visitaaponce.com

Sensus Pertanian 2023

Sensus Pertanian 2023
(Dok. Pribadi)

BADAN Pusat Statistik (BPS) saat ini tengah melaksanakan Sensus Pertanian 2023 (ST 2023). ST 2023 merupakan sensus ketujuh, yang sebelumnya dilaksanakan pada 1963, 1973, 1983, 1993, 2003, dan 2013. Pencacahan ST 2023 dilaksanakan pada 1-31 Mei 2023.

Menurut laman BPS.go.id, data yang dikumpulkan pada ST 2023 antara lain meliputi tujuan utama usaha pertanian, luas lahan menurut status kepemilikan, lahan pertanian yang beririgasi, penggunaan pupuk dan pestisida, lamanya bekerja di pertanian, dan jumlah anggota rumah tangga menurut jenis kelamin dan umur.

Adapun tujuan dilaksanakannya sensus ialah menyediakan data tentang struktur pertanian yang dapat digunakan untuk aneka kegiatan yang berkaitan dengan sektor pertanian. Data dan indikator penting yang dihasilkan antara lain meliputi petani guram, petani skala kecil, indikator SDGs, dan data geospasial.

 

Soal kesejahteraan

Ketersediaan data pertanian terbaru dari hasil ST 2023 sejatinya memang amat dibutuhkan, terutama untuk menyelesaikan sejumlah persoalan yang kini membelit sektor pertanian seperti kesejahteraan petani.

Secara faktual, sektor pertanian kini dihadapkan pada jumlah petani yang kian menyusut dan berumur tua. Berdasarkan hasil ST 2003 dan ST 2013 diketahui bahwa rumah tangga petani menyusut 5,1 juta, atau diperkirakan sebanyak 21 juta petani. Adapun menurut hasil ST 2013, mayoritas petani di Tanah Air berusia 45-54 tahun.

Menyusutnya jumlah petani dan petani berusia tua berpotensi mengancam masa depan sektor pertanian. Dikhawatirkan, produktivitas pertanian akan kian berkurang dan swasembada pangan semakin sulit tercapai. Pada gilirannya, hal itu akan menimbulkan kerawanan dalam pemenuhan asupan gizi penduduk.

Berkurangnya petani dan keberadaan petani tua ditengarai tidak terlepas dari rendahnya kesejahteraan petani dan penduduk perdesaan secara keseluruhan. Hal ini tecermin dari angka kemiskinan di perdesaan yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di perkotaan. Hasil Susenas September 2022, misalnya, menunjukkan bahwa angka kemiskinan di perdesaan 12,36%, sedangkan di perkotaan 7,53%.

Selain itu, kedalaman dan keparahan kemiskinan di perdesaan juga lebih buruk daripada di perkotaan. Itu tecermin dari indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di perdesaan yang jauh lebih tinggi. Indeks kedalaman kemiskinan di perdesaan 2,115, sedangkan di perkotaan 1,158. Adapun indeks keparahan kemiskinan di perdesaan 0,536, sedangkan di perkotaan 0,264.

Rendahnya kesejahteraan dan kondisi kemiskinan yang lebih dalam dan parah ditengarai menjadi salah satu faktor penyebab penduduk perdesaan pindah ke perkotaan, khususnya penduduk berusia muda. Fenomena ini tampaknya paradoks dengan gencarnya perhatian pemerintah dalam membangun perdesaan yang termanifestasi dari alokasi dana dan pelaksanaan aneka program pembangunan perdesaan.

 

Perlu meningkatkan insentif

Perpindahan penduduk usia muda ke perkotaan sejatinya perlu dikendalikan agar perdesaan tidak mengalami kemunduran dalam mengelola perdesaan, khususnya sektor pertanian. Bonus demografi yang seyogianya dapat menguntungkan semua daerah, pada akhirnya akan lebih menguntungkan perkotaan akibat perpindahan penduduk usia muda perdesaan ke perkotaan.

Maka dari itu, peningkatan kesejahteraan penduduk perdesaan, khususnya petani, amat krusial segera dilakukan. Pemerintah perlu merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi berbagai kebijakan dan program pembangunan perdesaan. Diyakini, hal itu bisa dilakukan jika tersedia data pertanian secara komprehensif. Dalam konteks itu, ketersediaan data hasil ST 2023 amat relevan menjadi acuan bagi pemerintah dalam menyusun program pembangunan perdesaan secara akurat.

Diperkirakan, pembangunan sektor pertanian akan lebih efektif dan memberikan insentif bagi petani secara optimal jika dilakukan tidak secara seragam untuk semua daerah. Hal ini mengingat persoalan yang dihadapi daerah amat beragam. Jelasnya, kebijakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian perlu dilakukan secara nasional, tapi untuk program dan kegiatan perlu dilakukan menurut daerah. Ini juga untuk memudahkan dalam perencanaan, pemonitoran, juga evaluasi program dan kegiatan yang dilakukan.

Namun, belajar dari pengalaman sejumlah negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS), untuk membangun sektor pertanian yang menyejahterahkan petani perlu keterlibatan semua pihak selain pemerintah, yaitu komunitas petani, dunia usaha, dan masyarakat lokal.

Dalam konteks itu, pemerintah berperan dalam menyusun kebijakan dan program; komunitas petani merencanakan kegiatan ke depan; dunia usaha melakukan pendistribusian input pertanian; dan masyarakat lokal menyediakan jasa kebutuhan petani. Dalam menjalankan peran itu, semua pihak yang terkait menggunakan data hasil sensus pertanian di negara itu secara konsisten.

Berkat kerja sama dan dukungan semua pihak terkait, produktivitas sektor pertanian di AS menjadi lebih optimal. Hal itu tecermin dari rasio persentase tenaga kerja di sektor pertanian terhadap persentase kontribusi sektor pertanian di produk domestik bruto (PDB). Tercatat di AS sebesar 0,53, sedangkan di Indonesia rasionya hanya sebesar 0,46. Lebih tingginya rasio dimaksud sekaligus mencerminkan kesejahteraan petaninya yang lebih tinggi.

Mengingat pentingnya data pertanian untuk membangun sektor pertanian, pemerintah AS memberlakukan sensus pertanian setiap lima tahun sekali. Hal sama juga diinginkan oleh Presiden Joko Widodo saat pencanangan Sensus Pertanian 2023 di Jakarta (15/5/2023), yakni agar BPS juga dapat melakukan sensus pertanian setiap lima tahun sekali. Hal tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan data terkini, akurat, dan tepercaya dalam membangun sektor pertanian yang tangguh dan menyejahterahkan petani.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat