visitaaponce.com

Representasi Perempuan di Parlemen Penting Selesaikan Masalah Multidimensi

Representasi Perempuan di Parlemen Penting Selesaikan Masalah Multidimensi
Aktivis perempuan berdemonstrasi menolah PKPU 10/2023 yang dinilai mengancam keterwakilan perempuan(MI/Adam Dwi)

KETERWAKILAN perempuan di parlemen dinilai penting untuk menyelesaikan masalah multidimensional yang dihadapi Indonesia saat ini. Oleh karena itu, upaya mengurangi representasi perempuan sebagai wakil rakyat seperti yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10/2023 mendapat kritik sejumlah pihak.

Guru besar ilmu politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Valina Singka Subeki menyebut jalannya politik di parlemen bukan hanya persoalan politic of ideas atau adu gagasan, tapi juga politic of present atau politik kehadiran.

"Dalam perumusan kebijakan publik supaya undang-undang atau regulasinya itu benar-benar sesuai dengan yang diharapkan oleh perempuan, anak-anak, dan masyarakat secara luas," katanya dalam webinar yang diselenggarakan Kalyanamitra, Jumat (9/6).

Baca juga : Silaturahmi ke KWI dan PGI, Muhammadiyah Bahas Momentum Pemilu untuk Majukan Bangsa

Ia menegaskan, kehadiran perempuan di parlemen tidak hanya untuk menyusun regulasi dan masalah yang terkait dengan perempuan dan anak, tapi juga seluruh masyarakat. Ia menyebut beleid yang tertuang dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023 tidak menguntungkan caleg perempuan.

Aturan itu berisi soal penghitungan pecahan desimal ke bawah atas pembagian kuota minimal 30% jumlah caleg perempuan dan kursi di setiap daerah pemilihan atau dapil. Valina menyebut munculnya beleid itu merupakan hasil pembajakan para elite.

Baca juga : Megawati dan Hary Tanoe Tanda Tangani MoU Politik untuk Pemilu 2024

"Siapa? Penyelenggara pemilu pada satu pihak dan DPR, dalam hal ini partai politik. Ada semacam elit yang membajak proses-proses demokrasi substantif untuk konteks kepentingan perempuan," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, staf ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Agung Putri Astrid Kartika, mengungkap keterwakilan perempuan di parlemen meningkat pada Pemilu 2019 dibanding 2009.

Pada 2009, repesentasi perempuan sejumlah 17,86%. Angka itu sempat menurun pada Pemilu 2014 menjadi 17,32% dan meningkat lagi pada Pemilu 2019, yakni 20,87%. Menurutnya, representasi perempuan di parlemen secara kuantitas sangat penting.

"Karena dia merupakan sebuah bentuk kepercayaan terhadap perempuan," kata Gusti.

Aturan dalam PKPU Nomor 10/2023 yang berpotensi mengurangi keterwakilan perempuan, lanjutnya, secara otomatis akan menurunkan indeks pemberdayaan gender di Indonesia. Menurut Gusti, hal itu juga akan berpengaruh pada tugas pemerintah untuk menjalankan Tujuan Pembagunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). (Z-5

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat