Kinerja Legislasi DPR Dinilai Mengecewakan
![Kinerja Legislasi DPR Dinilai Mengecewakan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2024/05/c957c553fee4892daeff26b4a2ad1ba3.jpg)
PAKAR hukum dan tata negara Feri Amsari mengkritisi cara kerja dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang selama ini bekerja hanya berdasarkan pesanan dan kepentingan politik.
Dia menilai DPR periode 2019-2024 saat ini sesungguhnya memiliki beban legislasi yang besar. Namun, kenyataannya program legislasi nasional yang harus dirampungkan lebih banyak yang masih terbengkalai.
“Bahkan kurang lebih baru 10 persen saja dari beban program legislasi nasional. Tapi kalau sudah masuk ke produk legislasi yang punya kepentingan politik, mereka mengerjakan terburu-buru,” ucap Feri kepada Media Indonesia, Selasa (14/5).
Baca juga : Penguatan Peran Parlemen Kuncinya Tingkatkan Transparansi
Padahal, DPR sebenarnya memiliki amanah untuk mendengarkan partisipasi publik untuk semua kerja yang akan mereka lakukan, termasuk dalam membentuk Undang-Undang (UU). Hal itu tertera dalam ketentuan Pasal 96 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Feri menyayangkan dan mengkritik keras bahwa DPR sama sekali tidak berperan sebagai wakil rakyat, tetapi wakil dari mereka yang memiliki kepentingan politik dan kerap ingin mencari untung sendiri.
“Keterburu-buruan dalam merancang UU dengan mengabaikan partisipasi publik ini mengindikasikan banyak pasal yang dibicarakan terkait kepentingan politik sesaat DPR saja,” kata Feri.
Baca juga : Ketua DPR Dituntut Perjuangkan Kesetaraan Gender yang Lebih Luas
“Jadi, pembahasan UU itu, didesak oleh kepentingan politik, RUU Kementerian Negara, misalnya, karena mau membagi jumlah kabinet lebih besar dari 34. Dikerjakan buru-buru, tanpa ada kajian, tanpa analisa, tanpa kewajiban naskah akademik agar dijelaskan ke publik kenapa angka 34 jadi 40?” tambahnya.
Begitu pula dengan cara kerja DPR yang membahas revisi UU MK. Feri menduga RUU MK digarap secepat kilat untuk menawan hakim konstitusi serta dapat memenuhi kehendak politik DPR.
“Agar kemudian MK tidak membatalkan UU kalau disahkan oleh DPR karena punya problematika konstitusional di MK. Jadi mereka mengerjakan UU MK, UU Kementerian Negara, itu karena kepentingan sesaat. Mereka butuh hakim yang bisa disesuaikan dengan kepentingan politiknya,” jelas Feri.
“Ini jauh dari konsep bagaimana membentuk UU dengan baik. Mereka tidak melibatkan publik, tidak bicara soal kepentingan politik. Bahkan mereka mengabaikan hal yang lebih dari tinggi dari itu, yakni konstitusi dan rakyatnya,” pungkasnya. (Z-8)
Terkini Lainnya
Pemerintahan Prabowo Diminta Perkuat Peran DPD
Baleg DPR Bantah Ada Jalur Khusus dalam Pembahasan RUU
Formappi: Revisi UU MK Ekspresi Ketidaknyamanan DPR RI
DPR Belum Optimal Jalankan Fungsi Legislasi
Mayoritas Aktor Politik di Indonesia tidak Mengamalkan Cita-Cita Pendiri Bangsa
Mardiono Tegaskan akan Terus Jaga PPP Sesuai Pesan Maimoen Zubair
PPP tidak Lolos ke Parlemen, Elite Partai Didesak Segera Minta Maaf
Elite PPP Didesak Mundur
PPP tidak Lolos Parlemen, Suharso Sebut Pemimpin Harus Tanggung Jawab
Pemimpin Politik Prancis Bergegas Siapkan Pemilu Dadakan Setelah Macron Membubarkan Parlemen
Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo Mengundurkan Diri Setelah Kekalahan Pemilu
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap