visitaaponce.com

Doa Tolak Bala dan Kenduri Sawah, Tradisi Terun-temurun Petani Aceh

Doa Tolak Bala dan Kenduri Sawah, Tradisi Terun-temurun Petani Aceh
Suasana samadiah, tahlil, doa tolak bala dan tradisi kenduri sawah di Desa Gampong U, Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie, Aceh.(MI/Amir MR)

BERBAGAI tradisi tolak bala dan cara mensyukuri nikmat Tuhan dilakukan oleh hambanya, tak terkecuali para petani di Aceh. Petani di Aceh sering menggelar tradisi kenduri syukuran atau kenduri tolak bala seraya makan bersama. Ada yang dilakukan di rumah, balai desa atau kawasan permukiman warga lainnya.

Menariknya hal itu sering juga digelar di tengah sawah nan luas. Apalagi di tengah sawah tempat mereka mencari rizki menanam padi itu ada makam ulama yang dianggap keramat.

Di Desa Pulo Gampong U, Kemukiman Lhok Kaju, Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh misalnya. Pada hari Minggu (21/1) menjelang siang, warga ramai-ramai keluar ke tengah sawah guna menggelar kenduri dan berdoa tolak bala.

Kenduri dengan lauk menyembelih seekor kambing serta menikmati nasi kulah (nasi berbungkus daun pisang). Ini terlaksana berkat kekompakan kaum ibu menyumbangkan dua kulah nasi dan kaum lelaki mengumpulkan sedekah untuk kebutuhan masakan kari kambing.

Baca juga: Mengintip Ritual Bercocok Tanam Dayak Dea Halong, Ngasok Miah Melatu Wini

Harapannya agar terhindar dari serangan hama wereng dan hama ulat penggerek batang yang kini mulai menyerang belasan hektare lahan sawah berumur 10-60 hari di Kabupaten Pidie.

Ratusan petani yang hadir itu sebagian besar adalah warga Desa Pulo Gampong U. Sebagian lainnya dari desa sekitarnya yang memiliki lahan sawah di kawasan setempat. Sedikitnya ada sekitar 500 Ha (hektare) lahan sawah di sekelingling lokasi kenduri tersebut.

Untuk lebih tertib jalannya acara, para kaum perempuan dan anak-anak dipersilahkan duduk diatas balai. Sedangkan sebagian kaum lelaki duduk lesehan di bawah pohon lupe (nama pohon lokal) beralas tikar terpal plastik dan sebagian lagi langsung berlantai rumput.

Di bawah pohon besar tersebut ada sekitar lima bua kuburan. Satu diantaranya dikenal makam keramat berusia ratusan tahun silam, milik seorang ulama terkenal pada zamannya. Tidak diketahui secara jelas siapa nama ulama keramat itu. Penduduk sekitar menyebutnya Teungku di Lupe.

Baca juga: Desa Wisata Muntei Miliki Kekayaan Budaya dan Adat Tradisi Mentawai

Fauzi, Kechik (Kepala Desa) Gampong U, kepada Media Indonesia mengatakan, doa bersama dan kenduri tolak bala ini digelar untuk memohon kepada sang Pencipta agar tanaman padi sawah mereka terhindar dari berbagai serangan hama penyakit.

“Ini merupakan syiar dan sudah menjadi tradisi rutin dilakukan setiap musim turun ke sawah. Bukan kenduri yang menolak bala, tapi melalui berdoa dan berzikir mengharapkan Allah menjauhkan segala mara bahaya. Kemudian menggantikan dengan limpahan rahmatNya yang abadi" kata Fauzi.

"Begitu melihat di beberapa lokasi sudah terserang hama wereng saya langsung menghimbau masyarakat untuk berdoa bersama dan kenduri tolak bala sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Tentu kami juga berusaha dengan menyemprot pestisida. Juga meningkatkan pengawasan dan mengontrol perkembangan tanaman padi setiap hari. Jadi kita berikhtiar sambil berdoa,” tutur Fauzi.

Untuk memberkahi acara, samadiah, tahlilan dan doa bersama dipimpin oleh imam Desa Gampong U, Teungku Abubakar. Semua yang hadir mengikuti dengan khusuk dan khidmat memohon rahmat Allah serta terhindar dari berbagai bala.

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat