visitaaponce.com

Komitmen PLN Mendorong Energi Terbarukan Bukan Kaleng-kaleng, Ini Buktinya

Komitmen PLN Mendorong Energi Terbarukan Bukan Kaleng-kaleng, Ini Buktinya
Pekerja tengah membersihkan sampah di PLTS Terapung Waduk Muara Nusa Dua yang dimiliki oleh PLN Grup.(MI/Lilik Darmawan)

MESKI masih musim penghujan, beruntung siang hari di Bali pada awal pekan Desember lalu begitu cerah. Pascapelaksanaan G20 suasana di Bali terasa berbeda. Lebih ramai pengunjung dibandingkan dengan waktu-waktu sebelumnya. Baik wisatawan dari lokal maupun manca negara.

Masih nampak aroma G20, khususnya di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali. Di sana terlihat jelas bibit mangrove yang ditanam oleh para pemimpin negara G20 termasuk Presiden Joko Widodo.

Sejengkal dari lokasi penanaman, tepatnya di Waduk Muara Nusa Dua yang berimpitan dengan kawasan Tahura Ngurah Rai. Ada salah satu bukti komitmen Indonesia bagi perubahan iklim dengan mendorong energi baru dan terbarukan (EBT). Yakni pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Terapung Waduk Muara Nusa Dua, yang dimiliki oleh PLN Grup. PLTS terapung ini dibangun di atas area seluas 0,35 hektare atau 1 persen dari luas Waduk Muara Nusa Dua.

PLTS ini terdiri dari 228 panel solarcell dengan inovasi Smart Grid. Inovasi tersebut merupakan salah satu program dari transformasi PLN yang menggunakan teknologi sistem digital untuk memonitor dan mengelola pasokan energi listrik sesuai dengan kebutuhan beban. PLTS
Terapung Muara Nusa Dua mendapatkan sertifikat laik operasi (SLO) pada 28 Oktober 2022.

Di lokasi setempat, terlihat sejumlah pekerja tengah membersihkan sampah di areal PLTS. Dengan menggunakan perahu tanpa mesin, mereka berkeliling pada kawasan PLTS terapung tersebut. "Memang, setiap harinya dia bekerja khusus untuk membersihkan kawasan ini. Supaya sampah-sampah tidak masuk pada areal PLTS," kata Sidik, 43, salah seorang pekerja di lokasi setempat pada awal Desember lalu.

Baca Juga: Dorong Transisi Energi, PLN Gandeng Laboratorium EBT dari AS

PLTS Terapung Waduk Muara Nusa Dua ini diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada 12 November 2022 atau beberapa hari sebelum perhelatan KTT G20 di Bali.

Dalam pernyataannya, Luhut mengungkapkan bahwa pembangunan PLTS terapung ini merupakan wujud nyata Indonesia dalam transisi energi dengan gencar membangun pembangkit berbasis EBT. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon menuju net zero emission pada tahun 2060.

"Kita akan membangun banyak sekali. Ini hanya intermitten saja, untuk baseload-nya kita punya geothermal, hidro power, ada macam-macam. Indonesia punya 437 gigawatt (GW) potensi EBT, masih banyak ruang untuk terus bertambah," jelas Luhut saat peresmian.

Dalam kesempatan itu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyatakan bahwa pembangunan PLTS Terapung Waduk Muara Nusa Dua tak hanya sekadar showcase untuk perhelatan KTT G20. Namun, merupakan simbol khususnya bagi PLN bahwa tidak ada lagi dilema energi di masa mendatang. Upaya yang dilakukan adalah transisi dari energi fosil menuju ke energi bersih.

Ini bukan hanya sekadar showcase untuk KTT G20, melainkan juga sebagai simbol tidak ada lagi dilema energi di masa depan. Perubahan dari energi kotor menuju energi bersih perlu segera dilakukan untuk menciptakan bumi yang lebih baik di masa mendatang serta biaya yang lebih murah. "Usaha PLN dalam menurunkan gas rumah kaca ini adalah upaya yang bukan hanya karena perjanjian internasional. Bukan hanya kebijakan, because we do really care," jelas Darmawan,

Menurutnya, PLN berkomitmen untuk melakukan transisi energi menuju net zero emission pada tahun 2060 mendatang. Guna mencapainya, dana yang dibutuhkan mencapai lebih dari US$ 700 miliar atau Rp10 ribu triliun.

Komitmen Pemerintah

Dalam acara Diseminasi Capaian Presidensi G20, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Dian Lestari mengatakan fokus area Presidensi G20 Indonesia adalah pembentukan Energy Transition Mechanism (ETM). Pembentukan ETM merupakan
bentuk nyata dari hasil kesepakatan Kerangka Transisi Keuangan (Transition Finance Framework) pada agenda Sustainable Finance.

"ETM merupakan program percepatan transisi energi melalui penutupan (eary retirement) sejumlah pembangkit listrik batu bara (PLTU) dan menggantinya dengan energi baru terbarukan (EBT)," kata Dian.

Menurutnya, Indonesia telah menerima persetujuan pembiayaan untuk ETM dari Climate Investment Fund (CIF) sebesar USD 500 juta yang akan ditingkatkan hingga USD 4 miliar, serta komitmen pendanaan sebesar USD 20 miliar dalam kerangka Just Energy Transition Partnership (JETP) yang
diinisiasi oleh G7.

"Peluncuran ETM dilakukan pada COP26 di Glasgow 2021, yang merupakan kolaborasi antara Indonesia dengan ADB. ETM merupakan upaya percepatan penghentian operasionalisasi PLTU untuk kemudian diganti dengan pengembangan EBT. Proyek ETM diharapkan menghasilkan carbon credit yang
dapat diperdagangkan melalui mekanisme pasar karbon. Proyek ETM diharapkan menghasilkan karbon kredit yang dapat diperdagangkan melalui mekanisme pasar karbon. Nantinya PLN yang melakukan," paparnya.

Menurutnya, seiring dengan upaya global untuk memastikan kebutuhan energi, percepatan transisi energi yang lebih bersih menjadi penting. Karena itulah, perlu ditangani dengan pendekatan dan dimensi baru, untuk memastikan energi di masa depan yang lebih bersih bagi komunitas global.

Di tempat yang sama, Sekretariat Sherpa G20 Indonesia Muhammad Hadianto mengatakan pemerintah telah membawa Bali Compact. Bali Compact merupakan tawaran Indonesia dalam forum transisi energi G20, di mana setiap negara anggota G20 sudah memiliki rencana dan memulai untuk mencapai target net zero emission (NZE) masing-masing

Baca Juga: Luhut: RI Siap Sambut Investasi EBT US$700 Miliar

"Indonesia memperoleh komitmen pendanaan transisi energi senilai US$20 miliar atau sekitar Rp314 triliun)dari G7+ untuk pengembangan kendaraan listrik, teknologi, dan pensiun dini pembangkit listrik berbasis fosil dalam kerangka Just Energy Transition Partnership (JETP).n Prioritas pertama pendanaan US$500 juta dalam kerangka Asia Zero Emission Community (AZEC) yang diinisiasi Indonesia - Jepang. Seta  Dukungan pembiayaan untuk ETM dari Climate Investment Funds sebesar US$500 juta yang dapat ditingkatkan hingga US$4 miliar. Indonesia sudah membentuk skema mobilisasi dan pengelolaan pembiayaan bagi ETM di Indonesia," paparnya.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra, mengatakan pihaknya terus mengakselerasi pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT. Menurutnya, PLN IP telah mengelola 1,5 Giga Watt (GW) pembangkit berbasis EBT yang bertumpu pada Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

Kapasitas EBT dari PLN IP tersebut akan meningkat menjadi 8,1 GW di tahun 2030 seiring pembangunan pembangkit EBT dari sumber daya lain seperti tenaga surya, angin, hingga gelombang laut.

"Sampai tahun 2030, pembangunan pembangkit EBT akan terus kami tingkatkan. Jika di tahun 2024 persentasenya baru 11 persen, di tahun 2030 akan melonjak jadi 30 persen dari keseluruhan pembangkit yang kami kelola," tambah Edwin dalam pernyataan resminya. (OL-13)

Baca Juga: PLTA Cirata Tingkatkan Pemanfaatan EBT dengan Menanam ...

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat