visitaaponce.com

Keluarga Korban HAM Berat Paniai Kirim Surat ke PBB

Keluarga Korban HAM Berat Paniai Kirim Surat ke PBB
Terdakwakasus dugaan pelanggaran HAM berat Periswtiwa Paniai Mayor Inf (Purn) Isak Sattu berkonsultasi dengan kuasa hukumnya, Senin (21/11).(MI/LINA HERLINA)

KELUARGA korban kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada Peristiwa Paniai, Papua, mengirim surat ke Ketua Komisi Tinggi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bermarkas di Jenewa, Swiss. Pihak keluarga meminta PBB melakukan intervensi kemanusiaan atas pelanggaran HAM yang terjadi.

Surat itu ditandatangani pada Senin (28/11) oleh empat orangtua korban, antara lain Yosep Degei, Yosep Youw, Oben Gobai, dan Herman Yeimo. Adapun tiga saksi lapangan dan tiga pendamping korban juga turut menandatanganinya.

'Kami keluarga korban empat orang siswa, 17 orang korban luka-luka, dan pendamping korban mendesak kepada Komisi Tinggi HAM PBB segera intervensi kemanusiaan ke tanah Papua untuk melihat dari dekat pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua,' demikian bunyi permintaan keluarga korban.

Mereka juga memohon kepada Komisi Tinggi HAM PBB untuk mendesak pemerintah Indonesia, dalam hal ini Komnas HAM dan Kejaksaan Agung, melakukan penyelidikan dan penyidikan ulang kasus pelanggaran HAM berat Paniai yang terjadi pada 2014 lalu itu.

Keluarga korban kecewa dengan hanya ditetapkannya satu tersangka dalam perkara itu, yakni mantan Perwira Penghubung (Pabung) Distrik Militer (Kodim) 1705/Paniai Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. Bahkan, jumlah tersangka yang diseret ke pengadilan tidak bertambah sampai agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi.

Salah satu pendamping korban, Yones Douw, berpandangan bahwa penetapan Isak sebagai tersangka tidak sesuai fakta di lapangan dan hasil penyelidikan Komnas HAM. Selain itu, penyelenggaraan sidang di Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri Makassar hanya dinilai untuk membangun citra pemerintah di dunia internasional.

"Terbukti pada waktu UPR (Universal Periodic Review), Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan pemerintah Indonesia sedang menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat," tandas Yones.

Surat tanggapan dan pernyataan keluarga korban Paniai juga ditembuskan ke Presiden Joko Widodo; Menteri Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan; Kejaksaan Agung; serta Komnas HAM.

Terpisah, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan Tindak Kekerasan (Kontras) Tioria Pretty mengatakan surat dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum (JPU) terhadap terdakwa Isak pada dasarnya lemah.

JPU, lanjutnya, alpa dengan kebijakan negara yang menetapkan Kabupaten Paniai sebagai satu dari 11 zona merah di Bumi Cenderawasih. Penetapan status itu kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Operasi Aman Matoa V yang dibentuk Polda Papua.

Operasi tersebut diduga dilakukan dengan bantuan anggota Kodam TNI XVII/Cenderawasih, khususnya Tim Khusus (Timsus) 753/AVT. Menurut Komnas HAM, anggota satuan Timsus 753/AVT menjadi pelaku penganiayaan pada peristiwa 7 Desember 2014.

"Akibat Paniai ditetapkan sebagai daerah rawan maka dalam gudang senjata hanya ada peluru tajam, bukan peluru hampa atau karet," kata Pretty. (P-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat