visitaaponce.com

Serapan Belanja Belum Optimal Jelang Tutup Tahun Anggaran

Serapan Belanja Belum Optimal Jelang Tutup Tahun Anggaran
Ilustrasi APBN(Dok. MI)

REALISASI belanja negara jelang dua bulan tutup buku tahun anggaran masih belum optimal. Karenanya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong kementerian/lembaga untuk mempercepat realisasi belanja.

"Ini lah penting pada November dan Desember ini belanja Kementerian/Lembaga dan belanja non K/L akan semakin disisir untuk dilihat apakah mereka bisa merealisir alokasi yang sudah dipagukan di dalam APBN," ujarnya dalam konferensi pers, Jakarta, Jumat (24/11).

Data Kementerian Keuangan menunjukkan, realisasi belanja negara hingga akhir Oktober 2023 sebesar Rp2.240,8 triliun, setara 73,2% dari alokasi pagu anggaran belanja. Serapan itu mengalami penurunan 4,7% dibanding periode yang sama pada 2022.

Baca juga : Menkeu Sri Mulyani: Kondisi Ekonomi Indonesia Lebih Baik dari Negara Lain

Realisasi belanja negara itu terdiri dari belanja pemerintah pusat yang tercatat Rp1.572,2 triliun, setara 70% dari pagu anggaran, lebih rendah 5,6% dari realisasi di Oktober 2022. Adapun belanja pemerintah pusat itu berasal dari belanja K/L sebesar Rp768,7 triliun, atau 76,8% dari pagu anggaran.

Belanja K/L tersebut merupakan realisasi dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, dan belanja bantuan sosial. Sedangkan belanja non K/L baru mencapai Rp803,6 triliun, atau 64,5% dari pagu tersedia. Itu utamanya dibelanjakan untuk subsidi dan kompensasi BBM dan listrik, program kartu prakerja, dan subsidi pupuk.

Baca juga : Sri Mulyani: Lelang Jadi Instrumen Penggerak Ekonomi Nasional

Sementara itu realisasi transfer ke daerah (TKD) hingga akhir Oktober 2023 telah mencapai Rp668,5 triliun, setara 82,1% dari pagu tersedia. Sri Mulyani mengatakan, penyaluran tertinggi dalam mata anggaran TKD ialah Dana Alokasi Umun (DAU).

Tercatat TKD berupa DAU hingga Oktober telah mencapai Rp345,784 triliun, lebih tinggi 1,4% dari realisasi di periode yang sama pada 2022 sebesar Rp341,074 triliun. 

"Transfer DAU lebih tinggi karena telah dilakukan penyaluran tahap III DAU bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, dan untuk penggajian PPPK," terang Sri Mulyani.

Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengungkapkan, serapan belanja pemerintah pusat lebih rendah karena banyak dipengaruhi oleh penurunan belanja non K/L, utamanya untuk subsidi dan kompensasi energi.

"Ini terutama karena kompensasi. Pembayaran kompensasi energi kepada Pertamina dan PLN itu lebih kecil daripada tahun lalu," kata dia.

Pembayaran kompensasi yang lebih rendah terjadi karena harga komoditas energi tahun ini lebih rendah dibanding tahun lalu. Adapun realisasi subsidi dan kompensasi listrik telah mencapai Rp83,4 triliun.

Kemudian belanja subsidi LPG 3kg telah mencapai Rp52,2 triliun. Sementara belanja subsidi dan kompensasi BBM tercatat mencapai Rp97,2 triliun. 

"Karena itu kita juga menakar mengukur pembayaran kompensasi ini. Jadi itu yang menyebabkan belanja, terutama belanja non K/L kita lebih rendah daripada tahun lalu," jelas Isa.

Penyerapan anggaran belanja yang belum optimal tak hanya terjadi pada anggaran pemerintah pusat. Realisasi belanja APBD juga mengalami hal yang sama. Hingga Oktober 2023, realisasi belanja APBD baru mencapai Rp811,70 triliun, atau 63,5% dari pagu tersedia sebesar Rp1.278,15 triliun.

Serapan belanja APBD terbesar terjadi pada belanja pegawai. Data Kemenkeu menunjukkan realisasi belanja pegawai pada APBD mencapai Rp304,45 triliun, lebih tinggi 2,6% dari serapan di periode yang sama pada 2022 senilai Rp296,72 triliun. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat