visitaaponce.com

Implementasi Keputusan MK, Perppu Cipta Kerja Tidak Melanggar Konstitusi

Implementasi Keputusan MK, Perppu Cipta Kerja Tidak Melanggar Konstitusi
Sidang uji materiil Undang-Undang Cipta Kerja di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta.(MI/Susanto)

UNDANG-Undang Cipta Kerja yang saat ini berlaku merupakan hasil dari proses cukup panjang. Salah satu langkah dalam proses itu melibatkan prerogatif presiden dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Perppu Nomor 2 tahun 2022 (Perppu Cipta Kerja) yang dikeluarkan oleh Presiden pada akhir Desember 2022 adalah implementasi dari wewenang yang telah diberikan oleh konstitusi.

Baca juga: Tanpa Batas Waktu, PKWT di UU Cipta Kerja Dinilai bakal Eksploitasi Pekerja

Profesor Hukum Tata Negara Ibnu Sina Chandranegara mengungkapkan penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden adalah langkah penting untuk mencegah kekosongan dalam konstitusi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan yang dihadapi Indonesia.

"Meskipun sebagian besar kelompok yang menentangnya menganggap Perppu sebagai pelanggaran konstitusi, sebenarnya dalam segi formil, Presiden memiliki kewenangan menerbitkan Perppu ini, yang dijamin oleh Pasal 22 UUD 1945," jelas Prof Ibnu, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/9).

Lebih lanjut, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) itu menekankan penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden juga merupakan tindak lanjut dari keputusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dengan dikelurkannya Perpu Cipta Kerja, maka Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi-lah yang berwenang menilai terkait dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja.

Untuk itu, keputusan ini seharusnya dipahami dan dihormati karena merupakan hak eksklusif yang dimiliki Presiden.

Baca juga: UU Cipta Kerja Beri Dampak Positif bagi Perekonomian

"Selain itu, tindakan penerbitan Perppu ini tidak dapat dianggap sebagai pembangkangan konstitusi atau dikenal istilah constitutional disobedience, karena didasarkan pada kewenangan konstitusional yang dimiliki Presiden," ungkap Prof Ibnu.

Polemik terkait belum disahkannya Perppu Cipta Kerja sebagai Undang-Undang oleh DPR dalam sesi yang sama saat pengajuan tidak dapat membatalkan Perppu ini.

Perppu yang diajukan ke DPR hanya dapat dicabut jika tidak mendapatkan persetujuan yang secara resmi disampaikan oleh DPR.

Prof Ibnu juga menjelaskan dalam prinsipnya, penyusunan Perppu Cipta Kerja telah memperhatikan prinsip partisipasi yang bermakna.

Namun, ia menegaskan karena Perppu merupakan hak prerogatif Presiden, maka keputusan mengenai pihak-pihak yang akan dimintai masukan berada di tangan Presiden.

"Presiden memiliki hak menentukan siapa yang harus didengarkan dan dipertimbangkan (choose to be heard dan choose to be considered), bahkan hingga menentukan siapa yang harus memberikan penjelasan (choose the explainer)," tutup Ibnu. (RO/S-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sidik Pramono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat