visitaaponce.com

Mengeruk Untung sekaligus Menyelamatkan Depok Kota Belimbing

Mengeruk Untung sekaligus Menyelamatkan Depok Kota Belimbing
Atmaja, petani belimbing di Limo, Cinere, Depok, Jawa Barat.(MI/Andhika Prasetyo)

Depok Kota Belimbing bukanlah sekadar julukan. Secara harfiah, di Depok memang banyak kebun belimbing, setidaknya sampai satu dekade yang lalu.

Maraknya pembangunan infrastruktur, baik jalan tol maupun perumahan, membuat keberadaan buah dengan nama latin Averrhoa Carambola itu semakin tergerus. Berdasarkan data Pemerintah Kota Depok, pada 2006, produksi belimbing di wilayah itu mencapai 3.000 ton. Sementara, pada 2022, Badan Pusat Statistik mencatat produksi hanya tinggal 2.200 ton.

Kendati demikian, di tengah maraknya pembangunan daerah, ternyata masih ada beberapa warga yang terus berjuang, berupaya menyelamatkan belimbing supaya tetap exist di Depok. Salah satu dari sekian orang itu adalah Atmaja.

Baca juga: Pinjaman Modal Usaha di BRI Bisa Cair dalam Sehari

Menetap di daerah Limo, Atmaja mengaku memiliki 56 pohon belimbing. Beberapa pohon bahkan berdiri megah di halaman rumahnya. Pohon-pohon itu tinggi menjulang, membuat huniannya begitu sejuk karena tertutup dedaunan.

Atmaja tidak sendiri dalam membudidayakan belimbing. Ia tergabung dalam Kelompok Tani Tunas Mekar Dua yang beranggotakan 16 orang. Mereka kerap saling membantu baik dalam proses produksi maupun pemasaran.

Baca juga: Kerak Telor Bang Ishak Siap Raup Puluhan Juta di PRJ

Atmaja mengaku seluruh tanamannya bisa berbuah minimal tiga kali dalam setahun. Jika cuaca baik, panen bisa mencapai lima kali setahun. Setiap panen, jumlah buah yang dihasilkan bervariasi. Namun, angka terbesar bisa menyentuh 1,5 ton.

“Paling banyak itu biasanya 1,5 ton. Tapi saat panen berikutnya akan turun karena puting buahnya tidak bisa langsung berbunga lagi,” tutur Atmaja kepada Media Indonesia.

Setelah panen, ia selalu menjual sebagian besar belimbingnya kepada pengepul. Setiap kilogramnya dihargai Rp18.000 hingga Rp20.000.

Artinya, dalam sekali panen di masa puncak, Atmaja bisa mengantongi Rp30 juta.

Menjadi petani belimbing sedianya bukanlah cita-cita Atmaja. Ia baru mulai menekuni bidang tersebut pada 1999 silam. Saat itu, Pemerintah Kota Depok menyerukan warganya untuk menanam belimbing. Itu yang menjadi cikal bakal Depok mendapat sematan Kota Belimbing.

“Saya mulai tanam itu 1999 karena melihat banyak teman yang juga menanam. Akhirnya saya juga ikut,” ucapnya.

Atmaja bahkan rela meninggalkan pekerjaannya saat itu, yakni di bidang pelayanan keamanan di kawasan Kuningan, untuk fokus menggarap kebunnya.

“Awalnya saya tidak kepikiran mau jadi petani. Namun, pas mencoba, begitu buahnya panen, jadi senang, keenakan sampai sekarang. Saya memang juga anak petani jadi mau ngapain lagi?. Kepengen saya ngurusin gini,” sambung Atmaja.

Ia menjelaskan menggarap belimbing bukan pekerjaan yang mudah. Itu membutuhkan usaha yang cukup keras dibandingkan tanaman-tanaman buah lain.

“Mengurusnya agak repot. Belimbing itu kalau buahnya sudah muncul, harus dibungkus. Kalau tidak, nanti dimakan serangga, habis. Memang yang repot itu bagian bungkusnya,” terang Atmaja.

Atmaja merupakan salah satu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang terdaftar sebagai mitra BRI. Namun, sampai sekarang, ia mengaku belum terlibat secara langsung dalam program-program yang dimiliki perseroan.

“Waktu itu, 2016, ada orang BRI yang datang. Mereka dapat info dari dinas pertanian kota Depok kalau di sini banyak petani belimbing. Begitu awalnya. Saya diminta mengisi formular tapi sampai sekarang belum ada program kepada para petani di sini,” tandasnya.

Menanggapi keluhan tersebut, Regional Chief Executive Officer Kantor Wilayah BRI Jakarta 2 Prasetya Sayekti memastikan pihaknya akan segera menghubungi Atmaja dan rekan-rekan petani lainnya di daerah tersebut.

“Ini masukan bagi kami,” tutur Prasetya.

Ia mengungkapkan, sedianya, BRI memiliki petugas atau mantri yang bertanggung jawab untuk memberikan pendampingan kepada para pelaku UMKM mitra di setiap kelurahan. Setiap petugas akan fokus pada wilayah mereka masing-masing.

“Harapannya, para mantri ini akan sangat mudah berinteraksi dengan semua pihak terkait di lingkungan itu, mulai dari pedagang, kelompok usaha, sampai perangkat desa. Kami harap mereka bisa menyatu. Nah, untuk laporan petani belimbing ini, ini jadi masukan bagi kami,” tandasnya. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat