visitaaponce.com

Selain Tiongkok, Proyek Smelter Nikel RI Diguyur Bank Eropa

Selain Tiongkok, Proyek Smelter Nikel RI Diguyur Bank Eropa
PLTU di Kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang menyuplai energi untuk smelter(Antara/Andri Saputra)

LEMBAGA think tank, The PRAKARSA membeberkan selain dari Tiongkok, proyek fasilitas pengolahan hasil tambang (smelter) di Indonesia, didanai oleh bank-bank dari Eropa. Mayoritas pendanaan melalui pinjaman bank.

Bank-bank tersebut di antaranya HSBC yang berkantor pusat di Inggris, Credit Agricole dari Prancis, ING Bank dari Belanda, Natixis dari Prancis, Santander dari Spanyol, Standard Chartered Bank dari Inggris, BNP Paribas dari Prancis, Barclays Bank PLC dari Inggris. 

Delapan bank tersebut memberikan pendanaan melalui pinjaman sindikasi. Sedangkan, UBS Group yang berasal dari Swiss memberikan pembiayaan proyek smelter nikel melalui obligasi.

Baca juga : Ada BYD, Luhut tak Ambil Pusing Investasi Tesla Mandek

"Bank-bank pembiayaan investasi nikel dari tambang sampai smelter selain dari Tiongkok, institusi dari Bank Eropa juga berkontribusi," ungkap Asisten dan Program Riset Sustainable Development The Prakasa, Ricko Nurmansyah dalam diskusi publik, Jakarta, Selasa (9/1).

Dalam data The PRAKARSA, disebutkan HSBC memberikan pinjaman sindikasi paling besar dari bank-bank Eropa tersebut dengan pendanaan US$1,09 miliar atau Rp16,9 triliun (kurs Rp15.543) untuk perusahan smelter nikel di Tanah Air. 

Lalu, diikuti dengan Santander dengan US$711 juta atau setara Rp11 triliun, dan Standard Chartered Bank dengan US$650 juta atau Rp10,1 triliun.

Baca juga : Faisal Basri Sebut Kebijakan Hilirisasi era Jokowi Sesat

"Bank-bank Eropa itu ternyata sudah memiliki komitmen pembiayaan yang berkelanjutan," terang Ricko.

Dalam data yang dipaparkan Ricko, HSBC misalnya, terlibat dalam proyek pembangunan pabrik baterai di Karawang, Jawa Barat. Lalu, mengakuisisi smelter PT Debonair Nickel Indonesia yang memiliki smleter nikel Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dengan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) kapasitas 380 megawatt (MW).

Contoh lainnya, Standard Chartered Bank yang memberikan pinjaman sindikasi untuk proyek pembangunan empat unit smelter feronikel IV dengan kapasitas 27 ribu ton per tahun di Halmahera Timur, Maluku Utara.

Baca juga : DPR Segera Panggil ITSS dan Pemerintah soal Kebakaran Smelter Morowali

Ricko menambahkan, secara umum mayoritas pembiayaan proyek smelter nikel Indonesia dari Tiongkok. Investasi itu untuk pembangunan smelter di Pulau Sulawesi dan Maluku Utara. Mengutip laporan Skarn Associates di 2023, terdapat 137 dari 248 tungku smelter nikel di Indonesia yang terafiliasi dengan perusahaan Tiongkok.

"Investor terbesar di Sulawesi dan Maluku Utara itu dari Tiongkok dengan US$3,2 miliar di 2022. Lalu, kedua ada Korea Selatan dengan US$719 juta dan ketiga ada Amerika Serikat dengan US$17,8 juta," tutur Ricko.

Ia menjelaskan terdapat sejumlah entitas bisnis smelter nikel terbesar yang beroperasi di Tanah Air. Mereka adalah PT Vale Indonesia Tbk, Tsinghan (IMIP dan IWIP), PT Bintang Delapan Mineral (IMIP), Jiangsu Delong Nickel (Dragon Virtue), Harits & Lygend Resources, Contemporary Amperex Technology Ltd. (CATL), LG Corporation Zhejiang Huayou Cobalt, Pohang Iron and Steel Company (Posco), dan Kalla Group. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat