visitaaponce.com

Sejengkal A Little Twist, Kisah Stigma Gender dalam Dunia Tenun

Sejengkal (A Little Twist), Kisah Stigma Gender dalam Dunia Tenun
Suasana syuting film pendek Sejenglal (A Little Twist).(Instagram @sejengkalmovie)

Tenun merupakan salah satu seni tradisi yang mengakar di banyak kultur, termasuk di Indonesia. Biasanya, aktivitas itu lebih banyak dilakukan kaum perempuan. Nah, apa yang terjadi jika laki-laki pun ingin turut menenun, terutama jika ia berada di lingkungan yang menganggap menenun adalah pekerjaan perempuan semata. 

Film pendek berjudul Sejengkal (A Little Twist) yang kini tengah tayang di kanal Youtube Motion Capture Indonesia mengetengahkan situasi tersebut. 

Berlatar tempat di Pulau Semau, NTT, Sejengkal (A Little Twist) bercerita tentang Menas, seorang anak laki-laki yang ingin menuntaskan kain tenunan mendiang mamanya. Namun, untuk melakukan itu, ia harus menghadapi stigma gender yang melekat dalam budaya tenun di sekitarnya. 

Film yang disutradari oleh Arie Oramahi ini menyangkut kesetaraan gender dalam pelestarian kekayaan budaya dan dirilis bertepatan dengan Hari Keragaman Budaya untuk Dialog dan Pembangunan Sedunia yang jatuh pada hari ini.

Isu budaya tenun diangkat dalam karya kolaboratif GEF SGP Indonesia, Terasmitra, dan Motion Capture Indonesia, sebagai upaya melestarikan budaya tenun yang seharusnya melibatkan banyak orang dalam semua gender.

"Mengangkat budaya dan stigma juga. Harus ada peranan dan kerja sama semua orang,  laki-laki dan perempuan, dalam melestarikan budaya tenu," ujar Santirta Martendano, scriptwriter sekaligus DOP film pendek Sejengkal, dalam siaran pers, Jumat (21/5).

Sementara itu, Arie mengatakan, melalui film ini, dia ingin mengajak generasi muda untuk melestarikan budaya-budaya bangsa, seperti tenun, yang saat ini lebih banyak dilakoni oleh wanita berusia lanjut.

Bukan hanya mengusung budaya tenun dari belahan timur Indonesia, Sejengkal juga melibatkan warga lokal dalam proses pembuatan film yang dilakukan di masa pandemi tersebut.

"Hal unik di produksi film ini, kita megajak warga di sana untuk membuat produksi film. Sekitar 50% syuting dan 50% lagi workshop buat teman-teman di sana. Terimakasih buat teman-teman di Kupang yang membantu kita selama produksi," kata Arie.

Arie mengungkapkan, warga-warga lokal sangat antusias terhadap workshop tentang perfilman tersebut. Dengan keikutsertaan warga lokal dalam produksi film ini diharapkan dapat melahirkan sineas-sineas baru dari daerah NTT. (M-2) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat