visitaaponce.com

DPR Tolak Wacana Penaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau saat Pandemi

DPR Tolak Wacana Penaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau saat Pandemi
Petani memanen tembakau di lereng gunung Prahu Desa Campurejo, Tretep, Temanggung, Jateng, Kamis (29/7).(Antara/Anis Efizudin.)

BERLANGSUNGNYA pandemi covid-19 gelombang kedua dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level IV telah memunculkan berbagai spekulasi soal daya tahan ekonomi negara dan penghidupan masyarakat. Bagi pelaku industri hasil tembakau (IHT), di tengah kondisi sulit yang ada, terdapat tiga tantangan besar yang kini mereka hadapi. 

Tantangan itu mulai dari menurunnya ekonomi masyarakat sebab pandemi, kekhawatiran kembali naiknya tarif cukai hasil tembakau (CHT), hingga kemungkinan penyederhanaan struktur tarif cukai (simplifikasi). Keresahan ini bukan tanpa alasan mengingat sejak dua tahun terakhir pemerintah telah melakukan kenaikan tarif CHT secara eksesif. Pada aspek penurunan ekonomi masyarakat, Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa pemberlakukan PPKM bakal menekan perekonomian. Proyeksinya, jika PPKM berlangsung selama satu bulan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya akan mencapai 3,8% atau lebih rendah dari perkiraan BI sebelumnya di kisaran 4,1%-5,1% dengan titik tengah 4,6%.  

Kebijakan PPKM darurat nyatanya juga memberi dampak berupa ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pengangguran terbuka di beberapa provinsi. Begitu pun daerah sentra tembakau yang notabene serapan tenaga kerja oleh IHT jadi tumpuan ekonomi daerah, sebut saja Kudus, Temanggung, Jember, dan Deli. Telah terbebani lantaran pandemi, para pelaku IHT semakin dibuat cemas memasuki semester kedua 2021 lantaran agenda-agenda pelemahan industri yang semakin gencar dikemukakan oleh pihak antitembakau. Hal tersebut lantas memicu pertanyaan besar bagi pelaku IHT atas perlindungan negara pada keberlangsungan usahanya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan mengatakan komisi sampai saat ini menolak wacana kenaikan tarif maupun simplifikasi CHT. Dia berharap pemerintah lebih berfokus terhadap penanggulangan pandemi covid-19 terlebih dahulu, ketimbang melahirkan kebijakan baru yang ekstrem seperti itu. 

"Saat ini bukan waktu yang tepat. Tidak ada urgensinya sama sekali. Lebih baik pemerintah menjaga IHT dengan kebijakan yang soft mengingat situasi ekonomi sedang tidak bagus dan sulit untuk mencari pekerjaan. Tarif cukai juga ada baiknya tidak naik dulu. Kalau pun naik harus sesuai kemampuan dan masukan dari pelaku industri terlebih dahulu, CHT jangan dilihat dari perusahaan-perusahaan besarnya saja, tapi juga petani dan buruh yang terlibat perlu diperhatikan," ujar Daniel dalam keterangan resmi, Kamis (29/7).

Di sisi lain, kenaikan CHT dan dorongan simplifikasi cukai bisa semakin menaikkan risiko peredaran rokok ilegal di kalangan masyarakat ekonomi rentan. Peredaran rokok ilegal punya sejumlah dampak bahaya bagi perekonomian, mulai dari hilangnya potensi penerimaan cukai, pajak pertambahan nilai (PPN), hingga pajak daerah. Adapun klasifikasi rokok ilegal pun beragam mulai dari rokok tanpa pita cukai, pita cukai sudah kedaluwarsa, hingga praktik yang biasa terjadi, pita cukai untuk SKT dilekatkan di kemasan SKM. Akibatnya, ketika dijual secara eceran menjadi lebih murah.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Profesor Candra Fajri Ananda menuturkan bahwa pengenaan kebijakan harga (price policy) untuk alasan perlindungan kesehatan menjadi strategi yang kurang tepat sasaran. "Apabila pemerintah memang ingin menyelesaikan masalah kesehatan, yang perlu dicari yaitu solusi untuk mengendalikan efek produk tembakau, bukan membunuh industrinya melalui kenaikan tarif ataupun simplifikasi yang eksesif," paparnya.

Kebijakan penetapan cukai hasil tembakau (CHT) yang adil diperlukan agar pasar rokok legal tidak terbebani dan bisa memenuhi permintaan secara legal pula. Salah satu jalan tengah yang adil bagi produsen rokok dan pemerintah saat ini yaitu menyusun peta jalan (roadmap) industri. "Melalui peta jalan yang multiobjectives, kita berharap hal tersebut dapat membantu IHT untuk dapat menyesuaikan kebijakan industri dan tidak menjadi kaget ketika pemerintah menerapkan kebijakan IHT tertentu," tambah Candra.

Candra juga tidak menampik negara saat ini punya pekerjaan bersama yang lebih besar, yakni penanggulangan pandemi. Oleh karenanya, ia melihat saat ini urgensi untuk melakukan penyesuaian tarif cukai belum terlalu diperlukan. "Di tengah pandemi, IHT menjadi salah satu sektor usaha yang berkontribusi besar menopang perekonomian negara. Kalau semakin ditekan justru dapat memberikan dampak negatif bagi penerimaan negara," jelasnya. (OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat