visitaaponce.com

Menyoal Keterwakilan Perempuan di 2024

Menyoal Keterwakilan Perempuan di 2024
(Dok. Pribadi)

MESKI Mahkamah Agung (MA) telah memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencabut Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU No 10.2023 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota prihal cara penghitungan pencalonan 30% perempuan di tiap daerah pemilihan. Namun, KPU tetap menggunakan peraturan yang telah dicabut MA.

Namun, berdasarkan daftar calon tetap (DCT) dari KPU 2024, Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menemukan, bahwa dari total 1.512 DCT anggota DPR Pemilu 2024 terdapat 266 DCT yang tidak memuat 30% keterwakilan perempuan.

Belum terpenuhinya kuota perempuan di parlemen sebesar 30% itu kiranya cukup mengkhawatirkan. Bukan hanya tidak sejalan dengan upaya mencapai kesetaraan dan keadilan di masyarakat, tetapi juga ikhtiar untuk memperkuat posisi tawar perempuan di parlemen dalam menentukan arah kebijakan, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup perempuan.

 

Kunci Indonesia emas

Sejumlah bukti empiris menunjukkan bahwa kualitas hidup perempuan bertalian erat dengan tingkat kemajuan suatu bangsa. Adapun salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan ialah angka umur harapan hidup.

Namun, meski angka umur harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki-laki, hal itu belum menjamin bahwa derajat kesehatan perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Tercatat, angka umur harapan hidup perempuan 73,83 tahun, sedangkan laki-laki 69,93 tahun pada 2022. Secara faktual, perempuan rentan mengalami gangguan kesehatan, terutama akibat anemia.

Tingginya angka kematian ibu merupakan indikasi yang merefleksikan rendahnya kualitas hidup perempuan, terutama dari sisi derajat kesehatan. Tercatat, angka kematian ibu di Tanah Air masih tinggi, yakni 177 kematian per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian ibu di negara-negara maju kini tercatat sekitar 12 kematian per 100. 000 kelahiran hudup.

Perempuan dengan derajat kesehatan rendah berpotensi melahirkan anak dengan derajat kesehatan yang juga rendah. Berdasarkan laman Wikipedia menunjukkan, angka kematian ibu di Malaysia, misalnya, 29 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayinya 8,6 per 1.000 kelahiran hidup.

Selanjutnya, Thailand dengan angka kematian ibu 37 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian bayinya 8,7 per 1000 kelahiran hidup. Adapun Indonesia dengan angka kematian ibu 177 per 100.000 ribu kelahiran hidup, angka kematian bayinya 23 per 1000 kelahiran hidup.

Bahkan, perempuan dengan derajat kesehatan rendah dan menderita stunting berpotensi melahirkan anak yang juga stunting (Predengast dan Humphrey, 2014). Maka, anak dengan derajat kesehatan berpotensi mendistorsi kualitas SDM.

Padahal, pemerintah di Tanah Air kini tengah berupaya untuk meningkatkan kualitas SDM untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045. Anak-anak yang dilahirkan saat ini akan berusia produktif pada 2045 dan menjadi motor penggerak pembangunan pada 2045. Maka, jika pemerintah konsisten ingin mewujudkan Indonesia Emas pada 2045, perlu meningkatkan kualitas hidup perempuan yang diharapkan sekaligus dapat meningkatkan kualitas hidup anak-anak, terutama dari sisi kesehatan.

 

Soal anggaran

Sejatinya, angka kematian ibu dapat dicegah jika didukung sistem kesehatan yang memadai. Lebih jauh, publikasi UNFPA (2018) melaporkan bahwa dengan sistem kesehatan yang baik dapat mencegah 90% kematian ibu. Ini berarti dari 177 per 100.000 kematian ibu di Tanah Air, 159 per 100.000 kematian ibu seyogianya dapat dicegah jika Indonesia memiliki sistem kesehatan yang baik.

Namun, cakupan layanan kesehatan bagi ibu hamil (antenatal) dan melahirkan belum mencapai 100%. Laporan kinerja Kementerian Kesehatan pada 2021 menyebutkan bahwa untuk cakupan kunjungan antenatal baru mencapai 88,13%, dan cakupan persalinan di fasilitas kesehatan 90,28%.

Ditengarai, belum optimalnya layanan kesehatan, antara lain akibat keterbatasan anggaran pada sektor kesehatan. Dalam konteks itu, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) menganjurkan bahwa setiap negara sepatutnya dapat mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5% dari produk domestik bruto (PDB).

Namun, dari laman Wikipedia diketahui bahwa alokasi anggaran kesehatan di Tanah Air tergolong rendah, dibandingkan misalnya dengan Malaysia dan Thailand. Alokasi anggaran kesehatan di Malaysia tercatat sebesar 4,1% dari PDB, dan di Thailand sebesar 4,4% dari PDB.

Bahkan, Vietnam dengan pendapatan per kapita US$4.164 atau lebih rendah dari Indonesia (US$4.788) berdasarkan laporan Bank Dunia mampu mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5% dari PDB. Sementara itu, China dengan penduduk lebih dari 1,4 miliar jiwa mampu mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5,6% dari PDB. Adapun alokasi anggaran kesehatan di Indonesia sebesar 3,4% dari PDB.

Kecilnya porsi anggaran kesehatan di Tanah Air sekaligus menunjukkan bahwa penentuan anggaran kesehatan tampaknya belum menjadi prioritas. Artinya, penetapan alokasi anggaran dilakukan setelah alokasi anggaran lainnya terpenuhi.

Dengan mencermati masih rendahnya alokasi anggaran kesehatan di Tanah Air, diperlukan perjuangan agar anggaran dapat dinaikkan minimal sebesar 5% dari PDB sesuai anjuran WHO. Diyakini, dengan kehadiran perempuan di parlemen yang semakin besar, minimal 30% dapat meningkatkan posisi tawar perempuan untuk menaikkan anggaran kesehatan.

Kian besarnya kehadiran perempuan di parlemen, juga dapat menginisiasi program yang relevan dengan peningkatan kualitas hidup perempuan. Di Afrika Selatan, misalnya, dengan keterwakilan perempuan sebesar 44,5% dapat membentuk Komite Monitoring Bersama dengan tujuan memonitor pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan kesepakatan global Kerangka Bejing (Beijing Platform) untuk peningkatan kualitas hidup perempuan (Vetten, 2012).

Maka, dalam konteks itu, patut disyukuri, Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan telah melaporkan tidak terpenuhinya keterwakilan perempuan sebesar 30% kepada Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu). Diharapkan, Bawaslu dapat bertindak tegas kepada partai politik yang belum menetapkan keterwakilan perempuan sesuai dengan yang dipersyaratkan.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat