visitaaponce.com

Harga Rokok Tinggi, Target CHT Berpotensi tak Tercapai

Harga Rokok Tinggi, Target CHT Berpotensi tak Tercapai
Sejumlah pekerja melinting tembakau saat pembukaan pabrik sigaret kretek tangan PT Karyadibya Mahardhika di Kediri.(Antara)

TARGET penerimaan negara cukai hasil tembakau (CHT) berpotensi tidak akan mencapai target tahun ini. Salah satu sebabnya adalah adanya perpindahan konsumsi masyarakat dari rokok golongan I ke golongan II akibat kenaikan harga.

Demikian disampaikan Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto kepada awak media di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (13/9).

"Potensi tidak tercapainya target penerimaan CHT disebabkan oleh tiga hal. Pertama adanya downtrading ke golongan II, shifting konsumsi ke rokok elektrik (REL), dan peredaran rokok ilegal," ujarnya.

Baca juga: Perpindahan Konsumsi ke Rokok Murah Rugikan Penerimaan dan Pengendalian Rokok

Dalam APBN 2023 diketahui target penerimaan CHT sebesar Rp232,5 triliun. Itu setara 94,7% dari target penerimaan cukai yang sebesar Rp245,5 triliun.

Sementara berdasarkan proyeksi laporan semester I 2023, penerimaan CHT diperkirakan hanya akan mencapai Rp218,1 triliun, atau 93,8% dari target yang telah ditetapkan.

Adapun realisasi penerimaan CHT hingga akhir Agustus 2023 baru mencapai Rp126,8 triliun atau setara 54,53% dari target APBN. Down trading dari rokok golongan I ke rokok golongan II menjadi fenomena yang paling kentara.

Baca juga: Aliansi Masyarakat Tembakau Soroti Kenaikan Cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT)

Kenaikan tarif CHT di tahun-tahun sebelumnya berimbas pada harga rokok di level masyarakat. Akibatnya, banyak masyarakat yang memilih untuk membeli rokok lebih murah ketimbang yang sebelumnya biasa dikonsumsi.

Hal tersebut turut diamini oleh Kepala Kantor Bea Cukai Wilayah I Jawa Timur Untung Basuki. Dia mengatakan, fenomena tersebut amat terasa di Jawa Timur yang pada dasarnya merupakan penyumbang penerimaan CHT terbesar di Indonesia.

"Ini kan kita kan ada golongan III, golongan II, dan I. Tentu penurunan golongan I akan berpengaruh lebih signifikan dibandingkan golongan II dan golongan III," ujarnya di kesempatan berbeda.

"Itu dari dulu sebetulnya tetap menjadi tantangan. Produsen rokok itu kan sebetulnya Jawa Tengah sebagian, Jawa Timur ada Sumatra utara sama Sulawesi," tambahnya.

Fenomena downtrading disebut menjadi tantangan yang dihadapi oleh otoritas cukai dalam mengejar target penerimaan. Sebab, di saat yang sama pengambil kebijakan ingin mengendalikan tingkat konsumsi rokok melalui penaikan harga.

"Karena golongan I sudah terlalu tinggi, maka mereka tentu cenderung untuk golongan II yang tentu relatif tarif cukainya lebih rendah," jelas Untung.

Perbaikan Struktur Tarif

Karenanya, kata Untung, perbaikan struktur tarif CHT menjadi pekerjaan yang terus-menerus dilakukan dan diperhatikan perkembangannya. Sebab, penaikan tarif secara signifikan juga bakal mendorong munculnya peredaran rokok ilegal.

Tantangan menjadi lebih berat lantaran DJBC Jawa Timur menaikan target penerimaan bea dan cukai tahun ini menjadi Rp149,89 triliun. Itu ditargetkan didominasi oleh penerimaan cukai yang dipatok bakal mencapai Rp143,76 triliun.

Target penerimaan cukai Jawa Timur itu berasal dari target penerimaan CHT Rp139,83 triliun, cukai etil alkohol Rp62,7 miliar, dan cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) Rp1,36 triliun.

Sedangkan dua barang kena cukai yang belum bisa dipungut yaitu plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan masing-masing ditetapkan Rp604 miliar dan Rp1,89 triliun.

Secara keseluruhan, target penerimaan cukai Jawa Timur 2023 tersebut naik dari realisasi penerimaan tahun lalu yang tercatat sebesar Rp138,06 triliun.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat