Direktur Indef Bursa CPO Untungkan Asing, Petani Makin Terpuruk
![Direktur Indef: Bursa CPO Untungkan Asing, Petani Makin Terpuruk](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/05/4c6010ae3bf96c82ac1f9a1c76d17eca.jpg)
RENCANA pemerintah meluncurkan bursa untuk perdagangan komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil atau CPO) Juni 2023 mendatang perlu dicermati secara seksama.
Pasalnya, kebijakan itu dapat menguntungkan buyer/asing, sekaligus membebani pelaku usaha termasuk petani sawit yang menanggung biaya tambahan.
Direktur Eksekutif Institute of Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai bursa CPO di Indonesia tentu akan menguntungkan buyer karena memberikan banyak pilihan selain bursa Malaysia dan Rotterdam.
Baca juga: Kemendag Rilis Harga Referensi CPO Periode 16-30 April 2023
“Sekarang kan ada duapoli, yakni di Malaysia dan Rotterdam. Kalau ditambah lagi akan lebih banyak. Jadi kan persaingan lebih ketat. Akhirnya buyer lebih selektif karena punya banyak pilihan,” kata Tauhid dalam keterangan pers, Selasa (23/5).
Bursa CPO Indonesia Untungkan Pemerintah
Namun demikian, kata Tauhid Ahmad, bursa CPO Indonesia akan menguntungkan bagi pemerintah karena lebih fair dalam mengacu pada penetapan pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK).
“Itu lebih clear ketimbang yang dipakai bursa Malaysia. Nah ini menguntungkan bagi pemerintah dalam menetapkan pungutan bea keluar dan lainnya,” jelasnya.
Tapi, lanjut dia, bagi eksportir, belum tentu harga yang diterima itu lebih baik. Bisa saja harga lebih tinggi, tapi karena ada persaingan yang lebih ketat antar bursa, itu bisa membentuk harga yang lebih rendah.
Sama halnya seperti komoditas minyak mentah, ada Brent, ada WTI, dan lainnya. Biasanya ada yang lebih tinggi ada yang lebih rendah.
“Tinggal nanti apakah kita menjual CPO dengan kualitas yang sama atau tidak. Nah itu yang berbeda. Selain itu kemungkinan ada perbedaan karena adanya biaya logistik dan lain sebagainya. Kalau beli di sini, ada cost untuk mengambilnya, misalnya. Tinggal dilihat dinamika harganya seperti apa,” jelasnya.
Baca juga: Holding Perkebunan Nusantara Rencanakan Penggabungan 13 PTPN
Di sisi lain, Tauhid menambahkan, yang masuk dalam bursa komoditas itu ada biaya/cost walaupun mungkin nanti tergantung volume yang diperdagangkan.
“Semakin banyak yang diperdagangkan, ya semakin tinggi cost-nya. Kayak di bursa efek, ada biaya fee bursa, tapi kecil. Nah ini juga sama. Lembaga bursa itu harus hidup, dia punya infrastruktur, SDM, dan lainnya. Tidak mungkin lembaga bursa ini dibiayai pemerintah secara utuh,” jelasnya.
Tauhid menilai cost yang timbul dari fee itu akan berdampak secara tidak langsung terhadap pembentukan harga di hulu.
Baca juga: Harga CPO Naik, DPR Usul Minyak Makan Merah Dijual dengan Harga Lebih Rendah
“Otomatis ini akan berdampak ke hulu, yakni menekan harga tandan buah segar (TBS). Ya kan sudah ada PE, BK, dan lainnya. Di Malaysia kan beda, dia (eksporter) gak ikut bursa di sana (bursa Malaysia), tapi bisa jual di sini. Tapi kalau di sini kan wajib ikut bursa di sini. Otomatis ada cost yang dibebankan. Nah ini yang harus dilihat lagi,” paparnya.
Jika Pakai Rupiah, Ada Risiko Fluktuasi
Dia juga menyoroti penggunaan nilai tukar yang akan dipakai di bursa CPO ini. “Jika pakai rupiah, ini ada risiko fluktuasi nilai tukar. Jika rupiah melemah, depresiasi, itu kan jadi problem, juga sebaliknya,” katanya.
Selain cost kepesertaan di bursa, Tauhid juga menggarisbawahi adanya rencana pengenaan PPh meskipun dapat direstitusi.
Baca juga: Industri Kelapa Sawit Masih Berpotens Besar Serap Tenaga Kerja
“Ya berarti perusahaan kena pajak lagi. Dan kalaupun ada restitusi pajak, kan butuh waktu. Menurut saya sih jarang yang berhasil restitusi pajak. Menurut saya, dalam tahap awal jangan dulu lah. Kita mesti lihat apakah ini membuat semakin baik atau tidak,” tuturnya.
Tauhid menjelaskan rencana ini sebenarnya sudah diwacanakan lama, sudah 10 tahun lalu.
“Tapi masih ada catatan yang perlu diperhatikan, apakah rencana ini menambah baik bagi pelaku usaha dan menguntungkan bagi petani sawit atau justru sebaliknya," katanya.
"Selisih harga dengan bursa Malaysia bagaimana, apakah jauh atau tidak, itu tidak bisa dijawab sekarang. Kalau cost-nya lebih besar daripada manfaatnya ya jadi masalah,” paparnya. (RO/S-4)
Terkini Lainnya
Ditarget Investasi Rp8 Miliar, Sorong Sasar Perdagangan dan Jasa
Biaya Logistik Perdagangan Indonesia Termahal di ASEAN
Sidang Subsidiary Body UNFCCC Ke-60: Perdagangan Karbon Luar Negeri Harus dengan Otorisasi
Indonesia Perlu Tingkatkan Infrastruktur dan Perdagangan untuk Jaga Peringkat WCR
Rilis Trade Expo 2024, Kemendag Targetkan Transaksi Rp243 Miliar
Jadi Negara Aksesi OECD, Indonesia Targetkan Perluasan Dagang
Firnando Ganinduto: Restrukturisasi BUMN, Solusi Terbaik Menyelamatkan Keuangan Negara
Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengamat Rekomendasikan Hal Ini
Pengamat Sebut Mardiono Pantas Mundur karena Gagal Bawa PPP ke Senayan
Pengamat: Bansos untuk Korban Judi Online tidak Cocok bagi Orang Kaya
Belum Ada Kejelasan soal Penguntitan Jampidsus, Pengamat: Ada Motif Kepentingan
Pengamat: Ekonomi Indonesia Harus Tumbuh Lebih Dari 5% bila Ingin Jadi Negara Maju
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap