visitaaponce.com

Operasi Amandel Menjadi Mati Batang Otak, Apakah Malpraktik

Operasi Amandel Menjadi Mati Batang Otak, Apakah Malpraktik?
Dr Monica, Kepala Instalasi ICU dan Kepala Bagian Anestesi RS Unggul Karsa Medika(Dok Pribadi)

KASUS operasi amandel yang berujung menjadi Mati Batang Otak (MBO) dan akhirnya menyebabkan kematian seorang anak mendadak seakan-akan menyadarkan semua orang bahwa setiap tindakan, termasuk operasi dan pembiusan, memiliki manfaat dan risiko masing-masing.

Kejadian ini langsung menjadi santapan media sosial seakan-akan langsung memisahkan dokter dan RS menjadi pihak yang 100% salah tanpa mempertimbangkan kemungkinan adanya faktor-faktor medis lain yang bisa menyebabkan hal itu terjadi.

Tanpa bermaksud menghakimi, berdasarkan informasi dari berbagai berita maka setidaknya ada beberapa hal yang sebaiknya menjadi perhatian bersama, mulai dari tenaga medis, RS maupun pasien dan keluarganya, supaya menghilangkan “semua dusta di antara kita” sehingga semua pihak dapat menjadi lebih baik.

Pertama, komunikasi. Umumnya hampir semua kasus  perselisihan antara dokter dengan pasien disebabkan komunikasi yang kurang, baik dalam memberikan informed consent ataupun penjelasan perjalanan penyakit pasien. Bila saya perhatikan, banyak di antara pasien-pasien yang memilih berobat keluar negeri beralasan bahwa dokter di sana sangat memperhatikan pasien, selalu menyapa pasien, selalu menyediakan waktunya untuk menjelaskan perkembangan penyakit kepada pasien. 

Saya sebagai Konsultan ICU di salah satu RS di Bandung juga membiasakan diri saya berdialog dengan keluarga pasien hampir setiap hari, terlebih lagi pasien ICU merupakan pasien khusus dan membutuhkan pemantauan 24/7. Apapun perkembangan pasien membaik atau sebaliknya diinfokan kepada keluarga pasien sehingga keluarga pasien dapat memahami bagaimana kondisi pasien yang dirawat di ICU.

Demikian pula dengan pasien-pasien yang akan menjalani operasi, sebaiknya jadwal operasi ditetapkan dan ditepati, bila ada perubahan jadwal diinfokan, serta keluarga pasien diberikan penjelasan secara berulang, sehingga menghilangkan kesenjangan komunikasi yang mungkin terjadi, baik pada saat H-1 sebelum operasi, sebelum operasi, sesaat operasi & setelah operasi. Kenapa harus berulang? Karena kondisi pasien dan keluarga dalam posisi khawatir, tentunya membutuhkan penjelasan berulang untuk mengurangi kecemasan mereka.

Kedua, kesiapan sarana dan prasarana. Kita tidak bisa langsung memberikan vonis bahwa kalau pasien masuk ruang operasi dalam kondisi sehat pasti keluar juga dalam kondisi serupa. Hal yang bisa diberikan oleh operator (dokter yang melakukan tindakan bedah) dan dokter anestesi adalah memberikan penjelasan kemungkinan untuk sembuh jauh lebih besar dibandingkan sebaliknya. Dalam hal ini operasi amandel merupakan operasi yang tampaknya sederhana dan secara umum tidak berisiko tinggi. Padahal semua operasi dengan pembiusan umum apalagi yang menyangkut daerah leher pasti berhubungan dengan jalan napas, daerah penting yang menjadi tanggung jawab setiap dokter anestesi yang melakukan pembiusan saat itu. Tugas dokter anestesi selain mempertahankan fungsi vital pasien saat operasi juga mempertahankan jalan napas. Karena dalam 3 menit otak tidak mendapatkan oksigen yang memadai maka proses kematian sel otak akan terjadi. Tindakan pertolongan pertama harus segera dilakukan, baik intubasi dan perawatan ICU, bila terjadi kegawatdaruratan seperti kasus di atas.

Ketiga, bedakan antara malpraktik atau kejadian yang tidak diharapkan, dalam hal ini efek samping yang jarang tapi bisa terjadi. Sebagai contoh kasus emboli yang merupakan momok utama bagi dokter anestesi, jarang terjadi tapi cukup fatal. Misalnya emboli air ketuban yang bisa terjadi saat wanita melahirkan dan dapat menyebabkan kematian. Apakah itu kesalahan dokter? Tentu saja tidak. Apakah kesalahan pasien? Tidak juga. Tidak ada yang tahu hal itu akan terjadi. Tidak ada satu orang dokter juga yang menginginkan hal itu terjadi.

Lalu bagaimana dengan MBO? Diagnosis MBO tidak serta merta bisa disebutkan seperti memesan makanan. Dari banyak penyakit atau kondisi patologis, MBO merupakan kondisi yang hanya bisa ditegakkan oleh Tim Dokter beranggotakan 4 orang termasuk Dokter Spesialis Saraf dan Dokter Penanggung Jawab (DPJP) pasien, serta 8 tes yang harus dilakukan untuk memastikan MBO. Baru setelah semua rangkaian proses tersebut dilalui, diagnosis MBO dapat ditegakkan. 

Jadi dari kasus ini kita dapat belajar bahwa komunikasi memegang peran utama dalam hubungan dokter dan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan rasa percaya pasien kepada dokternya. Bahkan sampai ada yang menyatakan kalau pasien sudah percaya dengan dokter maka sekitar 50% penyakitnya sudah sembuh. Komunikasi yang intensif dan tersampaikan dengan baik akan mencegah terjadinya kesenjangan komunikasi yang mungkin terjadi pada kasus amandel dan kasus-kasus lain yang serupa.

Akhir kata, semoga kasus amandel ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa komunikasi yang baik dan transparan, sarana dan prasarana yang memadai serta tindakan yang sesuai jadwal kesiapan fasilitas Kesehatan menjadi faktor penting untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diharapkan.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat