visitaaponce.com

Oknum TNI Polri Pemasok Senjata di Papua Harus Ditindak Tegas

Oknum TNI Polri Pemasok Senjata di Papua Harus Ditindak Tegas
Ilustrasi(Antara/Indrayadi)

Peneliti kajian Papua Badan Riset dan Inovasi National (BRIN) Cahyo Pamungkas mengatakan pemerintah dapat melakukan upaya pencegahan konflik di Bumi Cendrawasih dengan memblokir jalur perdagangan senjata.

Yang menjadi persoalan, dari hasil penelitian pada 2010-2022, senjata yang masuk ke Papua mayoritas dipasok oleh oknum anggota TNI dan Polri. Sementara, pasokan dari negara lain yakni Papua Nugini dan Filipina hanya beberapa kasus saja.

“Masalahnya, dari penelitian Aliansi Demokrasi untuk Papua Jayapura, sebagian besar pemasok senjata adalah oknum TNI dan Polri. Yang dari Papuan Nugini dan Filipina hanya beberapa kasus. Oleh karena itu, pembatasan senjata dapat dimulai dari penegakan hukum terhadap oknum TNI dan Polri yang terlibat penjualan senjata dan amunisi,” ujar Cahyo saat dihubungi, Senin (27/3).

Baca juga: Panglima TNI Kirim 900 Prajurit ke Papua, Jaga Kondusifitas dan Perbatasan RI-PNG

Ia juga menekankan bahwa penyelesaian konflik di Papua hanya dapat dilakukan dengan dialog. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah mengubah cara pendekatan dalam menyelesaikan konflik yang sudah terjadi puluhan tahun di Kawasan tersebut.

“Saya selalu konsisten bahwa upaya penyelesaian konflik hanya dapat dilakukan dengan dialog. Tidak mungkin OPM dilakukan penegakan hukum karena mereka adalah gerakan separatis bersenjata. Solusinya adalah melakukan perundingan dan dialog untuk mencari solusi politik yang permanen untuk papua damai,” ucapnya

Baca juga: Satgas Pamtas Yonif 132/BS Berhasil Gerakan Nurani Masyarakat Papua Serahkan Munisi Tajam

Berdasarkan data Aliansi Demokrasi untuk Papua total senjata dan peluru yang berhasil dibawa hingga ke pengadilan 2010-2022 ialah 6.960 butir peluru, 56 pucuk senjata, dan uang Rp9,1 miliar. Jumlah itu belum termasuk barang bukti yang proses peradilannya tidak terlacak yaitu 7.633 butir peluru dan 81 pucuk senjata.

“Dari 43 peristiwa, ada 86 orang yang putusan pengadilannya diketahui. Sementara, setidaknya 14 orang dari 7 peristiwa tidak terlacak proses hukumnya,” tandas Cahyo. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat