visitaaponce.com

Sidang Surya Darmadi Ahli Sebut Kerugian Perekonomian Negara harus Nyata dan Pasti

Sidang Surya Darmadi: Ahli Sebut Kerugian Perekonomian Negara harus Nyata dan Pasti
Sidang dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta(Antara)

PAKAR Hukum Pidana Agus Surono menegaskan bahwa penghitungan kerugian perekonomian negara harus jelas dan pasti. Sehingga, penghitungan kerugian perekonomian negara dalam perkara tindak pidana korupsi tidak boleh mengada-ada atau sekadar menafsirkan.

Demikian disampaikan Agus Surono saat dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di  sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau, dengan terdakwa Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi.

"Merugian perekonomian negara pun juga harus dimaknai adanya satu kerugian yang sifatnya nyata dan pasti. Bagaimana metodenya saya tidak tahu menghitungnya. Harus ada yang sifatnya nyata dan pasti," sambungnya," kata Agus Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/1).

Agus menambahkan, pandangannya tersebut mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016. Putusan tersebut mencabut frasa 'dapat' dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Putusan MK ini menafsirkan bahwa frasa 'dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara' dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss) bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara (potential loss).

"Memang di dalam putusan MK, yang berkaitan dengan tafsir kata 'dapat' itu dimohonkan hanya berkaitan dengan keuangan negara saja," jelas Agus.

Dalam persidangan tersebut, Agus juga menjelaskan bahwa konteks perbuatan melawan hukum haruslah ada niat perbuatan melakukan pidana atau mens rea. Sehingga, kata Agus, seseorang yang melakukan perbuatan pidana diawali dengan niat jahat.

"Pidana itu kan pasti harus ada mens rea ataupun ada actus reus. Actus reus itu itu sifatnya harus sadar," pungkas Agus.

Sementara itu, kuasa hukum Darmadi, Juniver Girsang juga menilai perhitungan perekonomian negara di kasus kliennya belum nyata dan jelas. 

"Ahli pidana menjelaskan untuk menentukan adanya kerugian negara harus kongkrit dan nyata sesuai dengan keputusan MK, jelas, tidak boleh di luar daripada itu klau tidak kongkrit dan tidak nyata itu tidak boleh dikatakan kerugian negara," tandas Juniver.

Di sisi lain, saksi Fungsional Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Mulya Pradata menjelaskan, belum ada penetapan kawasan hutan di Riau. Para pihak masih belum menemukan kesepakatan. Oleh karenanya, ada pemaduserasian antara Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan dan Peta Tata Ruang.

"Dari hasil pemaduserasian itu nanti diharapkan sudah ada kesesuaian tata ruang Provinsi dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan. Sehingga, dari hasil pemaduserasian, terbit SK Nomor 878 yang tahun 2014," kata Mulya. (OL-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat