visitaaponce.com

Kepala BKKBN Butuh Sinergi Semua Pihak untuk Cegah Stunting di NTT

Kepala BKKBN: Butuh Sinergi Semua Pihak untuk Cegah Stunting di NTT
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo(dok.BKKBN)

KEPALA BKKBN dr. Hasto Wardoyo mengatakan dalam penanganan stunting di wilayah ekstrem tentunya upaya memperkecil kesenjangan dan tidak ada satupun yang tertinggal sehingga daerah-daerah yang marjinal itu harus dikendalikan.

"Menjadi suatu prinsip sehingga akhirnya ketika ada kesenjangan maka kita harus memberi perhatian lebih kepada daerah yang ada kesenjangan," kata Hasto di Timor Tengah Selatan, Kamis (24/3).

Dia menjelaskan persoalan stunting di NTT sangat erat kaitanya dengan kemiskinan sehingga menjadi bagian yang masih cukup kesenjangannya tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Oleh karena itu, presiden selalu mengarahkan pihaknya untuk menyentuh daerah-daerah yang sulit terjangakau.

"Kita hadir di NTT menjadi suatu representasi yang luar biasa bahwa apa yang selalu beliau arahkan memang betul-betul harus kita lakukan di lapangan," sebutnya.

Dia menambahkan kehadiran presiden tentunya akan memberikan gambaran nyata bagi semua pihak bahwa bagaimana persoalan dan kesulitan penanganan stunting di lapangan.

"Mengenal masalah di lapangan tuh penting. Jadi ketika Pak Presiden hadir di lapangan ini, harapan kami juga pak presiden kita semua ini akhirnya mengenal masalah real yang ada di lapangan, kendala real yang ada di lapangan," paparnya.

Sejalan dengan itu, BKKBN juga mensosialisasikan kegiatan RAN PASTI (rencana aksi nasional percepatan penurunan stunting) sesuai dengan perpres 72 tahun 2021 sehingga mampu mengkovergensikan semua kementerian/lembaga bersinergi untuk mengerucutkan menuju satu titik penanganan bersama.

"Titiknya adalah sasaran, nah maka kehadiran pak presiden, harapan kami menjadi bentuk model juga mengkovergensikan bagaimana ketika warga yang ternyata air bersihnya belum ada. Kemudian dari kementerian PUPR bisa menyediakan sarana itu, ketika rumahnya juga belum layak huni, ketika makanannya perlu gizi seimbang mungkin pekarangannya itu 600 meter itu mestinya ada rumah pangan lestari maka kemudian nantinya kementerian pertanian bisa membantu rumah pangan lestari dilingkungannya itu," lanjutnya.

Desa Kesetnana menjadi lokasi kunjungan Presiden Joko Widodo karena termasuk desa yang beresiko stunting. Selain warga kesulitan mendapatkan akses air bersih, faktor ekonomi dan rendahnya pendidikan menjadi potensi keawaman terhadap kesehatan. Hampir sebagian besar warga Desa Kesetnana tidak memiliki jamban yang layak.

Desa Kesetnana menjadi gambaran umum dari 278 desa yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan yang memiliki prevalensi stunting yang tinggi. Bahkan angka prevalensi stunting di Kabupaten Timor Tengah Selatan menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 mencapai 48,3%, paling tinggi di Nusa Tenggara Timur bahkan di Indonesia sekalipun.

Dipilihnya Timor Tengah Selatan dan Nusa Tenggara Timur pada umumnya dalam kunjungan Presiden Joko Widodo kali ini memperlihatkan perhatian penuh untuk penanganan persoalan angka stunting yang tinggi. Berdasarkan data SSGI 2021, NTT masih memiliki 15 kabupaten berkategori merah. Pengkategorian status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30%.

Adapun 15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bersama Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara juga memiliki prevalensi di atas 46%.

Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus kuning dengan prevalensi 20% hingga 30%, diantaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20%. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10%.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Perpres Nomor 72/2021 membutuhkan kolaborasi dengan semua pihak. Demikian pula halnya Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak bisa berjuang sendiri untuk mengatasi pengentasan stunting.

“Sebagai salah satu unsur pentaheliks dalam wujud kovergensi percepatan penurunan stunting, mitra kerja memiliki peran dan kontribusi bersama pemerintah. Timor Tengah dan NTT sengaja menjadi titik tumpu kunjungan Presiden Joko Widodo mengingat NTT merupakan provinsi prioritas penanganan stunting dengan prevalensi 37,8% di tahun 2021, tertinggi dari angka rata-rata prevalensi stunting semua pronsi di tanah air yang mencapai 24,4%,” paparnya.

Menurut Hasto Wardoyo, persoalan tingginya stunting di di NTT bukan hanya persoalan kesehatan dan kekurangan gizi tetapi juga karena kesulitan mendapatkan akses fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan serta pola asuh yang salah turut menyumbang tingginya angka prevalensi stunting.

"Langkah kongkret yang diperlukan untuk mempercepat penurunan angka stunting adalah pelibatan mitra kerja untuk memperluas jangkauan intervensi sesuai sesuai dengan kebutuhan sasaran dan potensi yang dimiliki mitra kerja," pungkasnya. (OL-13)

Baca Juga: Mensos Minta Warga Papua tak Pakai Istilah Anak Gunung dan Pantai

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat