visitaaponce.com

Nuansa Keraton di Masjid Gedhe Kauman

Nuansa Keraton di Masjid Gedhe Kauman
Warga muslim dan muslimat berjalan usai melaksanakan shalat di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta.(ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

MASJID Raya Yogyakarta atau lebih dikenal dengan Masjid Gedhe Kauman merupakan salah satu peninggalan sejarah budaya Islam di Jawa yang dibawa para wali. Layaknya masjid-masjid di Kudus yang mengadopsi unsur Hindu dalam bangunannya, Masjid Gedhe Kauman juga mengadopsi unsur Jawa dalam bentuk bangunan dan ornamennya.

Ada yang unik dari prasasti yang terletak di serambi masjid, yakni sebuah sengkalan atau kata-kata dalam bahasa Jawa yang memiliki makna perhitungan tahun. Di prasasti Masjid Gedhe Kauman, tertulis ‘Gapura Trus Winayang Jalma’ yang menandakan tanggal berdirinya masjid tersebut pada Minggu Wage, 29 Mei 1773 Masehi.

Arsitektur Masjid Gedhe Kauman hampir serupa dengan gaya masjid Demak yang kental dengan budaya Jawa. Terdapat saka guru atau empat pilar utama khas rumah tradisional Jawa serta bentuk atap yang disebut tajug. Atap tajug di Masjid Gedhe Kauman ialah tajug lambang teplok, yakni bentuk atap bersusun tiga yang memiliki makna simbolis pada setiap tingkatnya.

Tingkat paling bawah pada atap merupakan simbol kerukunan hidup antarsesama manusia di dunia atau ihsan. Tingkat kedua melambangkan keseimbangan hidup di dunia dan akhirat atau Islam. Tingkatan terakhir yang merupakan tingkatan tertinggi ialah simbol hubungan manusia dengan sang Ilahi atau bisa juga disebut iman.

Makna filosofis lainnya ditemukan di hampir seluruh ornamen dan arsitektur bangunan Masjid Gedhe Kauman yang menyimpan makna berkaitan erat dengan Keraton Yogyakarta. Hal itu karena pembangunan masjid tersebut diprakarsai Sri Sultan Hamengkubuwono I dan Kiai Fakih Ibrahim Diponingrat sebagai Penghulu Keraton pada masa itu.

Masjid Gedhe Kauman memiliki mahkota di puncak atapnya yang berbentuk menyerupai bunga sebagai mustaka sebagai penanda bahwa masjid milik sultan. Ini merupakan akulturasi yang sempurna.

Masjid Gedhe Kauman sempat digunakan sebagai tempat bermusyawarah tentang hukum Islam pada era awal Kesultanan Yogyakarta, khususnya mengenai persoalan perdata.

Hingga saat ini, Masjid Gedhe Kauman masih ramai dikunjungi masyarakat, baik untuk beribadah maupun berwisata. Memasuki Ramadan seperti sekarang, prosesi ibadah salat Tarawih berjemaah rutin diadakan di Masjid Gedhe Kauman dan selalu ramai dihadiri jemaah. (*/H-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat