visitaaponce.com

Konflik Timur Tengah bakal Kerek Kenaikan Harga Minyak

Konflik Timur Tengah bakal Kerek Kenaikan Harga Minyak
Ilustrasi(Antara)

MEMANASNYA tensi konflik geopolitik di Israel dan Palestina akan menambah risiko secara global. Salah satu yang menjadi perhatian pasar yaitu potensi kenaikan harga minyak.

Namun sebelum konflik pun, harga minyak mentah sudah naik 34%, sejak Juni 2023, yang lebih disebabkan oleh gangguan pasokan. Sebab Arab Saudi dan Rusia memangkas produksi minyak mereka. Sehingga harganya naik. Hal ini didukung juga oleh harapan perbaikan ekonomi di semester II-2023 di Amerika dan Tiongkok.

"Melihat konflik yang masih terus berlangsung ini, sebenarnya kenaikan harga minyak sudah mulai terbatas. Alasannya, pada jangka panjang, di tahun 2024, outlook ekonomi masih melambat. Sehingga dari sisi permintaan, belum ada hal signifikan yang akan membuat kenaikan harga minyak terlampau tinggi," kata Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina pada Mirae Asset Media Day, Selasa (17/10).

Baca juga : Apa Dampak Perang Israel-Hamas bagi Pasar Minyak Dunia? Ini Prediksinya

Dari sisi pasokan, jika konflik Israel-Palestina tidak meluas ke negara-negara sekitarnya yang juga merupakan produsen minyak, maka kemungkinan harga minyak akan tertahan di level saat ini.

Semua negara berkepentingan untuk minyak. Sehingga menjaga kestabilan ekonomi dunia. Diharapkan harga minyak gak melambung terlalu tinggi.

Baca juga : Harga Minyak dan Emas Melonjak Efek Perang Israel dan Palestina

Tetapi apabila konflik meluas, maka kenaikan harga minyak patut dikhawatirkan. Namun karena semua negara berkepentingan untuk minyak, termasuk negara-negara besar. Sehingga menjaga kestabilan ekonomi dunia menjadi sangat penting.

"Menjaga kestabilan geopolitik di Israel dan Hamas, dan perdamaian menjadi penting. Negara-negara akan mengupayakan perdamaian. Sehingga harapannya harga minyak tidak melambung terlalu tinggi," kata Martha.

Dari versi Administrasi Informasi Energi (EIA), membuat proyeksi mingguan bahwa harga minyak akan menjadi US$95 di tahun 2024. Proyeksi lebih karena di tahun 2024, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) akan terus memangkas produksi. Sehingga kenaikan harga minyak akan lebih disebabkan oleh gangguan pasokan.

"Tapi meski OPEC memangkas produksi, negara-negara non OPEC sedang ada proyek untuk pembukaan ladang minyak baru. Ini yang jadi pengimbangnya," kata Martha.

Terkait dengan konflik geopolitik ini terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG), pengaruhnya akan relatif terbatas, selama konflik tidak menyebar ke negara-negara sekitarnya.

Tujuan perdamaian akan terus dikejar, sehingga tidak menyebabkan kenaikan harga minyak, atau meluasnya konflik ke negara-negara produsen minyak.

Sebab negara-negara di dunia pun sedang berperang melawan inflasi, yang salah satu penyebabnya adalah harga energi. Apabila harga minyak melonjak, tentu akan lebih banyak negara yang menderita.

"Jadi sedini mungkin konflik diredam," kata Martha.

RI waspadai kenaikan harga minyak

Di tengah situasi dan kondisi perang yang terjadi, hal ini berdampak kepada kenaikan harga komoditas dalam negeri. Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini tengah mewaspadai potensi naiknya harga minyak mentah dunia yang bakal berimbas pada harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.

Hal tersebut seiring kekhawatiran gangguan pasokan global karena berlarutnya konflik perang yang tengah terjadi.

Sehingga ini akan berdampak pada naiknya harga komoditas energi global yang tentunya akan berdampak pada penyesuaian harga produk BBM dalam negeri, baik itu non subsidi seperti Pertamax dan BBM subsidi seperti Pertalite.

"Sehingga pasar berharap pemerintah segera bertindak antisipasi akan potensi kenaikan yang akan terjadi," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus.

Sebab kenaikan tersebut akan berimbas menekan daya beli masyarakat atau sektor rumah tangga dan juga dunia usaha karena bertambahnya biaya produksi.

Sebelumnya diprediksi harga minyak mentah berpotensi naik dalam waktu dekat akibat dampak meluasnya perang yang terjadi terhadap negara-negara berkembang di Asia, dan para pembuat kebijakan kesulitan menilai dampak terhadap pasokan minyak dan pertumbuhan ekonomi mendatang.

Jika harga minyak yang lebih tinggi terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama, maka akan membuat Indonesia terkena dampak terhadap perdagangan.

Dari hasil Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan neraca migas tercatat defisit US$1,92 miliar, dengan penyumbang defisit adalah minyak mentah dan hasil minyak. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat