visitaaponce.com

Subsidi Pertamax Green 92 Dinilai bakal Beratkan Keuangan Negara

Subsidi Pertamax Green 92 Dinilai bakal Beratkan Keuangan Negara
Kendaraan mengisi BBM bersubsidi(MI/Agung Wibowo)

PENGAMAT ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai rencana pemberian subsidi terhadap bahan bakar minyak (BBM) jenis baru Pertamax Green 92 di tahun depan akan memberatkan anggaran pendapatan Belanja Negara (APBN)

Pertamina berencana menghapus BBM pertalite dengan menggantikan produk Pertamax Green 92, percampuran bensin pertalite (RON 90) dengan etanol 7% (E7). 

Nailul menyebut beban keuangan akan bertambah dari impor produk etanol. Anggaran subsidi energi di tahun depan pun diperkirakan akan melonjak melebihi tahun ini yang ditargetkan sebesar Rp209,9 triliun dengan rincian Rp139,4 triliun subsidi untuk BBM dan liquified petroleum gas (LPG), serta Rp70,5 triliun untuk subsidi listrik

Baca juga : Demi Kurangi Polusi, IESR Setuju Pertalite Dihapuskan 

"Jelas beban negara akan bertambah kalau pertamax green disubsidi. Terlebih etanolnya impor. Lalu, ada keinginan Pertamina minta bea impor etanol dinolkan," ujarnya saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (1/8).

Selain itu, Nailul berpandangan jika pertalite dihilangkan akan berdampak pada peningkatan inflasi yang tajam karena selisih pertalite dengan pertamax yang cukup jauh. 

Baca juga : Pertamina Bangun TBBM Antisipasi Lonjakan Kebutuhan Energi di Labuan Bajo

Dari keterangan Pertamina sebelumnya, harga Pertamax Green 92 tidak akan jauh berbeda dengan pertalite yang kini dipatok Rp10.000 ribu per liter. Jika dibandingkan, harga pertamax saat ini sebesar Rp13.300 per liter dan untuk Pertamax Green E5 seharga Rp15.000 per liter.

"Di tengah perlambatan global, rencanan subsidi Pertamax Green 92 berbahaya untuk ekonomi kita. Daya beli masyarakat tidak bisa dijaga dan akan menyebabkan ekonomi kita terdampak negatif," terangnya.

"Maka dari itu, mempertahankan pertalite dengan harga saat ini menjadi penting bagi pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat," tambah Nailul.

Dihubungi terpisah, pengamat ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menegaskan tidak tepat bila pemerintah memberikan subsidi terhadap BBM Pertamax Green 92. Selama ini, katanya, orang-orang mampu saja yang mau menggunakan pertamax.

"Sehingga, tidak pantas jika subsidi Pertamax Green 92 ini dinikmati orang-orang kaya. BBM tersebut tidak perlu disubsidi," tegasnya.

Perihal langkah pemerintah untuk menghadirkan BBM ramah lingkungan dengan bakal mengeluarkan Pertamax Green 92, juga dianggap Fahmy tidak akurat. Pasalnya, untuk memenuhi standar emisi euro 4, maka BBM yang dijual harus memiliki angka oktan (RON) yang tinggi yaitu RON 95 hingga RON 98.

"Rencana pengendalian polusi dengan Pertamax Green 92 juga tidak tepat karena tidak bisa memenuhi standar emisi euro 4. Pemerintah perlu mengkaji dengan benar jika pertalite ini dihapus," pungkasnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat