visitaaponce.com

Netralitas Alat Negara di Pemilu 2024 Jadi Pertaruhan

Netralitas Alat Negara di Pemilu 2024 Jadi Pertaruhan
Prabowo Subianto (kiri), Gibran Rakabuming Raka(AFP )

ANALIS politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto menilai keikutsertaan putra sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka akan potensial mempengaruhi netralitas alat negara.

Menurutnya, potensi itu juga tidak harus by intention atau disengaja, tetapi secara tidak langsung bisa mempengaruhi netralitas alat negara. Dikatakannya, tidak menutup kemungkinan ada orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah yang mengidolakan Jokowi dan kemudian merasa bahwa membantu Jokowi adalah sesuai dengan keinginan dia.

"Problemnya, kalau itu dilakukan. Maka bukan tidak mungkin mulai dari netralitas birokrasi, netralitas TNI- Polri itu bisa terganggu," tuturnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Dinilai Sedang Mengultuskan Diri

Arif mengkhawatirkan pencalonan Gibran jika teruskan akan membuat bangsa Indonesia kehilangan ruh politik berkeadilan.

"Kalau ini dibiarkan nanti kita akan terjebak pada gaya-gaya lama, ketika nepotisme dianggap normal, ketika pelanggaran etika dianggap bisa diterima sejauh tidak melanggar hukum. Nanti lama-lama politik dan hukum kita terjebak pada formalisme dan kalau itu terjadi, negara ini kehilangan ruh politik yang berkeadilan," tegasnya.

Baca juga: Pembuktian Netralitas Jokowi Jangan Sekadar Omongan, Harus Ada Aturan Tegas

Hal itu bisa dihindari ketika Jokowi adalah negarawan dan mau menghindari potensi konflik kepentingan.

"Itu seharusnya bisa dihindari seandainya Jokowi adalah seorang negarawan," sambungnya.

Namun, Arif menyangsikan sikap kenegarawanan Jokowi, termasuk Jokowi dan Gibran. 

"Jadi saya mau mengatakan bahwa baik Jokowi, Prabowo, Gibran, dan seluruh ketua partai yang mendukung pencalonan Prabowo-Gibran tidak memiliki karakter sebagai seorang negarawan, dan ini sama dengan Anwar Usman," katanya.

Menurut Arif, hal itu disebabkan mereka tidak menghindar bahkan masuk pada potensi konflik kepentingan.

"Mengapa? Karena mereka semua tidak mampu menghindari potensi konflik kepentingan atau menganggap konflik kepentingan adalah sesuatu yang wajar, yang bisa diterima," lanjutnya.

Menurutnya, majunya Gibran menjadi capres ketika Jokowi masih sedang menjabat sebagai presiden adalah melanggar keutamaan. Arif membedakan antara tuntutan kepantasan bagi rakyat biasa dan keutamaan bagi para pemimpin.

"Terhadap pemimpin itu tuntutannya lebih dari sekadar kepantasan, yaitu keutamaan. Termasuk dalam keutamaan adalah kalau para pemimpin bersedia menghindari sesuatu yang punya potensi konflik kepentingan," sambungnya.

Peran Bawaslu

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati mengatakan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus lebih aktif lagi mengawasi potensi penyalahgunaan alat-alat negara.

“Menurut saya Bawaslu harus lebih aktif lagi mengawasi soal ini, karena potensinya bukan hanya di masa kampanye saja. Tapi juga sebelum masa kampanye seperti hari-hari ini,” ujar Khairunnisa.

Meskipun masa kampanye baru akan dimulai tanggal 28 November 2023, sambung Khairunnisa, namun potensi-potensi penyalahgunaan kewenangannya sudah terjadi sebelum masa kampanye resmi dimulai.

“Selama ini Bawaslu selalu berdalih bahwa peserta pemilu belum ditetapkan dan juga belum masuk masa kampanye sehingga tidak bisa dilakukan penindakan,” katanya.

Padahal jelas tertulis dalam tugas dan wewenang Bawaslu, salah satunya melakukan pencegahan dan penindakan terhadap Pelanggaran Pemilu dan Sengketa proses Pemilu sampai dengan memutuskan jika terjadi pelanggaran. 

“Seharusnya dengan segala kewenangannya saat ini, harusnya Bawaslu tidak sekedar menunggu saat masa kampanye saja. Sebelum masa kampanye harusnya sudah harus dilakukan juga untuk memastikan proses pemilu berjalan secara fair,” ujar Khairunnisa.

Keprofesionalitasan dan independensi Bawaslu begitu diharapkan masyarakat. 

“Saya rasa publik sudah banyak mengingatkan bawaslu soal tugas dan fungsinya saat ini, karena saat bawaslu kita sudah bertransformasi menjadi lembaga yang memiliki kewenangan yang besar,” tandas Khairunnisa.

Sebelumnya, beredar dugaan turut campurnya aparat negara dalam proses kandidasi politik. Hal itu disuarakan oleh Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN)  Ganjar-Mahfud, Ammarsjah Purba, terkait dugaan penggunaan aparat untuk memonitor kegiatan politik peserta pemilu. (RO/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat