visitaaponce.com

KPU Abaikan Revisi PKPU Keterwakilan Perempuan

KPU Abaikan Revisi PKPU Keterwakilan Perempuan
Pelantikan anggota KPU Kabupaten/Kota di Kantro KPU, Jakarta(MI/Susanto)

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) mengabaikan langkah untuk merevisi pasal penghitungan keterwakilan caleg perempuan dan syarat mantan terpidana sebagai caleg dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10/2023 setelah Mahkamah Agung (MA) menyatakan aturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.

KPU lebih mengandalkan niat baik partai politik untuk memedomani putusan MA yang telah diketok sejak Selasa (29/8). Anggota KPU RI Idham Holik mengatakan, pihaknya telah menerbitkan surat dinas kepada pimpinan partai politik terkait hal tersebut.

"Dan KPU juga berkeyakinan partai politik memahami dengan baik dua Putusan Mahkamah Agung atas judicial review Pasal 8 ayat (2) huruf a dan Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10/2023," ujar Idham melalui keterangan tertulis, Jumat (6/10).

Diketahui, MA juga sudah memutus perkara uji materi yang salah satunya dimohonkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait Pasal 11 ayat (6) dalam PKPU yang sama. Pasal itu terkait syarat mantan terpidana yang dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik sebagai calon anggota legislatif.

Idham berkilah, tahapan pencalonan anggota legislatif sebentar lagi akan berakhir. Itu ditandai dengan tahap penetapan daftar calon tetap (DCT) pada 3 November 2023. Sebelumnya pada 3 Oktober lalu, KPU sudah menyelesaikan tahap pencermatan rancangan DCT.

"Dan pada umumnya para ahli yang menjadi pembicara dalam focus group discussion mengatakan bahwa putusan MA mengandung prinsip prospektif, bukan retroaktif," tandas Idham.

Sebelumnya pada Senin (2/10), KPU mengundang lima ahli hukum tata negara untuk membahas tindak lanjut atas putusan MA terkait keterwakilan perempuan maupun syarat pencalonan mantan terpidana sebagai anggota legislatif.

Salah satu pemohon uji materi pasal keterwakilan perempuan ke MA sekaligus mantan anggota Bawaslu RI Wahidah Suaib berpendapat kegiatan FGD yang dilakukan KPU sebetulnya tidak perlu dilakukan. Sebab, KPU terkesan mencari-cari pembenaran.

"Kalau diskusi dengan pakar seolah-olah meragukan putusan MA. Putusan MA kan tidak untuk didiskusikan ulang," tandas Wahidah. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat