visitaaponce.com

Kesaksian Penyintas Kanker Bau Kencur

Kesaksian Penyintas Kanker Bau Kencur
Gantyo Koespradono, Mantan Wartawan, Pemerhati Sosial Politik(MI/HO)

MASYARAKAT internasional, hari ini, Minggu (4/2) memperingati Hari Kanker Sedunia. "Close The Gap" adalah tema besar yang diusung sejak 2022 dan masih berlaku hingga 2024.

Mengacu pada tema besar tersebut, fokus kampanye Hari Kanker Sedunia tahun ini adalah 'Bersama-sama, kita menantang mereka yang berkuasa.'

Maksud kata 'menantang' di atas tentunya bukan dimaksudkan sebagai ajakan kepada para penderita/penyintas atau mereka yang peduli kanker untuk melawan pemerintahan di banyak negara yang mengabaikan kanker.

Baca juga : Upaya Kolaboratif IHC dan Komunitas Penyintas Bersama Perangi Kanker

Bisa jadi 'menantang' yang dimaksud adalah mereka yang selama ini merasa sehat namun tidak peduli dengan tubuhnya sendiri. Atau mereka yang bersikap mentang-mentang berkuasa atas tubuhnya, lantas menganggap enteng penyebab kanker.

Setidaknya saya pun demikian. Sebelum masyarakat dunia memperingati Hari Kanker Sedunia, dua pekan lalu, tepatnya Sabtu (27/1), saya resmi berstatus sebagai penyintas kanker.

Status baru dalam kehidupan saya itu setelah dokter spesialis THT/laring (tenggorokan, hidung dan telinga) memastikan tumor di pita suara (laring) saya sebagai kanker dengan stadium dua.

Baca juga : Dibutuhkan Nutrisi Optimal Bagi Penyintas Kanker Anak dan Remaja

Saya, selama ini, berkuasa atas tubuh saya. Namun, saya tidak begitu peduli dengan kesehatan saya. Pada awalnya yang saya rasakan hanyalah batuk biasa, namun tidak kunjung reda, meskipun sudah beberapa kali berobat ke dokter.

Lambat laun suara saya hari demi hari tidak saja serak, tapi semakin hilang. Nyaris tak terdengar, sampai saat saya menulis artikel ini.

Berbagai anjuran seperti minum air kencur sudah saya lakukan. Tapi tetap tak membawa hasil. Saya malah yang bau kencur.

Baca juga : Waspadai Kekambuhan Kanker Payudara, Faktor Risiko, dan Gejala Awal Kedua

Tak tahan dengan suara parau saya yang semakin parah, saya pun berobat ke dokter THT di rumah sakit cukup besar di kawasan Gading Serpong, Tangerang.

Dokter mengendoskopi tenggorakan saya. Hasilnya ada tumor di pita suara saya. Solusinya harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter spesialis laring di Jakarta.

Pasalnya, tidak ada seorang pun dokter spesialis laring di Tangerang. Saya tidak habis pikir, bagaimana dengan warga masyarakat di daerah-daerah terpencil yang mengalami kasus seperti saya? Ke mana mereka mencari dokter ahli? Masa sih harus terus menerus dijejali dengan kencur?

Baca juga : HPV Ternyata Juga Sebabkan Kanker Anus

Karena salah seorang dokter spesialis laring yang dirujuk oleh dokter THT di Tangerang praktik di RS Pondok Indah, saya pun berkonsultasi kepada sang dokter di rumah sakit tersebut.

Dokter memutuskan, saya harus menjalani biopsi. Saya tidak menyangka, melakukan biopsi tumor di pita suara ternyata harus dengan cara operasi besar.

Saya pasrah meskipun biaya operasinya tidak tertutup dengan asuransi. Artinya saya masih harus nombok kekurangannya. RS Pondok Indah belum bekerja sama dengan BPJS untuk urusan perkankeran. Selain itu, saya juga masih harus melakukan CT scan/MRI di rumah sakit lain yang biayanya sebagian dicover BPJS.

Baca juga : Vaksin HPV Paling Optimal Diberikan Saat Praremaja

Namun, saya apresiasi pelayanan RS Pondok Indah. Benar-benar luar biasa. Secara psikologis bisa menenangkan pasien seperti saya.

Setelah biopsi keluar pada Sabtu (27/1) lalu, dokter spesialis laring memastikan tumor di pita suara saya adalah kanker berstadium dua.

Solusinya? Saya bersyukur dokter memutuskan saya harus menjalani radioterapi (penyinaran) sebanyak 33 kali.

Baca juga : Pendarahan Usai Berhubungan Intim Bisa Jadi Gejala Kanker Serviks

Tidak semua rumah sakit punya peralatan radioterapi. RS yang pasti punya peralatan ini berdasarkan pengetahuan saya adalah RSCM Jakarta, RS Gatot Subroto, dan RS Kanker Dharmais. Dokter mengatakan silakan kalau mau radioterapi di RSCM dengan konsekuensi harus antre hingga dua bulan.

Beruntung di tengah kebingungan untuk radioterapi, ada teman memberitahu bahwa RS Mayapada Tangerang -- kebetulan saya tinggal di Tangerang -- mempunyai fasilitas layanan radioterapi dan BPJS bisa meng-cover biayanya.

Menurut informasi yang saya peroleh, biaya satu paket radioterapi yang 33 kali, sebesar Rp60.000.000. Wow! Itu berarti total biaya pengobatan kanker laring saya untuk sementara ini Rp100.000.000 lebih.

Baca juga : YKAI Hadirkan Pianis asal Inggris George Harliono dalam Konser Amal "Symphony For Life"

Saya cuma bisa berandai-andai dan bertanya-tanya bagaimana jika ada warga masyarakat di daerah terpencil yang tidak tahu apa-apa tentang penyakit ini dan solusinya? Mereka tidak punya pula akses BPJS.

Akibat Rokok

Setelah dokter memvonis tumor laring saya berstadium dua, saya bertanya apa penyebabnya? Secara spesifik dokter hanya menjelaskan bahwa 100% pasiennya yang berkasus kanker laring, semuanya perokok.

Lho, saya, kan, bukan perokok? Saya bertanya ke dokter. Dengan ringan dokter menjawab, "Sangat mungkin, bapak perokok pasif."

Baca juga : 7 Bayi Prematur di Gaza Meninggal, Israel Kepung RS dengan Tank dan Penembak Jitu

Sang dokter lalu menjelaskan ia pernah menangani seorang perempuan pasien kanker laring karena suaminya perokok.

Saat saya berkonsultasi ke dokter onkologi (perempuan) kanker yang akan menangani radioterapi saya juga menjelaskan salah satu penyebab kanker laring adalah akibat rokok.

Halo, Anda yang memiliki kuasa atas tubuh Anda, silakan mau percaya atau tidak? Apa yang saya tulis di atas hanya kesaksian saya sebagai pendatang baru penyintas kanker yang masih bau kencur.

Baca juga : Jenis Obat Kanker yang Ditanggung JKN Berkurang?

Di saat masyarakat dunia memperingati Hari Kanker Sedunia, saya hanya ingin ikut berpartisipasi, "Bersama-sama, kita menantang mereka yang berkuasa." 

Boleh, dong, saya menantang Anda yang tidak peduli dengan kesehatan diri Anda sendiri.

Baca juga : Anak dengan Mikrotia harus Diberi Penjelasan sebelum Jalani Operasi

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat