visitaaponce.com

Ini Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara saat Ramadan Berdasarkan Surat Edaran Menag

Ini Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara saat Ramadan Berdasarkan Surat Edaran Menag
Ilustrasi pengeras suara masjid(Antara)

Kementerian Agama (Kemenag) baru saja mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idulfitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, pada Rabu (6/3) pekan lalu.

"Umat Islam diimbau untuk tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan toleransi dalam menyikapi potensi perbedaan penetapan 1 Ramadan 1445 Hijriah/2024 Masehi," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, sebagaimana tertulis dalam surat edaran. 
 
Surat itu menyebutkan imbauan untuk tetap berpedoman pada SE Menag tentang pengeras suara di masjid dan Mushola, yang tertuang dalam SE Menag Nomor 5 Tahun 2022. Sementara, surat yang menjadi pedoman menyebutkan ketentuan pengeras suara yang boleh dipakai di masjid dan musala selama bulan Ramadan, salah satunya tarawih dan tadarus.

“Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur'an menggunakan Pengeras Suara Dalam,” sebagaimana tertulis di SE Menag Nomor 5 Tahun 2022. 

Baca juga : Penanggung Jawab Masjid Harus Awasi Prokes Selama Ibadah 

Berikut rincian Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara ketika Ramadan: 

Waktu Salat Subuh:

  • Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit.
  • Pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.

Waktu Salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:

  • Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit.
  • Sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.

Waktu Salat Jumat:

  • Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit.
  • Penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum'at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum'at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam.
  • Pengumandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar.

Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:

  • Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur'an menggunakan Pengeras Suara Dalam.
  • Takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.
  • Pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar.
  • Takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam.
  • Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.

Surat Edaran ini memicu protes dari penceramah kondang Gus Miftah. Sementara waktu mengumandangkan Tadarus diatur, dia membandingkannya dengan dangdutan yang bisa dilakukan hingga pukul satu subuh. 

Protes itu pun ditanggapi oleh pihak Kemenag. Sebagaimana tertulis dalam keterangan dari situs kemenag.go.id pada Senin (11/3), juru bicara Kementerian Agama Anna Hasbie mengatakan Gus Miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tersebut.

"Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat," tegas Anna.

Sementara di sisi lain, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai penggunaan pengeras suara bisa disesuaikan dengan kondisi di sekitar masjid, guna menjaga toleransi dalam lingkungan yang majemuk.

"Saya kira ini bisa menyesuaikan dengan kondisi dan kearifan lokal, masyarakat yang hidup dalam lingkungan majemuk perlu menjaga toleransi dan kerukunan," kata Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi atau Gus Fahrur kepada wartawan, Senin (11/3). (Z-10)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat