membuatkan rekening bank untuk biaya sekolah anaknya. Sang buah hati pun diajari memasak agar mandiri. Kanker telah mengubah pola aktivitas.

"Saat kerja, saya selalu membawa bekal 10 butir telur, botok ikan kutuk, dada ayam dan brokoli," katanya sembari menutup kepala dan selalu bermasker guna menutupi efek kemoterapi.

Dalam bekerja dan berkeluarga pun, berusaha membuat dirinya terlihat sehat agar rekan kerja dan anak-anak tak mengira sedang sakit.

Ia mengatakan sang anak membuatnya kuat sampai sekarang. Tapi, suasana kebatinan sering bercampur aduk, spirit pun naik turun. Sesekali bersemangat, lalu down. Namun, ia tak menyerah. Kemudian memutuskan bersama suami berobat ke dokter Wiwin di Surabaya. Dokter memberikan penguat dan semangat sembari menenangkan.

"Dokter berkata yang mengetahui penyakit itu sifat kita sendiri. Ajak ngomong itu sakitnya."

Tips itu ia lakukan saban hari. Dalam tahajud pun selalu berdoa. "Kanker, yuk kita enggak saling menyakiti, yuk. Biar mudah pengobatannya. Yuk, aku juga enggak ingin sakit, tentu kamu juga demikian. Kita sama-sama makhluk Allah, kita sama-sama cari enak," ungkapnya.

Dengan mengajak berdialog kanker, ia merasakan kesembuhan. Semangat hidup menjadi meningkat. "Kanker itu juga makhluk hidup, ciptaan Allah, yang harus ada di tubuh kita."

Berdialog dengan kanker rutin sampai sekarang sembari melanjutkan pengobatan, kemoterapi dan operasi.

"Namanya kanker itu, kita harus siap dengan kejutan-kejutan, yakni penyebaran. Alhamdulillah, sekarang ada benjolan di leher saya."

Rini berbagi pengalaman dengan pada para penyintas. "Enggak boleh lengah kontrol ke dokter meskipun capek wira-wiri ke rumah sakit dan harus antre. Enggak boleh kecapekan dan harus positive thinking."

Pengalaman serupa diungkapkan Rina terdiagnosis kanker pada 2019. Ia sempat kerepotan mengasuh anak yang masih balita. Beruntung, orang tua turut membantu. Sang suami pun memberikan dukungan.

"Cara bertahan dan memotivasi diri bahwa sakit itu berkah, selalu dekat dengan Tuhan. Dan, terus memperbaiki diri."

Ketua Yayasan Sahabat Peduli Kanker Kota Malang Deni Dwiyanti mengatakan tergerak hati bersama penyintas untuk wadah saling berbagi ilmu, pengetahuan, pengalaman dan motivasi. Sekaligus saling berbagi pengalaman dan tips.

"Komunitas menjawab ketidaktahuan, ketakutan dan kekhawatiran kita tentang kanker," tutur Deni Dwiyanti yang juga tenaga kesehatan di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang.

Sejak berdiri dua tahun lalu, Yayasan Sahabat Peduli Kanker sudah beranggotakan 324 penyintas berbagai jenis kanker di Jatim. Hanya 27 orang penyintas di luar kanker payudara.

baca juga: Charm Bersama YKPI Ajak Masyarakat Deteksi Dini Kanker Payudara

Mereka berhimpun untuk saling menguatkan dengan pendampingan seorang dokter dan psikolog. Termasuk kompak membantu penyintas berupa dukungan moral dan materiel karena ada yang dari keluarga miskin.

Kunjungan ke rumah para penyintas dilakukan secara rutin. Home visit bukan saja ke rumah para penyintas, melainkan juga mengunjungi rumah sakit saat pengobatan dan perawatan. Komunitas membantu makanan, susu dan vitamin.

Sementara itu, dosen Program Studi D3 Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang Dyah Widodo menyatakan penyintas perlu kelompok untuk saling bantu dan saling dukung karena mereka tak sendiri.

Dyah juga memberikan solusi dengan membuat buku panduan tips tetap semangat dan bahagia bagi survivor kanker payudara. Selain itu, buku mengenal kanker payudara dan deteksi dini kanker payudara. Termasuk membuat inovasi protese payudara. Penelitian bekerja sama Poltekkes Malang dan Poltekkes Surakarta. "Kami berharap ada teman-teman yang sehat turut membantu," ujarnya. (N-1)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat