visitaaponce.com

Rapat Kerja DPR Pemerintahkan Tentukan Poin Pembahasan UU Cipta Kerja

Rapat Kerja DPR Pemerintahkan Tentukan Poin Pembahasan UU Cipta Kerja
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya.(Ist/DPR)

PEMBAHASAN atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Cipta Kerja akan dibahas oleh pimpinan DPR dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk kemudian dibahas dalam rapat kerja (raker) bersama pemerintah 6 Desember nanti.

"Ini akan dibamuskan dulu untuk dibahas tanggal 6 Desember raker bersama pemerintah tapi nanti ada arahan dibahas seperti apa," jelas Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya.

Willy yang dihubungi, Senin (29/11) mengatakan pembahasan daftar inventaris masalah (DIM) dibahas oleh fraksi-fraksi yang akan dilihat catatan pentng efektivitas teknis pembahasan.

"Maka kemudian DIM-nya oleh fraksi-fraksi lalu nanti akan dilihat catatan penting sejauh apa efektifiatas dalam teknis pembahasan. Point dan teknisnya akan dibahas dalam raker bersama pemerintah," ungkapnya.

Meski pembahasan hasil putusan MK tersebut dibutuhkan perhatian khusus namun hal ini tidak menganggu pembahasan RUU lainnya.

"Tidak menganggu pembahasan lain. Yang lain tinggal pengesahan dan putusan saja," ucapnya.

Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Pemerintahan Daerah UKSW Umbu Rauta menuturkan sifat keputusan MK yaitu mengikat (binding) sejak diucapkan.

"Sehingga pembentuk UU, khususnya pemerintah selaku inisiator mengajukan sebagai salah satu agenda Prolegnas 2022, dengan pintu masuk Prolegnas Daftar Kumulatif Terbuka sebagai dampak putusan MK," jelasnya.

Bahkan dijadikan Prolegnas prioritas tahun 2022. Memperhatikan konfigurasi politik di DPR, seharusnya agenda ini tidak terlampau rumit dan sulit.

"Pemerintah dalam putusan MK yaitu agar pembentuk UU melakukan perbaikan. Sehingga arah perbaikan lebih pada pewujudtanya asas pembentukan, tata cara dan teknik penyusunan UU sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundangan-undangan, sebagaimana diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019," tuturnya.

Impelmentasi atau perwudan Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres), bahkan Peraturan Menteri atau Lembaga mesti dilakukan secara selektif atau bahkan ditunda, manakala bersifat strategis dan memiliki dampak yang luas bagi masyarakat.

Rencana pembentukan regulasi di tingkat daerah sebagai penjabaran dari UU Cipta Kerja atau PP atau Perpres terkait, perlu ditangguhkan sampai menunggu perbaikan UU Cipta Kerja.

"Pada sisi yang lain saat pemerintah dan DPR selaku pembentuk UU meyakini adanya perbaikan pembentukan UU Cipta Kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, maka tidak terlalu sulit dan rumit untuk terus menjalankan materi muatan UU Cipta Kerja," tukasnya.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan No 91/PUU-XVIII2021 mengabulkan permohonan pemohon terkait pengujian formil UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Pada amar putusan dinyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan.

Karena putusan bersifat bersyarat MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditentukan.

Pada bagian amar lainnya, MK juga memerintahkan pembentuk UU untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun. Manakala tidak melalukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

Dampaknya, undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja, dinyatakan berlaku kembali. (Sru/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat