visitaaponce.com

Arti, Larangan, dan Sanksi Mahar Politik

Arti, Larangan, dan Sanksi Mahar Politik
Ilustrasi - Mahar politik(Medcom)

PERNAH mendengar kata mahar dalam dunia politik? Mahar politik atau yang juga dikenal sebagai istilah "uang perahu" adalah salah satu bentuk politik uang yang banyak terjadi. Praktik mahar politik ini mencerminkan terjadinya pergeseran arti istilah atau konsep mahar (bahasa Arab mahr, bahasa Inggris dowry) dalam wacana publik Indonesia.

Mahar yang semula terkait agama (Islam) kian populer dalam wacana dan praktik politik masa demokrasi pasca-Soeharto.

Dari sudut sentimen keislaman, pergeseran makna dan konsep mahar yang semula positif menjadi peyoratif patut disayangkan.  Pasalnya dapat menimbulkan persepsi dan pemahaman keliru terhadap ketentuan hukum Islam. Agaknya kesulitan mencari istilah lain, mahar dengan begitu saja juga diterapkan dalam politik Indonesia.

Baca juga: Masih Bingung? Ini Perbedaan Caleg dan Bacaleg

Istilah atau konsep mahar semula dalam fikih (yurisprudensi Islam) mengacu pada ketentuan tentang pemberian wajib (calon) suami kepada (calon) istri yang disampaikan pada waktu akad nikah (ijab kabul) perkawinan.

Besar-kecilnya tergantung kemampuan pihak (calon) suami, dan (calon) istri mesti ikhlas menerima. Lantas apa itu mahar politik ? dan Seperti apa aturan larangan juga sanksinya ? Berikut penjelasannya.

Baca juga: Struktur Bawaslu Periode 2022-2027 Berserta Besar Gajinya

Apa itu Mahar Politik?

Mahar politik adalah sejumlah uang yang diberikan orang atau lembaga kepada partai politik atau koalisi partai dalam proses pencalonan wakil rakyat atau pemimpin seperti gubernur, bupati, walikota, bahkan presiden dan wakil presiden. Dari pengertian tersebut, politik uang jenis ini terjadi di tahap pencalonan oleh partai, dan pemberi mahar bisa siapa saja, baik dari internal atau eksternal.

Tujuan dari diberikan nya mahar politik ini kepada partai untuk mendapatkan stempel, dan restu partai politik. Jadi apabila nilai transaksi di bawah tangan ini sangat fantastis, mencapai miliaran rupiah. Semakin besar uang yang dikeluarkan, maka semakin besar peluang kandidat itu untuk diusung partai'.

Berdasarkan  penjelasan tersebut, lantas apakah ada aturan larangan mahar politik? 

Larangan

Aturan larangan mahar politik  terdapat pada undang-undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 228 menyebutkan "Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden". 

Di pasal yang sama juga disebutkan larangan bagi orang atau lembaga untuk memberikan imbalan kepada partai politik dalam proses pencalonan presiden dan wakilnya. Aturan mengenai mahar politik tersebut memuat sanksi yang tegas, yaitu larangan bagi parpol untuk mengajukan calon pada periode berikutnya. 

Mahar politik sudah menjadi rahasia umum, namun pembuktiannya sulit dilakukan karena dilakukan dengan terbatas dan rahasia. Selain itu, untuk membuktikan mahar politik, mesti ada pengakuan dari pemberi. Adanya sanksi pidana bagi pemberi dan penerima mahar politik membuat pengakuan ini sulit terealisasi.

Sanski 

Perlu untuk diketahui, bukan hanya pemberi mahar politik yang terkena ancaman pidana, penerimanya juga. Tidak hanya itu, partai politik maupun gabungan partai politik bisa terseret sanksi pidana. Penerima mahar politik diancam pidana lebih berat.

Karena berdasarkan undang-undang, ada dua implikasi dari mahar politik, yakni sanksi pidana dan sanski adminitrasi.

Nah, Sanksi pidana telah diatur dalam Pasal 187 b dan 187 c Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Ancaman pidana terhitung berat, yakni pidana penjara 2-5 tahun bagi pemberi imbalan dan 3-6 tahun bagi penerima imbalan, serta denda Rp300 juta hingga Rp1 miliar.

Setelah sanksi pinda, sanksi administratif menanti. Sanksi yang dijatuhkan berupa pembatalan sebagai calon gubernur, calon bupati, calon wali kota. Bahkan jika sudah ada penetapan terpilih juga dapat dibatalkan. Tidak itu saja, jika sudah menjabat pun masih dapat dibatalkan sesuai dengan Pasal 47 undang-undang yang sama.

Dalam hal partai politik atau gabungan partai politik terbukti menerima imbalan, mereka dilarang mengajukan calon pada periode berikutnya di daerah yang sama. Dengan demikian, sanksi dari praktik ”mahar politik” ini sangat berat. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat