Sensus Pertanian 5 Tahun Sekali Lebih Baik Dibanding 10 Tahun Sekali
![Sensus Pertanian 5 Tahun Sekali Lebih Baik Dibanding 10 Tahun Sekali](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/05/9ca62aa1ad9cb02b3b3a6fde4f6c77f7.jpg)
PENGAMAT pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan bahwa sensus pertanian 5 tahun sekali yang direncanakan oleh Presiden Joko Widodo, sebenarnya belum tentu mampu untuk menghasilkan data yang mutakhir dalam sektor pertanian.
Kendati demikian, ia tetap meyakini bahwa sensus pertanian 5 tahun sekali tetap jauh lebih baik ketimbang sensus pertanian 10 tahun sekali. Hal itu dikarenakan sektor pertanian memiliki dinamika yang begitu cepat.
"Sebenarnya sensus pertanian 5 tahun sekali pun tidak mampu menangkap dinamika yang begitu cepat. Tapi tentu hal itu lebih baik ketimbang 10 tahun sekali," kata Khudori kepada Media Indonesia, Senin (15/5).
Baca juga: Gobel: Sebaiknya Pemerintah Subsidi Pertanian ketimbang Mobil Listrik
Ia melanjutkan, jika pemerintah ingin melakukan sensus pertanian 5 tahun sekali harus tetap ada pertimbangan baik dari sisi SDM maupun anggaran, mengingat sensus pertanian tersebut membutuhkan anggaran yang cukup tinggi.
"Jika sensus pertanian 5 tahun sekali ingin dilakukan, perlu ada penguatan dari sisi SDM maupun anggaran, karena sensus pertanian itu perlu anggaran yang lumayan. Jika sensus pertaniannya bagus, datanya baik, kebijakan yang dibuat dari yang baik ini pun akan baik," tuturnya.
Baca juga: Jokowi Harap Sensus Pertanian 2023 Lahirkan Data Kebutuhan Pupuk Subsidi yang Akurat
Lebih lanjut, Khudori juga mengungkapkan bahwa terdapat tiga rekomendasi yang harus disediakan dalam sensus pertanian di tahun 2023 ini. Di antaranya ialah terkait dengan data investasi pertanian.
Menurutnya, hingga saat ini Indonesia sendiri tidak memiliki data investasi terkait pertanian. Padahal, lanjutnya, data investasi pertanian sangatlah penting untuk mengetahui sejauh mana pemerintah dan masyarakat dalam berinvestasi di sektor tersebut.
Kemudian, terkait dengan kesejahteraan petani. Menurut Khudori, hingga saat ini belum ada indikator yang dapat mengukur tentang kesejahteraan para petani.
Ia mengatakan, saat ini masih banyak pihak yang salah kaprah menggunakan NTP (nilai tukar petani) sebagai proksi kesejahteraan petani. Padahal, NTP sendiri sama sekali tidak dapat mengukur kesejahteraan para petani.
"NTP hanya melihat sejauh mana atau seberapa besar yang diterima petani atas pengeluaran yang dikeluarkan. Sama sekali tidak ada kaitan dengan kesejahteraan. Dan anehnya, NTP dimasukan sebagai salah satu indikator dalam APBN," ujarnya.
Terakhir, Khudori juga menyinggung soal buruh tani. Ia mengatakan, pemerintah terlalu abai dengan para buruh tani yang seharusnya memiliki data akurat untuk mengetahui jumlah para buruh tani saat ini agar dapat diperhitungkan sebagai profesi.
"Apakah buruh tani ini menjadi bagian penting dari pertanian? Apakah ini diakui sebagai profesi? Berapa jumlah buruh tani saat ini? Tidak ada datanya. Jadi, menurut saya, memang ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk perbaikan SP ke depannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin pelaksanaan sensus pertanian tidak dilakukan dalam kurun waktu 10 tahun sekali. Jokowi ingin jangka waktu pelaksanaan sensus dipersingkat.
"Mestinya ini setiap lima tahun. Biayanya juga tidak banyak, mungkin Rp3 triliun," ujar Presiden Jokowi saat memberikan sambutan acara pencanangan pelaksanaan sensus pertanian 2023 di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/5).
Jokowi menegaskan bahwa biaya Rp3 triliun bukan menjadi persoalan bagi pemerintah untuk sensus pertanian. Sebab, sektor pertanian sangat penting karena menyangkut kemaslahatan hidup orang banyak.
"Oleh karena itu saya mendukung sekali pelaksanaan sensus pertanian tahun ini dan ini sudah pelaksanaan terakhir 10 tahun yang lalu. Menurut saya juga kelamaan," kata Jokowi.
Jokowi berharap sensus pertanian 2023 dapat melahirkan data yang komprehensif. Sehingga kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait pertanian dapat sesuai dengan kondisi di tengah masyarakat.
"Bagaimana saya bisa memutuskan sebuah kebijakan kalau datanya tidak akurat dan tidak paling terkini," ujar Jokowi. (Fik/Z-7)
Terkini Lainnya
BPS: Nilai Tukar Petani (NTP) Nasional Alami Kenaikan Mencapai 118,77
Nilai Tukar Petani Turun Jadi 116,71 pada Mei 2024
Harga Gabah Turun, Nilai Tukar Petani April Merosot
Subsektor Hortikultura Sumbang Kenaikan Tertinggi pada NTP dan NTUP
Minim Cuan, Anak Muda Ogah Jadi Petani
BPS Sebut Usaha Pertanian Menurun, Ini Nih Biang Keroknya
Jawa Barat Targetkan Peningkatkan Produksi Gabah Naik 11 Juta Ton
Kementan Gencar Sosialisasikan Kebijakan Pengembangan Tebu Rakyat
Ancaman Kekeringan terhadap Sektor Pangan harus Segera Dimitigasi
Produktivitas 1.000 Ha Lahan Pertanian di Cianjur tidak Terpengaruh Kemarau
Pesanan 2.000 Ekskavator Haji Isam Terbesar di Dunia, Tanda Kemajuan Pertanian Indonesia
Peluncuran Aliansi Kolibri Jadi Upaya Nyata Wujudkan Pembangunan Berkelanjutan Sektor Pertanian
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap