visitaaponce.com

Pengusaha Sebut Aturan Penyesuaian Upah Cegah PHK Massal

Pengusaha Sebut Aturan Penyesuaian Upah Cegah PHK Massal
Ilustrasi Upah Pekerja(Dok. MI)

KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan aturan pemangkasan atau penyesuaian upah pekerja maksimal 25% dapat mencegah adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan secara besar-besaran.

Ia menyebut dalam enam bulan terakhir kondisi industri padat karya tertentu orientasi ekspor mengalami goncangan akibat penurunan ekspor produk, utamanya ke Amerika Serikat dan Eropa. Sehingga, para pengusaha sektor tersebut meminta ada penyesuaian upah buruh untuk mempertahankan keberlangsungan usaha.

"Ekspor padat karya kita anjlok banget, rata-rata penurunan ekspor hingga 50%, sehingga mengganggu cash flow. Penyesuaian upah ini untuk mencegah adanya PHK yang lebih besar lagi," kata Hariyadi saat dihubungi wartawan, Jumat (17/3).

Baca juga : Cegah PHK di Industri Padat Karya, Pemerintah Terbitkan Permenaker No 5 Tahun 2023

Ia menyebut dari data BPJS Ketenagakerjaan mencatat sekitar 919.071 pekerja telah mencairkan dana JHT (Jaminan Hari Tua) akibat PHK dari Januari-November 2022. Berdasarkan laporan dari industri garmen, tekstil dan alas kaki terjadi PHK sebanyak 87.236 pekerja dari 163 perusahaan. 

Ia mengkhawatirkan angka PHK di tahun ini lebih tinggi jika tidak ada pelonggaran kebijakan dalam pengupahan.

Baca juga : Permenaker Baru Soal Upah Pekerja Hadirkan Pro-Kontra Antara Buruh dan Pengusaha

Kebijakan pembayaran upah buruh minimal 75%, dianggap Hariyadi, menjadi solusi keuntungan bersama atau win-win solution antara pengusaha dengan pekerja, ketimbang dilakukan PHK sepihak. Hariyadi juga menegaskan, pemberlakuan penyesuaian upah merupakan kebijakan temporer alias sementara dengan jangka waktu maksimal enam bulan.

"Jadi sembari menunggu badai reda, opsi penyesuaian upah ini jadi jalan tengah bagi perusahaan yang terdampak akibat penurunan ekspor," imbuhnya.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz Wahadji menuturkan rata-rata industri padat karya tertentu di Tanah Air amat menggantungkan usahanya dari eskpor produksi, seperti garmen, sepatu, dan lainnya.

"Jadi, perusahaan pilih mana, tetap bekerja atau PHK. Jika perusahaan itu tidak mampu, maka kebijakan ini dibutuhkan bersama," terangnya.

Ia pun menegaskan kepada pengusaha agar membangun komunikasi yang baik dengan para pekerja untuk mencapai kesepakatan dengan pekerja terkait pembayaran upah.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengakui industri tekstil tengah mengalami kendala permintaan pasar akibat pandemi dan krisis global. Ia pun menyambut kebijakan keringanan pemotongan upah untuk menjaga roda bisnis industri padat karya.

"Upah buruh ini termasuk kontribusi besar dalam biaya perusahaan, sehingga tidak mungkin membayar upah terus tanpa ada orderan yang masuk," tuturnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat