visitaaponce.com

KSP Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Dilakukan secara Yudisial dan Nonyudisial

KSP: Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Dilakukan secara Yudisial dan Nonyudisial
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Front Aksi Kamisan membentangkan spanduk saat Aksi Kamisan ke-007 di kawasan Landmark Kota Ternate.(Antara/Andri Saputra. )

DEPUTI Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Bidang Polhukam dan HAM Jaleswari Pramodhawardani mengatakan pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengambil jalan penyelesaian pelanggaran HAM berat secara komprehensif yakni menggabungkan penyelesaian yudisial (pengadilan HAM) dengan nonyudisial (kebenaran, pemulihan korban dan pencegahan oleh negara) yang berperspektif korban.

Perempuan yang akrab disapa Dani itu menjelaskan pada awal 11 Januari 2023, presiden mengeluarkan pernyataan yang yakni mengakui pelanggaran HAM berat masa lalu.

Baca juga: Jadi Caleg, 8 Tenaga Ahli KSP Cuti atau Mundur Sementara

Jokowi menyampaikan “Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa”.

"Tidak berhenti di situ, presiden melanjutkan pernyataannya, “Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana, tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," ujar Dani.

Baca juga: Setara: Di Era Jokowi, Pemerintah Masih Abaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Pada bagian terakhir Presiden Jokowi menyampaikan, “Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang”

Pernyataan presiden itu, sambungnya, ditindaklanjuti melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dan Keppres No. 4 Tahun 2023 tentang Tentang Tim Pemantau Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (Tim PKPHAM).

"Saat ini, korban PHB dari 12 peristiwa sebagaimana diputuskan Komnas HAM sedang dipulihkan hak-haknya," ucap Dani.

Pemulihan terhadap para korban, terangnya, dimulai dengan Korban pelanggaran HAM Berat (PHB) Peristiwa Simpang KKA, Jambo Keupok dan Rumoh Geudong di Aceh dan korban PHB peristiwa 1965/1966 yang berada di luar negeri.

"Mereka menerima hak pemulihan langsung dari Presiden Jokowi pada tanggal 27 Juni 2023," tutur Dani.

Ia juga menyampaikan untuk korban PHB peristiwa Penghilangan Paksa 1997/1998, Trisakti, Mei 1998, Semanggi 1 dan 2 akan menerima hak pemulihan pada 11 Desember 2023 yang akan diserahkan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) sebagai Ketua Tim Pengarah PKPHAM. Lalu, untuk Korban PHB peristiwa 1965/1966 di Provinsi Sulawesi Tengah, imbuhnya, akan menerima hak pemulihan pada tanggal 14 Desember 2023 di Palu oleh Prof Makarim Wibisono sebagai Wakil Ketua Tim PKPHAM.

Untuk Korban PHB peristiwa lain, yaitu Peristiwa 65/1966, Peristiwa Talangsari Lampung, Peristiwa Wamena dan Wasior, Peristiwa Dukun Santet dan Peristiwa Pembunuhan Misterius (Petrus), pemulihannya akan dilaksanakan pada tahun 2024.

Dani lebih jauh menjelaskan pemulihan hak korban diberikan oleh 19 Kementerian dan Lembaga sesuai dengan tugas dan fungsi mereka sebagaimana diatur dalam Inpres No 2 tahun 2023. Adapun bentuk pemulihan yang diberikan antara lain Kartu Kesehatan Prioritas, Tunjangan Tunai Bulanan, beasiswa pendidikan, pembangunan atau renovasi rumah, pekerjaan, alat usaha dan sebagainya.

"Pada saat pemulihan korban dan pencegahan keberulangan sebagai mekanisme penyelesaian non-yudisial dijalankan, proses yudisial tetap berjalan," tegas Dani.

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM secara yudisial, terangnya, melalui proses komunikasi dan koordinasi antara Kejaksaan Agung dengan Komnas HAM terkait berkas-berkas penyelidikan yang menunggu proses penyidikan.

Menurut Dani pemerintah tidak menempuh jalan impunitas untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Sebab, penyelesaian dilakukan dengan mekanisme yudisial dan non yudisial, serta proses pemulihan korban.

"Penyelesaian peristiwa dengan menggabungkan mekanisme yudisial dan non yudisial, serta proses pemulihan korban yang melibatkan 19 kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah ini untuk memastikan bahwa jalan penyelesaian pelanggaran HAM berat yang ditempuh Pemerintah bukan jalan impunitas, melainkan jalan komprehensif, jalan keadilan yang berperspektif korban," tuturnya. (Ind/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat