visitaaponce.com

Strategi dan Kontestasi Politik Calon Pemimpin Bangsa

Strategi dan Kontestasi Politik Calon Pemimpin Bangsa
Ilustrasi MI(MI/Seno)

NOMOR urut tiga pasangan capres dan cawapres telah resmi diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jadi, jelas sudah urutan tiap kandidat yang pastinya akan melakukan manuver-manuver sesuai dengan nomor yang diterima.

Situasi itu tentu akan mengundang berbagai reaksi dan akan menjadi salah satu pertimbangan bagi kandidat dalam membuat strategi di ajang kontestasi politik. Strategi politik akan menjadi kunci yang dapat membuat para kandidat akan menuai suara dari pemilih mereka.

Selain itu, strategi penting ialah popularitas kandidat yang akan diusung. Popularitas kandidat dapat menentukan langkah apa yang akan dilakukan guna memanfaatkan kondisi itu hingga dapat menjadi kandidat yang diharapkan dapat memenangi ‘pertarungan’ nantinya.

Satu hal yang penting dalam menentukan strategi yang disarankan seorang konsultan komunikasi ialah gaya kampanye. Masa kampanye Pemilu 2024 akan dimulai pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024. Beragam cara yang dapat dilakukan pada masa kampanye tersebut berdasarkan penetapan KPU, yaitu pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye di tempat umum, debat pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan media sosial serta kampanye melalui iklan media baik cetak maupun elektronik.

Waktu yang sangat padat ini, sekitar 75 hari masa kampanye, akan menjadi tantangan bagi tim pemenangan tiap kandidat untuk mempersiapkan dari semua hal, termasuk gaya kampanye serta perilaku politik yang ditunjukkan kandidat di ruang-ruang publik. Semua itu akan menjadi kunci dalam 'pertarungan' di antara mereka untuk menundukkan hati dan nantinya akan diwujudkan pada perilaku pemilih pada hari H.

 

Jadi tantangan

Gaya kampanye setiap kandidat akan berbeda dan unik satu sama lain. Capres dan cawapres harus memanfaatkan kelebihan pasangan mereka agar sinkron satu sama lainnya. Itu juga menjadi tantangan bagi tim pasangan agar saling mendukung satu sama lain sehingga 'terlihat' kompak. Setiap kandidat tentu memiliki kekhasan.

Jika menilik dari tiga pasang calon-calon pemimpin negeri ini, tentu masyarakat sangat berharap dapat memilih yang benar-benar dapat menyuarakan dan melaksanakan tugas-tugas, yang nantinya dapat membawa kebaikan bagi bangsa Indonesia ke depan.

Para kandidat yang ada saat ini, meskipun ada yang menuai berbagai kontroversi dari partai-partai pengusung tiap kandidat, telah dapat teratasi dan diredam hingga 'terlihat' aman. Meskipun pasti saat penentuan pasangan itu berbagai 'drama' terjadi di internal partai pengusungnya.

Dengan berkaca pada fenomena tersebut, terlihat perilaku politik dari setiap pimpinan partai dan kandidat terpilih telah memunculkan beragam reaksi dari partisipan; pendukung kandidat yang pro dan kontra, yang puas dan tidak puas, yang mendukung dan tidak mendukung dan sebagainya.

Situasi itulah yang dapat dijadikan momen penting kontestasi dalam pemilihan agar dapat memperoleh dukungan dari rakyat pemilih nantinya. Keputusan telah ditetapkan dan yang terpenting ialah what next? Itu yang harus dipersiapkan.

 

Kemasan

Strategi politik yang seperti apa untuk mengemas agar pasangan dapat memenuhi target suara membuat tim sukses kerja keras agar kandidat mereka terpilih. Untuk itu, mereka perlu menciptakan bagaimana tiap pasangan harus saling melengkapi, baik dari sudut visi dan yang terpenting karakteristik.

Dalam proses ini tim sukses pemenangan perlu memperhatikan agar dapat memanfaatkan unsur kuat karakteristik yang dimiliki kandidat mereka. Hal itu diperlukan saat berinteraksi dan berhadapan dengan publik, audiens, dan masyarakat saat di lapangan serta memanfaatkan kelompok kepentingan.

Para calon pemimpin itu perlu menunjukkan gaya yang ‘orisinal’ saat bernegosiasi, berorasi, hingga menyapa calon-calon pemilih dan menunjukkan kedekatan dengan mereka. Itu merupakan faktor penting untuk dapat membentuk image yang diharapkan agar saat hari pemilihan mereka akan memilih pasangan tersebut.

Semua perilaku kandidat di beragam momen atau situasi terus-menerus menjadi sorotan media. Mulai bahasa tubuh, mimik wajah, aktivitas yang dilakukan baik pribadi, sosial, dan kemasyarakatan semua telah menjadi konsumsi publik.

Hal itu terkadang tidak terkendalikan lagi. Media sosial dengan kebebasannya telah mengeksposnya mulai hal-hal positif hingga hal-hal negatif.

Begitu pun reaksi dari masyarakat utamanya di media sosial; ada yang santun, cerdas, solutif, suportif, hingga kata atau kalimat yang negatif dan menyerang lawan politik.

Mengapa semua itu terjadi? Tidak lain tidak bukan ialah upaya memersuasi para pemilih yang nantinya dapat memilih kandidat yang diinginkan. Dalam teori model of persuasion, Dillard (2016) menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal penting proses persuasi agar memperoleh hasil yang diinginkan.

Pertama ialah pesan (message). Pesan yang dimaksud di antaranya dari konten, seperti topik apa yang hendak disampaikan kepada sasaran, dalam hal ini calon pemilih. Konten itu juga akan sangat terkait dengan latar belakang budaya, pendidikan, dan kehidupan sosial pemilihnya.

Selain itu, variasi gaya penyampaian dari kandidat sangat penting untuk membentuk pemahaman agar pesan dapat tersampaikan sesuai dengan yang diinginkan.

Kedua ialah penilaian (appraisals) yang merupakan proses penilaian yang dilakukan untuk mengevaluasi, apakah pesan yang disampaikan relevan, sesuai dengan apa yang memang hendak dituju. Selain itu, apakah legitimasinya sudah valid dan sesuai dengan norma yang ada. Penting mempelajari dan mengetahui situasi sasaran baik secara personal maupun sosialnya untuk memastikan bahwa pesan tersebut relevan.

Ketiga ialah emosi (emotion). Hal penting agar persuasi yang diharapkan dapat terwujud ialah dengan membangkitkan dan menggugah emosi dari para calon pemilih nantinya. Para kandidat dapat memperhatikan pengalaman, ekspresi, dan motivasi dari para pendulang suara.

Emosi secara psikologis ialah bentuk reaksi yang melibatkan pengalaman, perilaku, dan fisiologis untuk menghadapi dan menangani masalah atau peristiwa penting yang dialami seseorang. Keterlibatan emosi dapat memberikan efek yang positif dan negatif.

Efek positif ditunjukkan dengan sesuatu yang hal menyenangkan, membahagiakan, dan membanggakan. Di lain sisi, efek negatif emosi ditunjukkan dengan rasa ketakutan, rasa marah. Bentuk emosi baik positif maupun negatif berdampak pada perilaku yang ditunjukkan para pemilih nantinya.

Keempat ialah persuasi (persuasion). Poin itulah yang nantinya akan menentukan apa dan siapa yang akan dipilih berdasarkan kepada keyakinan, sikap, niat, dan perilaku. Keyakinan dapat terbentuk dari pesan yang disampaikan tersebut apakah relevan dan sesuaikah dengan harapan seseorang, dalam hal ini pemilih.

Jika itu sesuai, sikap dan niat untuk memilih akan ada dalam pertimbangan. Namun, hal itu bisa saja tidak terwujud apabila selama proses (masa kampanye) dia akan 'terbujuk' lagi dari kandidat yang lain. Ujung-ujungnya bisa berubah haluan. Tim sukses sangat berperan untuk menjaga agar perilaku akhir pemilih tetap memilih kandidat yang diusung mereka.

Kesiapan dan strategi harus telah dimulai jauh sebelum masa kampanye agar lebih dikenal dan menyuarakan apa yang menjadi kekuatan kandidat. Dalam kontestasi politik saat ini seorang kandidat pemimpin tidak hanya memiliki popularitas yang berpeluang dan menarik minat dari para pemilih.

Hal itu juga harus diimbangi dengan kemampuan tim sukses atau tim pemenangan melakukan strategi politik dalam menyampaikan pesan, melakukan persuasi dengan berbagai cara. Selain itu, kandidat perlu membangun keterampilan, pengalaman, hubungan, dan reputasi dalam kampanye.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat