visitaaponce.com

Kinerja Legislasi DPR Dinilai Mengecewakan

Kinerja Legislasi DPR Dinilai Mengecewakan
Bangku kosong mendominasi ruangan rapat paripurna DPR(MI / Susanto)

PAKAR hukum dan tata negara Feri Amsari mengkritisi cara kerja dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang selama ini bekerja hanya berdasarkan pesanan dan kepentingan politik.

Dia menilai DPR periode 2019-2024 saat ini sesungguhnya memiliki beban legislasi yang besar. Namun, kenyataannya program legislasi nasional yang harus dirampungkan lebih banyak yang masih terbengkalai.

“Bahkan kurang lebih baru 10 persen saja dari beban program legislasi nasional. Tapi kalau sudah masuk ke produk legislasi yang punya kepentingan politik, mereka mengerjakan terburu-buru,” ucap Feri kepada Media Indonesia, Selasa (14/5).

Baca juga : Penguatan Peran Parlemen Kuncinya Tingkatkan Transparansi

Padahal, DPR sebenarnya memiliki amanah untuk mendengarkan partisipasi publik untuk semua kerja yang akan mereka lakukan, termasuk dalam membentuk Undang-Undang (UU). Hal itu tertera dalam ketentuan Pasal 96 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Feri menyayangkan dan mengkritik keras bahwa DPR sama sekali tidak berperan sebagai wakil rakyat, tetapi wakil dari mereka yang memiliki kepentingan politik dan kerap ingin mencari untung sendiri.

“Keterburu-buruan dalam merancang UU dengan mengabaikan partisipasi publik ini mengindikasikan banyak pasal yang dibicarakan terkait kepentingan politik sesaat DPR saja,” kata Feri.

Baca juga : Ketua DPR Dituntut Perjuangkan Kesetaraan Gender yang Lebih Luas

“Jadi, pembahasan UU itu, didesak oleh kepentingan politik, RUU Kementerian Negara, misalnya, karena mau membagi jumlah kabinet lebih besar dari 34. Dikerjakan buru-buru, tanpa ada kajian, tanpa analisa, tanpa kewajiban naskah akademik agar dijelaskan ke publik kenapa angka 34 jadi 40?” tambahnya.

Begitu pula dengan cara kerja DPR yang membahas revisi UU MK. Feri menduga RUU MK digarap secepat kilat untuk menawan hakim konstitusi serta dapat memenuhi kehendak politik DPR.

“Agar kemudian MK tidak membatalkan UU kalau disahkan oleh DPR karena punya problematika konstitusional di MK. Jadi mereka mengerjakan UU MK, UU Kementerian Negara, itu karena kepentingan sesaat. Mereka butuh hakim yang bisa disesuaikan dengan kepentingan politiknya,” jelas Feri.

“Ini jauh dari konsep bagaimana membentuk UU dengan baik. Mereka tidak melibatkan publik, tidak bicara soal kepentingan politik. Bahkan mereka mengabaikan hal yang lebih dari tinggi dari itu, yakni konstitusi dan rakyatnya,” pungkasnya. (Z-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat