visitaaponce.com

Isu Penundaan Pemilu Diduga Dimainkan Sejumlah Elite

Isu Penundaan Pemilu Diduga Dimainkan Sejumlah Elite 
KPU(MI/ Moh Irfan )

PENELITI senior BRIN Lili Romli mengatakan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2017 tentang pemilihan umum (pemilu) tegas mengatakan pesta demokrasi dilakukan lima tahun sekali. Dinamika penundaan pemilu belakangan diduga ada peran elite politik. 

“Jangan-jangan ada main di belakang ini. Oleh karena itu perlu kewaspadaan terhadap putusan PN (Pengadilan Negeri) Jakpus (Jakarta Pusat) ini jangan-jangan ini ada benang merah ada wacana penundaan pemilu oleh para elit dan kerap disampaikan,” cetus Lili dalam diskusi daring Masa Depan Pemilu 2024 Pascaputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/3).

Lili mengungkapkan wacana itu sempat dikemukakan Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPD AA LaNyalla M Mattaliti, dan Ketua Umum PPP Mardiono.

Baca juga: KPU Banding Putusan PN Jakarta Pusat Pekan Ini

“Jadi bukan sembarangan yang menyampaikan dan bukan orang biasa. dia yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan lembaga tinggi negara. Padahal dulu LaNyalla berpendapat usulan tunda pemilu bisa picu revolusi sosial, kemudian berubah. Masih ada unsur-unsur kekuasaan politik yang bisa berubah pernyataan,” ungkap Lili.

Dia menekankan perlu ada profesionalisme penyelenggara pemilu. Prinsip penyelenggaraan pemilu yang independen, integritas, transparan, dan profesional harus ditegakkan. Selain itu perlu dilakukan evaluasi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya secara komprehensif.

Baca juga: Sikap Negarawan Surya Paloh dan Prabowo Subianto Tuai Pujian

“Sipol (Sistem Informasi Partai Politik) misalnya jadi salah satu objek gugatan agar bisa diakses publik. KPU harus terus memastikan melakukan tahapan sesuai jadwal yang ditentukan pemilu 14 Februari 2024 sudah final,” tegas Lili. 

Selain itu rakyat harus melawan terhadap berbagai pihak yang memiliki agenda untuk penundaan pemilu. Pasalnya penundaan pemilu adalah tindakan inkonstitusional dan menghancurkan demokrasi.

Pakar kepemiluan Universitas Indonesia Titi Anggraini menuturkan untuk mewujudkan pemilu berkualitas, KPU harus mandiri. Selain itu penegakan keadilan pemilu tidak selalu berakhir di pengadilan. 

Ada beberapa kasus, kata Titi, yang bisa diselesaikan melalui Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Titi juga mengungkapkan dalam UU pemilu, ada 11 tahapan yang harus dijalankan secara benar. 

Dalam gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima)  banyak mengutip deklarasi hak asasi manusia (HAM), konvensi internasional hak sipil dan politik harus diakomodir, dan petitum untuk menghentikan tahapan dan memulai ulang tahapan.

“Petitum di PN berbeda dengan PTUN. Di PTUN Prima tidak meminta penghentian tahapan dan tidak meminta tahapan awal hanya penetapan dari KPU artinya prima ingin diikutkan dalam proses tanpa ganggung partai lain. Jadi ada perubahan antara PTUN dan PN yang sangat fundamental,” papar Titi.

Pentitum Prima tidak koheren dengan dalil deklarasi HAM dan konvensi internasional. Sebab dalam Pasal 25 konvensi hal sipil dan politik menegaskan pemilih harus diakomodir hak pilihnya.

“Artinya ini harusnya satu paket perjuangan Prima bahwa kita tidak boleh mengundurkan pemilu masa jabatan tidak boleh terlampaui,” tukasnya. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat