visitaaponce.com

Alumni dan Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Kritik Pemerintah Soal Sikap Demokrasi yang Beradab dan Beretika

Alumni dan Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Kritik Pemerintah Soal Sikap Demokrasi yang Beradab dan Beretika
Ilustrasi--Kampus UIN Syarif Hidayatullah(uinjkt.ac.id/)

ALUMNI dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah melontarkan kritik terhadap pemerintah terkait penyelengaraan Pemilu 2024. Alumni dan civitas akademika universitas yang kampusnya berada di Ciputat itu mengingatkan pemerintah mengenai demokrasi yang beradab dan beretika.

Dalam surat pernyataan yang diterima Media Indonesia, alumni dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatulah mendesak penyelenggara Pemilu, baik KPU, Bawaslu, dan DKPP agar bekerja secara profesional dan bertanggung jawab. 

"Penyelenggara pemilu dengan sungguh-sungguh memegang prinsip independen, transparan, adil dan jujur. Menjauhkan diri dari kecenderungan berpihak, mengutamakan kepentingan politik orang perorang, kelompok, partai dan sebagainya," ungkap alumni dan civitas akademika dalam surat pernyataan mereka, Sabtu (3/2).

Baca juga : Koalisi Masyarakat Sipil Pertanyakan Proses Wawancara Calon Anggota KPU-Bawaslu

Para penyelenggara Pemilu, lanjut mereka, diminta kuat dalam menghadapi kemungkinan intervensi dari pihak manapun. Berani menegakkan aturan dan memastikan semua pelanggaran pemilu diselesaikan dengan semestinya sesuai aturan. Bahkan jika itu dilakukan oleh pihak yang paling berkuasa di Indonesia.

Alumni dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatulah juga mendesak Joko Widodo dan aparat negara untuk bersikap netral dan menjadi pengayom bagi seluruh konstentan pemilu. 

"Presiden, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, wajib bersikap netral dan memfasilitasi seluruh aktivitas pemilu berdasar prinsip keadilan. Sikap ini lebih dari sekedar tidak menggunakan fasilitas negara," kata mereka. 

Baca juga : Komposisi Anggota Penyelenggara Pemilu Harus Inklusif

Netral dalam hal ini, lanjut alumni dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatulah itu, bukan saja tidak mengutarakan pilihan politiknya, tapi juga seluruh sikap dan laku diri sebagai presiden. Terutama tidak membuat kebijakan yang dapat berdampak menguntungkan secara elektoral bagi paslon tertentu.

"Mendesak Presiden agar dengan sungguh-sungguh mengelola pemerintahan demi dan untuk kepentingan nasional. Bukan demi kepentingan keluarga atau kelompok dengan mengatasnamakan kepentingan nasional," kata alumni dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatulah.

Mereka memandang aktivitas Presiden akhir-akhir ini terlihat seperti lebih condong mengutamakan kepentingan elektoral salah satu paslon bukanlah sikap seorang Presiden sebagai negarawan. Situasi ini bukan saja dapat berdampak pada pelayanan pemerintah secara nasional, tapi juga  menimbulkan ketidaksolidan dan ketidaknyamanan anggota kabinet. 

Baca juga : Pembentukan Tim Seleksi Penyelenggara Pemilu Harus Transparan

"Jika situasinya terus seperti ini dikhawatirkan bisa menimbulkan instabilitas nasional. Padahal, berulang kali Presiden mengingatkan agar kita semua bergembira dalam menghadapi penyelenggaran pemilu/pilpres 2024 ini. Tapi hari demi hari yang diterima adalah kepiluan dalam pelaksanaan pemilu/pilpres dan pengelolaan keadaban demokrasi kita," kecam mereka.

Mereka juga menyoroti mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi yang akhirnya mengizinkan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden.

"Sejak putusan MK atas uji materi No 90/2023 ditetapkan, keadaban/akhlak demokrasi kita terus menerus merosot. Presiden sebagai kepala negara berkewajiban untuk menjaga dan menjadi contoh bagaimana keadaban/akhlak berdemokrasi itu menjadi laku kehidupan bernegara," tegas alumni dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatulah.

Baca juga : Penyelenggara dan Pengawas Pemilu Harus Inovatif

Alumni dan civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah juga mendesak polisi untuk bersikap independen dan profesional.

"Polisi jangan menjadi alat negara yang dapat menimbulkan rasa takut dalam mengekspresikan sikap politik warga negara. Tidak mudah melakukan pemidanaan atas sikap kritis masyarakat. Seperti yang menimpa saudara Aiman Witjaksono, Palti Hutabarat, dan kini Butet Kartaredjasa." 

"Polri adalah alat negara untuk menegakan hukum dan ketertiban. Bukan alat Presiden. Maka dan oleh karena itu, sudah seharusnya bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara. Bukan untuk kepentingan pemerintah atau pihak-pihak tertentu," pungkas mereka. (RO/Z-1)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat