visitaaponce.com

Mantan Direktur Utama Pertamina Ulas Kasus Penahanan dan Isu SPA CCL

Mantan Direktur Utama Pertamina Ulas Kasus Penahanan dan Isu SPA CCL
Suasana ruang sidang di PN Jakarta Selatan(Dok. Ist)

SUAMI mantan Direktur Utama Pertamina, Herman Agustiawan, saat ini sedang menunggu sidang praperadilan dimulai di PN Jakarta Selatan. Ia dan istrinya merasa bahwa ini adalah seperti pengalaman déjà vu di mana mengalami nasib yang sama persis 5 tahun yang lalu.

Uniknya, kedua penahanan yang terjadi persis menjelang periode kampanye, yaitu pada tanggal 25 September 2018 dalam kasus BMG dan pada 19 September 2023 dalam kasus LNG.

Suami Karen Agustiawan ini menyatakan bahwa sulit untuk menganggap ini sebagai kebetulan, mengingat bahwa proses penyidikan untuk kasus LNG sudah berjalan sejak 6 Juni 2022. 

Baca juga : Korupsi LNG, KPK Berpeluang Jerat Eks Pejabat Pertamina Lain

Namun istrinya baru ditahan pada 19 September 2023, meskipun tidak ada tudingan baru yang ia dengar berdasarkan konferensi pers KPK saat penahanan tersebut.

Dalam kesempatan ini, ia terus menyampaikan bahwa telah terjadi kesalahan dalam penanganan kasus ini. Herman menyoroti Perjanjian Jual Beli atau Sales Purchase Agreement (SPA) antara Pertamina dan Corpus Christi Liquefaction (CCL), yang ditandatangani pada tahun 2013 dan 2014 saat istrinya menjabat Direktur Utama. SPA itu telah dianulir dalam SPA CCL tahun 2015 era Dwi Soetjipto yang masih berlaku hingga saat ini.

Dia menyampaikan pesan istrinya bahwa Pertamina seharusnya tidak mengalami kerugian jika kargo LNG dikelola dengan baik. 

Baca juga : Usai Loloskan Proyek LNG ke Texas, Karen Agustiawan Minta Jabatan ke Perusahaan AS

Hal ini merujuk pada Laporan Hasil Pemilihan Langsung Penjualan Kargo LNG Corpus Christi pada Oktober 2018, di mana Trafigura menawarkan harga lebih tinggi dari harga pembelian, namun kesepakatan tersebut tidak terjadi karena proses negosiasi yang berlarut-larut.

Selanjutnya, ia menyoroti bahwa jika istrinya harus dituntut dan ditahan atas SPA CCL 2015 yang tidak ditandatangani saat masa jabatannya, maka seluruh keuntungan penjualan LNG CCL dari tahun 2022 hingga 2030 seharusnya juga diberikan kepada istrinya.

Dia mengingatkan tentang sebuah rapat pada tanggal 9 Februari 2011 di tempat wakil presiden, yang dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Pertamina. Wakil presiden memberikan arahan yang jelas kepada Pertamina terkait kebijakan gas nasional dan pembangunan FSRU di Jawa Tengah. 

Arahan ini menekankan pentingnya menandatangani LNG SPA. Kasus ini terus menjadi perbincangan hangat. Sementara itu mantan Direktur Utama Pertamina terus menyuarakan keadilan dan menyampaikan pandangannya tentang situasi tersebut. (Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat