visitaaponce.com

Dunia Diminta Fokus pada Hak Reproduksi daripada Jumlah Populasi

Dunia Diminta Fokus pada Hak Reproduksi daripada Jumlah Populasi
Pengungsi Suriah bersama bayinya yang baru lahir mendapat dukungan UNFP, mengenai kesehatan reproduksi(Khalil MAZRAAWI / AFP)

PERSERIKATAN bangsa-bangsa mengatakan dunia jangan hanya terpaku pada dampak melonjaknya populasi, tapi harus melihat pada hak reproduksi perempuan untuk menopang ketahanan demografi.

Badan kesehatan seksual dan reproduksi PBB (UNFPA) mengakui ada kecemasan yang meluas dengan meningkatnya populasi dunia, yang diperkirakan mencapai puncaknya sekitar 10,4 miliar jiwa selama tahun 2080-an. Namun, UNFPA mengatakan fokusnya harus memberi perempuan lebih banyak hak untuk mengontrol kapan dan bagaimana mereka memiliki anak.

"Pertanyaannya adalah: 'Dapatkah setiap orang menggunakan hak asasi manusia mereka untuk memilih jumlah dan jarak anak mereka?'. Sayangnya, jawabannya adalah tidak," kata kepala UNFPA Natalia Kanem, seperti dikutip AFP, Rabu (19/4)

Dia mengatakan bahwa 44%, hampir setengah dari perempuan, tidak memikiki otonomi atas tubuh mereka. “Mereka tidak dapat membuat pilihan tentang kontrasepsi, perawatan kesehatan, dan apakah akan berhubungan seks atau dengan siapa. Dan secara global, hampir setengah dari semua kehamilan terjadi karena  tidak diinginkan."

Dia mengatakan negara-negara dengan tingkat kesuburan tertinggi berkontribusi paling sedikit terhadap pemanasan global namun paling menderita akibat dampaknya.

Dalam laporan tahunan "State of World Population" tahunannya, UNFPA menemukan pandangan yang paling umum dipegang adalah bahwa populasi dunia terlalu besar.

Tetapi, mereka mengatakan bahwa melewati angka delapan miliar harus menjadi alasan untuk merayakannya. Ini adalah tonggak sejarah yang mewakili kemajuan bersejarah bagi umat manusia di bidang kedokteran, sains, kesehatan, pertanian, dan pendidikan.

"Sudah waktunya untuk mengesampingkan rasa takut, berpaling dari target populasi dan menuju ketangguhan demografis - kemampuan untuk beradaptasi dengan fluktuasi pertumbuhan populasi dan tingkat kesuburan," katanya.

India

“Populasi dunia dengan cepat mengatur ulang dirinya sendiri," kata Kanem dalam konferensi pers.

Kanem mengatakan peringkat negara terpadat di dunia akan berubah secara signifikan selama 25 tahun ke depan. India, kata dia, akan menyusul Tiongkok. Delapan negara akan mencapai setengah dari proyeksi pertumbuhan populasi global pada tahun 2050. Mereka adalah Republik Demokratik Kongo, Mesir, Ethiopia, India, Nigeria, Pakistan, Filipina, dan Tanzania.

Laporan itu mengatakan dua pertiga orang tinggal di negara dengan tingkat kesuburan rendah. “Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah manusia di mana tidak setiap negara menjadi besar (secara populasi),” kata Kanem.

Negara-negara dengan tingkat kesuburan tertinggi semuanya ada di Afrika: Niger (6,7), Chad (6,1), Kongo (6,1) Somalia (6,1) dan Mali dan Republik Afrika Tengah (5,8). Sedangkan wilayah dengan tingkat kelahiran terendah adalah Hong Kong (0,8), Korea Selatan (0,9), Singapura (1,0), Makau dan San Marino (1,1) serta Aruba dan Tiongkok (1,2). Eropa adalah satu-satunya wilayah yang diproyeksikan mengalami penurunan populasi secara keseluruhan antara saat ini dan 2050.

Laporan itu mengatakan tingkat kesuburan dunia per perempuan saat ini 2,3. Harapan hidup adalah 71 untuk pria dan 76 untuk wanita. "Semua populasi menua terutama karena kita hidup lebih lama. Sejak 1990, rata-rata harapan hidup meningkat sekitar satu dekade," kata Kanem.

Sebanyak 25% populasi dunia berusia 14 tahun atau kurang; 65% berusia 15-64 tahun dan 10% berusia 65 tahun ke atas. Laporan tersebut menemukan pemerintah yang khawatir (dengan pertumbuhan populasi) semakin mengadopsi kebijakan yang bertujuan menaikkan, menurunkan, atau mempertahankan tingkat kesuburan. Namun, upaya seperti itu seringkali tidak efektif.

"Setengah juta kelahiran setiap tahun terjadi di kalangan anak perempuan berusia 10-14 tahun. Anak perempuan yang terlalu muda untuk melakukan hubungan seks, anak perempuan yang dinikahkan, dilecehkan, atau keduanya," tambah Kanem. (M-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat