visitaaponce.com

Transisi EBT, Potensi dan Tantangannya di Indonesia

Transisi EBT, Potensi dan Tantangannya di Indonesia
PT Semen Gresik (PTSG) memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) untuk mendukung proses opeasional Pabrik Rembang.(MI/Haryanto Mega)

PEMERINTAH Indonesia, pada 2016, meratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement), sebuah deklarasi internasional yang dibuat untuk menghadapi dampak perubahan iklim dan membatasi kenaikan suhu global di angka 1,5 derajat Celsius. 

Melalui perjanjian itu, Indonesia menjadi salah satu dari 196 negara yang mengadopsi Perjanjian Paris dan harus tunduk terhadap kesepakatan internasional demi mengurangi emisi dari gas rumah kaca dan meminimalkan dampak terburuk dari perubahan iklim. 

Transisi energi di Indonesia menjadi salah satu topik utama yang diangkat saat Presidensi Indonesia dalam G-20. Transisi energi menjadi sebuah keharusan penting untuk mencapai transformasi sektor energi global menjadi nol karbon. 

Baca juga : Bangun Kemandirian dan Keberlanjutan Energi demi Kemakmuran yang Merata

Berangkat dari diratifikasinya Perjanjian Paris pada 2016, Indonesia pun berkomitmen untuk mewujudkan transformasi energi ke sumber energi baru terbarukan (EBT), yang lebih hijau dan ramah lingkungan. 

EBT adalah sumber energi yang tersedia di alam dan bisa dimanfaatkan secara terus-menerus serta solusi untuk mencegah efek terburuk dari kenaikan suhu dan perubahan iklim. EBT nantinya akan dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mencapai komitmen net zero emission pada 2060. 

Secara geografis, letak Indonesia di garis khatulistiwa membuat negara ini memiliki keuntungan dengan pasokan energi tenaga surya yang melimpah serta konstan setiap tahunnya. Negara ini memiliki potensi EBT yang besar, tersebar, dan beragam, dengan nilai total energi mencapai 3.686 Gigawatt (Gw). 

Baca juga : Program Transisi Energi Pemerintahan Jokowi Jalan di Tempat

Potensi-potensi yang dimiliki Indonesia dalam sektor EBT antara lain tenaga surya, hidro, bioenergi, energi angin, panas bumi, laut, hingga tenaga nuklir. 

Indonesia merupakan negara yang dinilai paling menjanjikan di Asia Tenggara, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara lain di kawasan yang sama. 

Menurut Index RECAI, Indonesia memiliki peluang besar untuk mendorong pengembangan investasi EBT, sekaligus termasuk dari 40 daftar negara yang dianggap menarik untuk melakukan investasi EBT.

Baca juga : COP-28 Jadi Katalis untuk Dorong Keterlibatan Berbagai Pihak Tanggulangi Perubahan Iklim

Demi mewujudkan penggunaan EBT pada 2025 sekaligus mendukung komitmen pencapaian nationally determined contribution (NDC) pada 2030, Indonesia memerlukan anggaran biaya mencapai sebesar US$167 miliar. 

Pemerintah optimistis, pada 2025, pembauran energi nasional dari EBT akan mencapai 23%, sesuai target yang telah ditetapkan.

Manfaat dan kendala

Penerapan EBT memang memberikan banyak manfaat dan keuntungan, EBT menjadi sumber energi yang tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca sehingga mampu mengurangi polusi udara, menghasilkan energi yang lebih ramah lingkungan dan berdampak baik bagi kesehatan masyarakat. 

Baca juga : Emiten Minyak Bumi bakal Panen Raya Sampai 2024

Adanya sumber energi baru ini juga akan menciptakan diversifikasi pasokan energi, sehingga mampu mengurangi kebergantungan negara terhadap bahan bakar impor. 

Mengingat perlunya lahan luas dan pembangunan infrastruktur pendukung yang ekstensif, pengembangan EBT akan berdampak pada terciptanya lapangan pekerjaan di bidang manufaktur dan pertumbuhan ekonomi. 

Meski begitu, mewujudkan program EBT bukanlah perkara mudah. Penerapan EBT membutuhkan modal serta biaya investasi yang mahal. Mengingat rentannya EBT dengan kondisi cuaca, pengembang EBT juga harus mempersiapkan sistem penyimpanan energi yang membutuhkan biaya tidak murah.

Baca juga : Wapres Harap Kapasitas Pembangkit EBT Capai 700 Gigawat untuk Dorong Percepat Transisi Energi

Di Indonesia, pengembangan EBT juga menemui sejumlah tantangan, seperti disebutkan di atas, negara ini membutuhkan anggaran mencapai angka US$167 miliar. Apalagi, Indonesia masih memiliki banyak kebergantungan terhadap bahan bakar fosil. 

Sebagaimana data yang dirilis oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran energi primer di Indonesia masih didominasi dengan batu bara. 

Pada 2022, bauran energi dari sektor batu bara mencapai 42,38%, sementara bauran untuk EBT hanya mencapai 12,30%. Angka itu masih jauh di belakang sektor minyak bumi (31,40%) dan gas (13,92%) yang masing-masing menempati urutan ke-2 dan ke-3. 

Baca juga : Industri Hulu Migas Jawab Tantangan Peningkatan Konsumsi Energi dan Perubahan Iklim

Realisasi dari bauran EBT pada 2021 bahkan hanya sebesar 12,26%. Realisasi ini masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah, yaitu persentase bauran energi diharapkan mencapai 23% pada 2025. 

Kendala pengembangan EBT di Indonesia tidak hanya terletak kepada masih tingginya kebergantungan Indonesia terhadap bahan bakar fosil. 

Dari segi pembiayaan, pemerintah Indonesia juga memiliki sejumlah tantangan untuk mendapatkan kepercayaan investor demi mau berinvestasi di sektor EBT. 

Baca juga : Komitmen Dunia Atasi Krisis Iklim belum Terlihat Nyata

Kondisi ini didukung fakta bahwa di Indonesia belum ada undang-undang (UU) yang jelas dan fokus mengatur terkait pengembangan maupun pembiayaan EBT, ditambah kebijakan bank nasional belum secara eksplisit menunjukkan komitmen untuk beralih dari investasi bahan bakar fosil. 

Pembiayaan EBT kian terhambat karena sejumlah faktor pendukung, seperti kurang menariknya tarif Ebt, tingginya persyaratan untuk capital expenditure (capex), adanya persaingan dengan subsidi bahan bakar fosil, hingga kurangnya kejelasan dan transparansi dari arus keuangan ataupun pembiayaan publik yang dialokasikan untuk pengembangan EBT. 

Menurut Institute for Essential Services Reform (IESR), realisasi dan target dari investasi EBT masih jauh jika dibandingkan dengan investasi di sektor bahan bakar fosil

Baca juga : Konsisten Dorong Transisi Energi, PLN Raih Penghargaan Internasional The Best Green Loan

Menurut data dari IESR, pada 2022 target investasi dari bahan bakar fosil mencapai US$22 miliar, sementara realisasi dari investasi EBT baru mencapai US$0,58 miliar. Angka realisasi ini jauh di bawah target investasi yang ditetapkan, yaitu US$3,91 miliar. Kondisi ini tidak berubah sejak 2017, yaitu realisasi dan investasi pada sektor EBT masih lebih rendah ketimbang investasi dari bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, gas, dan batu bara. 

Sejumlah tantangan dan kendala dihadapi Indonesia, baik dalam proses pengembangan maupun pembiayaan EBT. Minimnya regulasi dan transparansi mengikis kepercayaan investor untuk berkomitmen terhadap pembiayaan sektor EBT di Indonesia,. Praktis, realisasi program EBT di negeri ini pun semakin terhambat.

Butuh strategi tepat

Indonesia memang mempersiapkan banyak upaya untuk mewujudkan net zero emission 2060. Indonesia berusaha aktif untuk terus membangun pembangkit listrik EBT dengan terus mengoptimalkan sumber daya nasional, air, panas bumi, bioenergi, dan tenaga surya, menerapkan program mandatori bahan bakar nabati demi meningkatkan pemanfaatan biodiesel, hingga menjalin kerja sama bilateral untuk mempercepat transisi energi. 

Baca juga : Indonesia Kantongi Dana Segar US$20 Miliar untuk Transisi Energi

Pemerintah juga menyiapkan banyak skema pembiayaan, seperti blended finance, platform SDG Indonesia One, investasi anggaran nonpemerintah, tropical landscapes finance facility, hingga menjalin kerja sama pemerintah dan badan usaha. Berbagai upaya dilakukan pemerintah demi mempermudah investor untuk berinvestasi dan melakukan pembiayaan di Indonesia. 

Bagaimanapun, transisi energi dan pencapaian net zero emission tidak boleh hanya menjadi jargon. Sekelumit tantangan yang dihadapi pemerintah membutuhkan strategi tepat dan kemauan kuat untuk mengatasinya. 

Program ini harus terealisasi agar Indonesia dapat beralih ke penggunaan energi hijau yang lebih ramah lingkungan serta berdampak positif terhadap kelestarian bumi. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat