visitaaponce.com

Kenaikan Gaji ASN 8 Dinilai Populis, Bebani APBN, dan Lukai Masyarakat

Kenaikan Gaji ASN 8% Dinilai Populis, Bebani APBN, dan Lukai Masyarakat
Sejumlah ASN tengah apel di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 1 Januari 2024.(Antara/Yulius Satria Wijaya)

KEPUTUSAN pemerintah untuk menaikkan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga 8% dinilai bersifat populis dan bertolak belakang dengan semangat efisiensi birokrasi. Langkah itu juga dianggap menambah beban APBN yang sejatinya memiliki ruang amat terbatas.

"Ini adalah kebijakan yang sifatnya populis, dibanding untuk meningkatkan perekonomian. Karena kalau dilihat dari sisi beban belanja pegawai, itu sudah sangat berat. Di dalam APBN 2024, itu ada Rp480 triliun yang dialokasikan untuk belanja pegawai, hampir 20% dari APBN," ujar Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira seperti dikutip dari wawancara bersama Metro TV, Kamis (4/1).

Belum lagi, lanjutnya, keputusan untuk menaikkan gaji ASN dilakukan menjelang pemilu. Hal itu memunculkan dugaan adanya tujuan lain dari penambahan upah pelayan negara. Kenaikan tersebut dapat dilihat sebagai cara untuk menarik suara bagi pasangan calon presiden tertentu.

Baca juga: Gaji ASN yang Naik 8 Persen Dibayar Penuh pada Januari 2024

Jumlah ASN yang mendekati 4 juta orang dinilai bakal menjadi modal suara yang kuat dalam pemilu. Itu dengan asumsi setiap ASN memiliki 3 orang anggota keluarga. Dus, secara tak langsung, kenaikan upah ASN dapat mengamankan 16 juta suara dalam pemilu.

"16 juta ini menjadi sasaran penting. makanya politik anggaran kita tidak berdasar pada rasional, masyarakat sekarang membutuhkan ketahanan pangan, pupuk murah, tapi yang dilakukan kenaikan gaji ASN. Hari ini pemerintah hanya ingin APBN menyenangkan sebagian pihak untuk tujuan politik tertentu menjelang pemilu," terang Bhima.

Padahal masih ada kebutuhan lain yang lebih mendesak untuk dipenuhi pemerintah. Anggaran kenaikan gaji ASN, kata Bhima, dapat digunakan untuk memperkuat bantuan sosial, subsidi bahan pokok, atau kegiatan produktif lainnya.

Baca juga: Pengamat: Pemerintah Perlu Tegaskan Bansos dari APBN, Bukan Calon Tertentu

Padahal dana yang digunakan untuk menambah gaji ASN itu sebagian besar berasal dari pungutan pajak masyarakat. Mestinya, uang tersebut diprioritaskan dikembalikan kepada masyarakat yang betul-betul membutuhkan bantuan.

"Kita ingin menjadi birokratis atau negara yang mendorong efisiensi dan digitalisasi? Kalau ada uang sedikit, itu bisa didorong untuk menstimulus ekonomi rakyat dan itu tidak tercermin. Jadi kita makin menjauh dari esensi reformasi birokrasi," jelas Bhima.

Kenaikan Gaji ASN Lukai Masyarakat

Kenaikan gaji ASN hingga 8% juga dinilai cukup melukai masyarakat. Lantaran kenaikan upah minimum yang diterima terlampau kecil, jauh di bawah kenaikan gaji ASN. Bahkan sampai saat ini masih banyak pekerja yang menerima gaji di bawah upah minimum.

Alih-alih mempertebal dompet pelayan negara yang menerima tunjangan dan fasilitas negara, pemerintah mestinya lebih berfokus untuk membantu para pekerja dengan upah seadanya itu. "Ada ketimpangan antara UMP yang kenaikannya sangat kecil dengan kenaikan gaji ASN, dan itu akan menjadi timpang, karena yang harus dibantu bukan ASN," jelas Bhima.

"Yang sekarang dibutuhkan adalah keberpihakan APBN untuk membantu masyarakat yang upahnya minimum, di bawah UMP, dan kenaikan UMP yang kecil," tambahnya.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat